Harga Mobil Listrik 2025 Masih Tertolong Insentif Pajak Sektor Otomotif
23 December 2024 |
22:00 WIB
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyambut baik langkah pemerintah yang memberikan beragam insentif fiskal terhadap sektor otomotif nasional. Kebijakan itu diyakini akan membantu memulihkan dan menggairahkan industri kendaraan di dalam negeri.
Yohanes Nangoi, Ketua Umum Gaikindo, menilai bahwa kebijakan pemerintah terhadap sektor otomotif di dalam negeri merupakan respons cepat untuk menjaga kelangsungan industri kendaraan bermotor Indonesia. Menurutnya, industri otomotif di dalam negeri sedang mengalami tekanan karena berbagai faktor yang terjadi sejak tahun lalu.
Baca juga: Tanggapan Pelaku Usaha Otomotif Soal Kenaikan Tarif PPN 12 Persen
“Oleh karena itu, keluarnya kebijakan insentif dari pemerintah bagi kendaraan hybrid, merupakan berita baik yang diharapkan mampu memulihkan dan menggairahkan kembali industri kendaraan bermotor Indonesia,” katanya dalam siaran pers pada Senin (23/12/2024).
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan insentif fiskal sebesar 3 persen untuk kendaraan hibrida (HEV) yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Kemudian, kebijakan insentif untuk kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) yang sudah lebih dahulu diberlakukan pemerintah juga tetap berlaku dengan kebijakan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) DTP 10 persen untuk impor mobil listrik completely knocked down (CKD).
Tidak hanya itu, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan PPnBM DTP terhadap impor mobil listrik secara utuh atau completely built up (CBU) dan CKD sebesar 15 persen. Selain itu, ada juga pembebasan bea masuk impor mobil listrik CBU.
Dia menambahkan, pemerintah Indonesia sedang berupaya mendorong bauran kendaraan bermotor yang rendah emisi dan hemat bahan bakar atau low carbon emission vehicle (LCEV). Langkah ini sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil serta menuju karbon netral pada 2060.
Menurutnya, kombinasi penjualan kendaraan bermotor BEV dan HEV dari Januari hingga November 2024 mencapai 11,6 persen dari pangsa pasar. “Dan kebijakan pemberian insentif untuk kendaraan bermotor berbasis BEV serta yang terkini kebijakan pemberian insentif fiskal untuk kendaraan hybrid, menjadi langkah pemerintah Indonesia untuk mendorong daya saing kendaraan tersebut agar mampu meningkatkan penetrasinya di pasar nasional,” katanya.
Baca juga: Resensi Buku Memoar William Soeryadjaya, Kisah Jatuh Bangun Legenda Otomotif Indonesia
Dia menuturkan, kebijakan insentif terhadap industri kendaraan bermotor Indonesia, terutama HEV dan BEV, dapat mengeliminasi kekhawatiran para pelaku usaha mengenai risiko kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025.
”Kebijakan positif dari pemerintah tersebut membangun keyakinan bagi industri kendaraan bermotor Indonesia, bahwa kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 tidak akan berdampak negatif terhadap potensi penjualan, dan bahkan dapat diabaikan,” ujarnya.
Editor: Fajar Sidik
Yohanes Nangoi, Ketua Umum Gaikindo, menilai bahwa kebijakan pemerintah terhadap sektor otomotif di dalam negeri merupakan respons cepat untuk menjaga kelangsungan industri kendaraan bermotor Indonesia. Menurutnya, industri otomotif di dalam negeri sedang mengalami tekanan karena berbagai faktor yang terjadi sejak tahun lalu.
Baca juga: Tanggapan Pelaku Usaha Otomotif Soal Kenaikan Tarif PPN 12 Persen
“Oleh karena itu, keluarnya kebijakan insentif dari pemerintah bagi kendaraan hybrid, merupakan berita baik yang diharapkan mampu memulihkan dan menggairahkan kembali industri kendaraan bermotor Indonesia,” katanya dalam siaran pers pada Senin (23/12/2024).
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan insentif fiskal sebesar 3 persen untuk kendaraan hibrida (HEV) yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Kemudian, kebijakan insentif untuk kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) yang sudah lebih dahulu diberlakukan pemerintah juga tetap berlaku dengan kebijakan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) DTP 10 persen untuk impor mobil listrik completely knocked down (CKD).
Tidak hanya itu, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan PPnBM DTP terhadap impor mobil listrik secara utuh atau completely built up (CBU) dan CKD sebesar 15 persen. Selain itu, ada juga pembebasan bea masuk impor mobil listrik CBU.
Dia menambahkan, pemerintah Indonesia sedang berupaya mendorong bauran kendaraan bermotor yang rendah emisi dan hemat bahan bakar atau low carbon emission vehicle (LCEV). Langkah ini sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil serta menuju karbon netral pada 2060.
Menurutnya, kombinasi penjualan kendaraan bermotor BEV dan HEV dari Januari hingga November 2024 mencapai 11,6 persen dari pangsa pasar. “Dan kebijakan pemberian insentif untuk kendaraan bermotor berbasis BEV serta yang terkini kebijakan pemberian insentif fiskal untuk kendaraan hybrid, menjadi langkah pemerintah Indonesia untuk mendorong daya saing kendaraan tersebut agar mampu meningkatkan penetrasinya di pasar nasional,” katanya.
Baca juga: Resensi Buku Memoar William Soeryadjaya, Kisah Jatuh Bangun Legenda Otomotif Indonesia
Dia menuturkan, kebijakan insentif terhadap industri kendaraan bermotor Indonesia, terutama HEV dan BEV, dapat mengeliminasi kekhawatiran para pelaku usaha mengenai risiko kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025.
”Kebijakan positif dari pemerintah tersebut membangun keyakinan bagi industri kendaraan bermotor Indonesia, bahwa kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 tidak akan berdampak negatif terhadap potensi penjualan, dan bahkan dapat diabaikan,” ujarnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.