Profil Yos Suprapto, Seniman yang Pamerannya 'Digantung' Galeri Nasional Indonesia
23 December 2024 |
20:14 WIB
Nama seniman Yos Suprapto beberapa waktu terakhir hangat diperbincangkan publik. Momen tersebut tak lepas dari pameran tunggalnya yang bertajuk Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan, di Galeri Nasional Indonesia (GNI) mengalami pembatalan.
Seteleng ini, rencananya dijadwalkan pada 19 Desember 2024 sampai 19 Januari 2025. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada kejelasan dari pihak penyelenggara pameran. Pada Senin, (23/12/2024), siang, pintu Gedung A, GNI juga masih terkunci.
Baca juga: Mengungkai Pembatalan Pameran Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia
Saat ditemui awak media di GNI, Yos rencananya menurunkan karya-karyanya sebagai bentuk kekecewaan pada GNI. Penurunan ini dijadwalkan pada pukul 11.00 WIB, akan tetapi hingga sore hari, sang seniman juga belum bisa mengakses karya-karyanya yang telah berada di GNI.
"Ini mau dibilang enggak dibredel bagaimana coba, wong senimannya aja enggak boleh masuk [ke ruang pamer] dan digembok," papar Yos saat bertemu dengan awak media di Wisma GNI, pada Senin, (23/12/2024) siang.
Sebab musabab dibatalkannya pameran Yos, karena ada 5 lukisan yang menurut kurator dan GNI tidak sesuai dengan tema kuratorial. Namun, Yos menyangkal jika kelima lukisan tersebut melenceng dari tema awal, ataupun vulgar, sebab semua karya tersebut adalah bagian yang saling melengkapi.
Adapun, kelima lukisan tersebut bertajuk Konoha 1, Konoha 2, Makan Malam, 2019, dan Niscaya. Dari amatan versi digital, lukisan tersebut menggambarkan objek figur petani dan raja dengan lanskap alam dan perkotaan, serta sapuan kuas yang memberi kesan psychedelic.
Sebelumnya, pada Jumat (20/12/2024) Menteri Kebudayan Fadli Zon juga sempat buka suara terkait isu penundaan pameran. Menurutnya, proses pameran tersebut bukanlah proses pameran baru, di mana sebelumnya telah ada komunikasi dengan kurator, hingga dipilih tema yang disepakati.
Namun, dalam proses akhirnya ada beberapa lukisan yang tidak sesuai dengan tema, hingga silang pendapat antara kurator dan seniman. Bahkan, sang pelukis juga memasang sendiri lukisan-lukisan yang tidak disetujui tersebut, meski dianggap tidak pas dengan tema awal.
"Ada tema yang mungkin motifnya politik, makian pada seseorang. Ada juga yang telanjang. Sedang bersetubuh, dengan memakai topi, yang memunyai identitas dan afinitas tertentu. Seperti topi raja Jawa atau Mataram, yang membuat ketersinggungan orang," katanya.
Yos Suprapto lahir di Surabaya, 26 Oktober 1952. Kepiawaiannya menggambar membuat Yos kuliah di Sekolah Tinggi Seni Rupa Asri, Yogyakarta, pada 1970-1974. Namun, karena pecah Peristiwa Lima Belas Januari (Malari) pada 1974, Yos yang disebut-sebut sebagai provokator terpaksa kabur ke Australia.
Dikenal sebagai perupa yang tidak pernah lepas dari isu sosial, Yos mulai aktif di dunia seni rupa sejak era 1970-an. Karya-karyanya banyak mengungkai tentang masalah sosial, politik, dan budaya, khususnya isu ekologi.
Perihal alam dan ekologi inilah yang kemudian terefleksi dalam pameran tunggal pertamanya, Bersatu dengan Alam di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 1994. Refleksi dengan esensi yang sama, juga terejawantah dalam pamerannya di GNI pada 2017.
Penderitaan dan isu kekerasan dari aparatus juga kerap diungkai oleh Yos lewat lukisan-lukisannya. Dengan gaya realis, seniman berambut perak itu juga kerap menggunakan warna-warna ngejreng, yang bahkan terkesan kontras dengan lanskap alam atau perkotaan.
Pada salah satu lukisan yang dipermasalahkan dalam pameran kali ini misalnya yang bertajuk Konoha 1. Berdasarkan amatan dari versi digital, karya ini mengimak sosok seorang raja yang duduk di atas singgasana dengan kaki menginjak dua orang di bawahnya, dengan warna-warna kontras.
Sosok raja tersebut ditampilkan dalam posisi jumawa, laiknya berpose di depan kamera fotografer. Sementara itu, dua orang di bawahnya mengkerut ketakutan dengan tubuh menggigil. Sebab, di belakang raja tersebut berdiri kelimun serdadu yang mengarahkan moncong senjata pada mereka.
Baca juga: Jadi Polemik, Begini Kronologi Pameran Tunggal Yos Suprapto di GNI
Sementara, pada lukisan 2019, menggambarkan sosok petani yang menuntun lembu merah di sebuah kota, seperti hendak bilang 'permisi'. Latar belakangnya tergambar gedung-gedung menjulang, dengan matahari terbakar. Di kedua sisi jalan, ribuan objek berhimpitan, sesak. Kumpulan orang ini ada yang berambut, ada pula yang gundul.
Selain pameran tunggal, Yos juga terlibat pula dalam pameran bersama, salah satunya Mata Hati Demokrasi di Taman Budaya Surakarta pada 2002. Tak hanya itu, Yos juga mengkritisi isu korupsi di lingkungan elit birokrasi dalam pameran tunggal bertajuk Republik Udang di Tembi Gallery, Yogyakarta pada 2005.
Editor: Fajar Sidik
Seteleng ini, rencananya dijadwalkan pada 19 Desember 2024 sampai 19 Januari 2025. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada kejelasan dari pihak penyelenggara pameran. Pada Senin, (23/12/2024), siang, pintu Gedung A, GNI juga masih terkunci.
Baca juga: Mengungkai Pembatalan Pameran Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia
Saat ditemui awak media di GNI, Yos rencananya menurunkan karya-karyanya sebagai bentuk kekecewaan pada GNI. Penurunan ini dijadwalkan pada pukul 11.00 WIB, akan tetapi hingga sore hari, sang seniman juga belum bisa mengakses karya-karyanya yang telah berada di GNI.
"Ini mau dibilang enggak dibredel bagaimana coba, wong senimannya aja enggak boleh masuk [ke ruang pamer] dan digembok," papar Yos saat bertemu dengan awak media di Wisma GNI, pada Senin, (23/12/2024) siang.
Sebab musabab dibatalkannya pameran Yos, karena ada 5 lukisan yang menurut kurator dan GNI tidak sesuai dengan tema kuratorial. Namun, Yos menyangkal jika kelima lukisan tersebut melenceng dari tema awal, ataupun vulgar, sebab semua karya tersebut adalah bagian yang saling melengkapi.
Adapun, kelima lukisan tersebut bertajuk Konoha 1, Konoha 2, Makan Malam, 2019, dan Niscaya. Dari amatan versi digital, lukisan tersebut menggambarkan objek figur petani dan raja dengan lanskap alam dan perkotaan, serta sapuan kuas yang memberi kesan psychedelic.
Sebelumnya, pada Jumat (20/12/2024) Menteri Kebudayan Fadli Zon juga sempat buka suara terkait isu penundaan pameran. Menurutnya, proses pameran tersebut bukanlah proses pameran baru, di mana sebelumnya telah ada komunikasi dengan kurator, hingga dipilih tema yang disepakati.
Namun, dalam proses akhirnya ada beberapa lukisan yang tidak sesuai dengan tema, hingga silang pendapat antara kurator dan seniman. Bahkan, sang pelukis juga memasang sendiri lukisan-lukisan yang tidak disetujui tersebut, meski dianggap tidak pas dengan tema awal.
"Ada tema yang mungkin motifnya politik, makian pada seseorang. Ada juga yang telanjang. Sedang bersetubuh, dengan memakai topi, yang memunyai identitas dan afinitas tertentu. Seperti topi raja Jawa atau Mataram, yang membuat ketersinggungan orang," katanya.
Profil Yos Suprapto
Yos Suprapto lahir di Surabaya, 26 Oktober 1952. Kepiawaiannya menggambar membuat Yos kuliah di Sekolah Tinggi Seni Rupa Asri, Yogyakarta, pada 1970-1974. Namun, karena pecah Peristiwa Lima Belas Januari (Malari) pada 1974, Yos yang disebut-sebut sebagai provokator terpaksa kabur ke Australia. Dikenal sebagai perupa yang tidak pernah lepas dari isu sosial, Yos mulai aktif di dunia seni rupa sejak era 1970-an. Karya-karyanya banyak mengungkai tentang masalah sosial, politik, dan budaya, khususnya isu ekologi.
Perihal alam dan ekologi inilah yang kemudian terefleksi dalam pameran tunggal pertamanya, Bersatu dengan Alam di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 1994. Refleksi dengan esensi yang sama, juga terejawantah dalam pamerannya di GNI pada 2017.
Penderitaan dan isu kekerasan dari aparatus juga kerap diungkai oleh Yos lewat lukisan-lukisannya. Dengan gaya realis, seniman berambut perak itu juga kerap menggunakan warna-warna ngejreng, yang bahkan terkesan kontras dengan lanskap alam atau perkotaan.
Seniman Yos Suprapto (berbaju batik) saat berjalan menuju kantor GNI untuk menanyakan kunci akses ke gedung A, GNI pada Senin (23/12/24). (Sumber gambar: Himawan L Nugraha)
Pada salah satu lukisan yang dipermasalahkan dalam pameran kali ini misalnya yang bertajuk Konoha 1. Berdasarkan amatan dari versi digital, karya ini mengimak sosok seorang raja yang duduk di atas singgasana dengan kaki menginjak dua orang di bawahnya, dengan warna-warna kontras.
Sosok raja tersebut ditampilkan dalam posisi jumawa, laiknya berpose di depan kamera fotografer. Sementara itu, dua orang di bawahnya mengkerut ketakutan dengan tubuh menggigil. Sebab, di belakang raja tersebut berdiri kelimun serdadu yang mengarahkan moncong senjata pada mereka.
Baca juga: Jadi Polemik, Begini Kronologi Pameran Tunggal Yos Suprapto di GNI
Sementara, pada lukisan 2019, menggambarkan sosok petani yang menuntun lembu merah di sebuah kota, seperti hendak bilang 'permisi'. Latar belakangnya tergambar gedung-gedung menjulang, dengan matahari terbakar. Di kedua sisi jalan, ribuan objek berhimpitan, sesak. Kumpulan orang ini ada yang berambut, ada pula yang gundul.
Selain pameran tunggal, Yos juga terlibat pula dalam pameran bersama, salah satunya Mata Hati Demokrasi di Taman Budaya Surakarta pada 2002. Tak hanya itu, Yos juga mengkritisi isu korupsi di lingkungan elit birokrasi dalam pameran tunggal bertajuk Republik Udang di Tembi Gallery, Yogyakarta pada 2005.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.