Mengenal Istilah Throning dan Dampaknya, Tren Kencan di Kalangan Gen Z
23 December 2024 |
19:42 WIB
Ada banyak istilah populer di dunia kencan ala Generasi Z, salah satunya throning. Istilah throning merujuk pada gaya berpacaran yang tidak dilandasi cinta melainkan motif untuk mendongkrak status sosial. Mendekati seseorang yang berpengaruh untuk mengangkat reputasi dan status sosial di lingkungan mereka.
Mengutip dari Newsweek, istilah throning mengacu pada gaya berkencan dengan seseorang yang tujuan utamanya untuk meningkatkan status sosial atau reputasi seseorang.
Fenomena throning berkaitan salah satunya dengan sebuah hasil studi dari Science Advances, yang mengungkapkan bahwa sebagian besar pengguna aplikasi kencan mencari pasangan yang 25 persen lebih menarik daripada mereka. Hal ini secara tidak langsung menyiratkan keinginan untuk dekat dengan seseorang yang dianggap memiliki status lebih tinggi.
Baca juga: Affordating Jadi Tren Baru Kencan Milenial & Gen Z, Apa Itu?
Dalam konsep throning, status sosial pasangan lebih diutamakan daripada kualitas pribadi mereka. Ini tentang menempatkan status sosial pasangan di atas nilai personal mereka. Seperti diketahui, saat ini, pengaruh sosial yang besar dinilai sama pentingnya dengan kekayaan finansial.
Menurut Jo Emerson, pakar perilaku manusia, salah satu latar belakang munculnya tren throning ialah media sosial. Melalui kekuatan media sosial, Gen Z telah melihat bagaimana orang biasa bisa menjadi kaya, berpengaruh, dan terkenal sehingga mereka memimpikan hal ini untuk diri mereka sendiri.
Dia menilai, bagi Gen Z, di zaman sekarang siapapun bisa menjadi terkenal secara daring dan hal itu merupakan tujuan yang realistis, sehingga tak jarang mereka menggunakan peran orang lain untuk mencapai popularitas tersebut.
"Di zaman sekarang, siapa pun bisa menjadi terkenal secara daring, jadi kekayaan, pengaruh, dan kekuasaan berada dalam jangkauan rata-rata orang. Sedangkan untuk Generasi X atau bahkan generasi Milenial, Anda hanya akan menjadi terkenal jika Anda sangat berbakat dan beruntung," katanya.
Sementara itu, pakar hubungan Siddharrth S. Kumaar menilai motivasi di balik sikap throning di kalangan Gen Z seringkali didasari keinginan untuk mendapatkan validasi sosial, akses ke lingkaran sosial eksklusif, peningkatan harga diri, hingga meningkatnya pengaruh mereka di media sosial.
"Hubungan yang hanya didasarkan pada peningkatan status sosial tidak memiliki dasar minat, kasih sayang, dan keintiman yang sama. Throning mengutamakan pengaruh daripada hubungan yang tulus," katanya dikutip dari Hindustan Times.
Pakar hubungan Kate Daly menuturkan menjalin hubungan berdasarkan status sosial dapat menciptakan ekspektasi yang tidak realistis dalam hubungan, karena sikap tersebut lebih memprioritaskan hal-hal eksternal yang berkaitan dengan pencapaian tertentu daripada kualitas hubungan atau kecocokan yang lebih dalam.
Ketika pasangan dipilih terutama berdasarkan prestasi atau kedudukan sosial mereka, lanjutnya, individu berisiko mengembangkan pandangan transaksional terhadap hubungan, di mana harga diri menjadi terikat pada kemampuan mereka untuk 'menyamai' status pasangan mereka.
Pada gilirannya, dinamika hubungan seperti ini dapat menghambat pertumbuhan pribadi dengan menumbuhkan ketergantungan atau rasa tidak aman, terutama jika salah satu pasangan merasa harus terus-menerus membuktikan nilai mereka.
"Sisi sebaliknya adalah hal itu dapat menginspirasi ambisi atau peningkatan diri jika didekati dengan cara yang sehat. Tantangannya terletak pada menyeimbangkan aspirasi dengan keaslian emosional, memastikan hubungan menjadi sumber dukungan, bukan tekanan," katanya.
Baca juga: Kenali 3 Jenis Manipulasi Kencan Online Ini, Jangan Terjebak!
Daly juga mengatakan gaya hubungan throning dapat menyebabkan hubungan yang dangkal, kurang mendalam, dan kurang tangguh. Menurutnya, hubungan yang didorong oleh status sosial seringkali lebih rentan terhadap tekanan eksternal, seperti ketidakstabilan keuangan atau perubahan persepsi publik yang dapat mengikis fondasi hubungan.
"Ikatan emosional sangat penting untuk menghadapi tantangan hidup, dan tanpa hubungan yang kuat, pasangan akan kesulitan membangun kepercayaan, empati, dan keintiman," tambahnya.
Dia menambahkan sikap throning dalam hubungan juga dapat menimbulkan kebencian jika salah satu pasangan merasa dimanfaatkan atau diremehkan. Seiring berjalannya waktu, hal-hal yang menyenangkan dalam hubungan berubah menjadi hal-hal yang menyedihkan, sehingga membuat seseorang merasa tidak puas dan kesepian.
Editor: Fajar Sidik
Mengutip dari Newsweek, istilah throning mengacu pada gaya berkencan dengan seseorang yang tujuan utamanya untuk meningkatkan status sosial atau reputasi seseorang.
Fenomena throning berkaitan salah satunya dengan sebuah hasil studi dari Science Advances, yang mengungkapkan bahwa sebagian besar pengguna aplikasi kencan mencari pasangan yang 25 persen lebih menarik daripada mereka. Hal ini secara tidak langsung menyiratkan keinginan untuk dekat dengan seseorang yang dianggap memiliki status lebih tinggi.
Baca juga: Affordating Jadi Tren Baru Kencan Milenial & Gen Z, Apa Itu?
Dalam konsep throning, status sosial pasangan lebih diutamakan daripada kualitas pribadi mereka. Ini tentang menempatkan status sosial pasangan di atas nilai personal mereka. Seperti diketahui, saat ini, pengaruh sosial yang besar dinilai sama pentingnya dengan kekayaan finansial.
Alasan Gen Z Tertarik dengan Throning
Menurut Jo Emerson, pakar perilaku manusia, salah satu latar belakang munculnya tren throning ialah media sosial. Melalui kekuatan media sosial, Gen Z telah melihat bagaimana orang biasa bisa menjadi kaya, berpengaruh, dan terkenal sehingga mereka memimpikan hal ini untuk diri mereka sendiri.Dia menilai, bagi Gen Z, di zaman sekarang siapapun bisa menjadi terkenal secara daring dan hal itu merupakan tujuan yang realistis, sehingga tak jarang mereka menggunakan peran orang lain untuk mencapai popularitas tersebut.
"Di zaman sekarang, siapa pun bisa menjadi terkenal secara daring, jadi kekayaan, pengaruh, dan kekuasaan berada dalam jangkauan rata-rata orang. Sedangkan untuk Generasi X atau bahkan generasi Milenial, Anda hanya akan menjadi terkenal jika Anda sangat berbakat dan beruntung," katanya.
Sementara itu, pakar hubungan Siddharrth S. Kumaar menilai motivasi di balik sikap throning di kalangan Gen Z seringkali didasari keinginan untuk mendapatkan validasi sosial, akses ke lingkaran sosial eksklusif, peningkatan harga diri, hingga meningkatnya pengaruh mereka di media sosial.
"Hubungan yang hanya didasarkan pada peningkatan status sosial tidak memiliki dasar minat, kasih sayang, dan keintiman yang sama. Throning mengutamakan pengaruh daripada hubungan yang tulus," katanya dikutip dari Hindustan Times.
Dampak Throning dalam Hubungan
Pakar hubungan Kate Daly menuturkan menjalin hubungan berdasarkan status sosial dapat menciptakan ekspektasi yang tidak realistis dalam hubungan, karena sikap tersebut lebih memprioritaskan hal-hal eksternal yang berkaitan dengan pencapaian tertentu daripada kualitas hubungan atau kecocokan yang lebih dalam.Ketika pasangan dipilih terutama berdasarkan prestasi atau kedudukan sosial mereka, lanjutnya, individu berisiko mengembangkan pandangan transaksional terhadap hubungan, di mana harga diri menjadi terikat pada kemampuan mereka untuk 'menyamai' status pasangan mereka.
Pada gilirannya, dinamika hubungan seperti ini dapat menghambat pertumbuhan pribadi dengan menumbuhkan ketergantungan atau rasa tidak aman, terutama jika salah satu pasangan merasa harus terus-menerus membuktikan nilai mereka.
"Sisi sebaliknya adalah hal itu dapat menginspirasi ambisi atau peningkatan diri jika didekati dengan cara yang sehat. Tantangannya terletak pada menyeimbangkan aspirasi dengan keaslian emosional, memastikan hubungan menjadi sumber dukungan, bukan tekanan," katanya.
Baca juga: Kenali 3 Jenis Manipulasi Kencan Online Ini, Jangan Terjebak!
Daly juga mengatakan gaya hubungan throning dapat menyebabkan hubungan yang dangkal, kurang mendalam, dan kurang tangguh. Menurutnya, hubungan yang didorong oleh status sosial seringkali lebih rentan terhadap tekanan eksternal, seperti ketidakstabilan keuangan atau perubahan persepsi publik yang dapat mengikis fondasi hubungan.
"Ikatan emosional sangat penting untuk menghadapi tantangan hidup, dan tanpa hubungan yang kuat, pasangan akan kesulitan membangun kepercayaan, empati, dan keintiman," tambahnya.
Dia menambahkan sikap throning dalam hubungan juga dapat menimbulkan kebencian jika salah satu pasangan merasa dimanfaatkan atau diremehkan. Seiring berjalannya waktu, hal-hal yang menyenangkan dalam hubungan berubah menjadi hal-hal yang menyedihkan, sehingga membuat seseorang merasa tidak puas dan kesepian.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.