Bisnis Hamper Kian Moncer Menjelang Natal dan Tahun Baru
18 December 2024 |
15:09 WIB
Momen menjelang Natal dan Tahun Baru adalah waktu emas untuk berburu hadiah dan hantaran. Beragam jenis hamper (hampers), mulai dari makanan sampai perabot rumah biasanya dipesan untuk dikirim sebagai kado maupun digunakan pribadi. Ini banyak mendatangkan pesanan bagi para pelaku usaha.
Salah satunya Sherine Wijaya (26), perintis Saige Gift yang memulai bisnis hamper sejak Januari 2024. Dia menentukan katalog produk berdasarkan tren pasar. Misal pada musim sebelumnya, Saige menghadirkan matcha sebagai tema utama desain hingga isi produk yang dijual. Selain tren, mereka turut mengikuti momen perayaan umum seperti Imlek, Idul Fitri hingga Natal.
Kendati begitu, timnya tetap menerima pesanan di luar katalog yang disajikan. Misalnya pesanan untuk pernikahan, ulang tahun, maupun corporate gift yang berbasis custom order. Ya, Sherine menargetkan pasar mulai dari masyarakat umum, resto dan kafe hingga korporasi. “Produk Saige tidak hanya laku untuk kado pribadi. Set gelas kita kemarin justru sold sama resto,” katanya.
Baca juga: Rekomendasi Ide Hampers: Ogura Cheddar Cheese Cake oleh Chef Jenny MCI 8
Perbedaan utama Saige dan merek lain ada pada boks penyimpanan produk. Sherine membuat boks penyimpanan produknya tampil berkelas. Dia sampai harus bekerja sama dengan supplier dalam dan luar negeri demi mendapatkan kualitas produk yang sesuai harapannya.
Terkait kolaborasi, Saige telah melakukannya dengan merek kudapan kalengan bernama Melts. Kerja sama ini bermula pada musim matcha series, dan berlanjut hingga christmas series. Kolaborasi mereka menghasilkan beragam jenis paket hamper berisi kue-kue kering produksi Melts, dibalut beragam peralatan rumah tangga dengan desain boks hantaran dari Saige.
“Nanti akan lebih banyak collab sama FNB lagi. Sama mau bikin produk bersama petani Indonesia. Buat produk kaya madu, teh, atau lainnya,” tambah Sherine.
Belum genap setahun, Saige telah mampu meraup omset sekitar Rp80-90 juta setiap bulan dan masih bisa bertambah di momentum besar.
Selaras, Linda Astri Dwi Wulandari (32) dan Dian Ratna Ayu Paramita (26) merintis merek Arutala Gift pada 2020. Usaha ini bermula dari pengalaman pribadi mereka saat masa pandemi, yang hanya dapat berkirim hadiah kepada kerabat. Keduanya lantas melihat peluang ini sebagai ladang bisnis.
“Kemudian kami memutuskan untuk lebih serius pada bisnis kecil ini dengan mengeluarkan katalog hampers lebaran pada 2020,” ucap Linda.
Mereka tak menyangka bahwa antusiasme masyarakat terhadap produk yang dibuat cukup besar. Omzet pertama mereka bahkan tembus di angka Rp 70 juta kala itu.
Salah satu prinsip yang dipegang adalah konsep keberlanjutan. Tren apa pun yang diterapkan untuk lini produknya, baik isi maupun kemasannya sebisa mungkin dibuat ramah lingkungan. “Kami menggunakan bahan yang bisa didaur ulang. Lebih sering menggunakan bahan seperti rotan, anyaman eceng gondok, atau kayu daripada kardus atau plastik,” tambahnya.
Adapun, pemasok mereka seluruhnya berasal dari dalam negeri, khususnya pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) hingga pengrajin lokal. Keduanya sepakat ingin memberdayakan sebanyak mungkin pelaku UMKM dan pengrajin, terutama dari kalangan perempuan.
“Kami punya misi untuk bisa merangkul banyak perempuan untuk bisa mandiri secara finansial,” tambah Linda.
Tentang omset, Arutala dapat meraup Rp40 juta sampai Rp75 juta setiap bulannya. Adapun momen paling cuan bagi mereka adalah di momen Ramadan maupun akhir tahun. “Jika biasanya tiap bulan hanya di kisaran 300 pcs, saat peak season bisa mencapai ribuan pcs,” ujar Linda.
Arutala menyebut tantangan saat ini ada di persaingan pasar. Membuat mereka harus putar otak menyediakan kebaruan dari segi desain, strategi pemasaran, sampai perbandingan harga dengan merek lain. Bukan itu saja, berjualan secara daring nyatanya tak lepas dari hambatan.
“Saat ini, berjualan di e-commerce juga banyak sekali potongannya, sehingga keuntungan semakin sedikit,” tambahnya.
Selain itu, ada Jennie Andriyani (27) yang beralih dari pemilik bisnis pakaian ke bisnis hantaran pada 2021, dengan nama merek Legifty. “Kemarin sempat Covid dan bisnis baju online menurun, jadinya berpikir untuk membuat bisnis baru. Entah kenapa kepikiran aja untuk buat Hampers,” katanya.
Legifty lebih fokus menjajakan produk musiman seperti Natal, Imlek maupun lebaran setiap tahunnya. Walau memiliki tim produksi sendiri, tak dimungkiri oleh Jennie bahwa dia masih harus bekerja sama dengan supplier luar negeri untuk beberapa kebutuhan.
Menurutnya, ada sejumlah tantangan dalam menjalankan bisnis ini. Misalnya terkait perumusan ide untuk mendesain katalog musiman. “[Tantangannya harus] Mencari Ide dari nol sih, karena ini lumayan tricky dan makan waktu,” lanjutnya.
Selain itu tantangan yang dirasakan Jennie juga ada pada persaingan merek hantaran. Dia menyebut saat ini toko hampers sudah menjamur. Begitu juga dengan custom order yang kadang mendadak. “Beberapa klien request order cepat. Kami berupaya menepati janji tersebut sehingga customer satisfaction menjadi top priority,” tutup Jennie.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Salah satunya Sherine Wijaya (26), perintis Saige Gift yang memulai bisnis hamper sejak Januari 2024. Dia menentukan katalog produk berdasarkan tren pasar. Misal pada musim sebelumnya, Saige menghadirkan matcha sebagai tema utama desain hingga isi produk yang dijual. Selain tren, mereka turut mengikuti momen perayaan umum seperti Imlek, Idul Fitri hingga Natal.
Kendati begitu, timnya tetap menerima pesanan di luar katalog yang disajikan. Misalnya pesanan untuk pernikahan, ulang tahun, maupun corporate gift yang berbasis custom order. Ya, Sherine menargetkan pasar mulai dari masyarakat umum, resto dan kafe hingga korporasi. “Produk Saige tidak hanya laku untuk kado pribadi. Set gelas kita kemarin justru sold sama resto,” katanya.
Baca juga: Rekomendasi Ide Hampers: Ogura Cheddar Cheese Cake oleh Chef Jenny MCI 8
Perbedaan utama Saige dan merek lain ada pada boks penyimpanan produk. Sherine membuat boks penyimpanan produknya tampil berkelas. Dia sampai harus bekerja sama dengan supplier dalam dan luar negeri demi mendapatkan kualitas produk yang sesuai harapannya.
Terkait kolaborasi, Saige telah melakukannya dengan merek kudapan kalengan bernama Melts. Kerja sama ini bermula pada musim matcha series, dan berlanjut hingga christmas series. Kolaborasi mereka menghasilkan beragam jenis paket hamper berisi kue-kue kering produksi Melts, dibalut beragam peralatan rumah tangga dengan desain boks hantaran dari Saige.
“Nanti akan lebih banyak collab sama FNB lagi. Sama mau bikin produk bersama petani Indonesia. Buat produk kaya madu, teh, atau lainnya,” tambah Sherine.
Belum genap setahun, Saige telah mampu meraup omset sekitar Rp80-90 juta setiap bulan dan masih bisa bertambah di momentum besar.
Selaras, Linda Astri Dwi Wulandari (32) dan Dian Ratna Ayu Paramita (26) merintis merek Arutala Gift pada 2020. Usaha ini bermula dari pengalaman pribadi mereka saat masa pandemi, yang hanya dapat berkirim hadiah kepada kerabat. Keduanya lantas melihat peluang ini sebagai ladang bisnis.
“Kemudian kami memutuskan untuk lebih serius pada bisnis kecil ini dengan mengeluarkan katalog hampers lebaran pada 2020,” ucap Linda.
Mereka tak menyangka bahwa antusiasme masyarakat terhadap produk yang dibuat cukup besar. Omzet pertama mereka bahkan tembus di angka Rp 70 juta kala itu.
Salah satu prinsip yang dipegang adalah konsep keberlanjutan. Tren apa pun yang diterapkan untuk lini produknya, baik isi maupun kemasannya sebisa mungkin dibuat ramah lingkungan. “Kami menggunakan bahan yang bisa didaur ulang. Lebih sering menggunakan bahan seperti rotan, anyaman eceng gondok, atau kayu daripada kardus atau plastik,” tambahnya.
Adapun, pemasok mereka seluruhnya berasal dari dalam negeri, khususnya pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) hingga pengrajin lokal. Keduanya sepakat ingin memberdayakan sebanyak mungkin pelaku UMKM dan pengrajin, terutama dari kalangan perempuan.
“Kami punya misi untuk bisa merangkul banyak perempuan untuk bisa mandiri secara finansial,” tambah Linda.
Tentang omset, Arutala dapat meraup Rp40 juta sampai Rp75 juta setiap bulannya. Adapun momen paling cuan bagi mereka adalah di momen Ramadan maupun akhir tahun. “Jika biasanya tiap bulan hanya di kisaran 300 pcs, saat peak season bisa mencapai ribuan pcs,” ujar Linda.
Arutala menyebut tantangan saat ini ada di persaingan pasar. Membuat mereka harus putar otak menyediakan kebaruan dari segi desain, strategi pemasaran, sampai perbandingan harga dengan merek lain. Bukan itu saja, berjualan secara daring nyatanya tak lepas dari hambatan.
“Saat ini, berjualan di e-commerce juga banyak sekali potongannya, sehingga keuntungan semakin sedikit,” tambahnya.
Selain itu, ada Jennie Andriyani (27) yang beralih dari pemilik bisnis pakaian ke bisnis hantaran pada 2021, dengan nama merek Legifty. “Kemarin sempat Covid dan bisnis baju online menurun, jadinya berpikir untuk membuat bisnis baru. Entah kenapa kepikiran aja untuk buat Hampers,” katanya.
Legifty lebih fokus menjajakan produk musiman seperti Natal, Imlek maupun lebaran setiap tahunnya. Walau memiliki tim produksi sendiri, tak dimungkiri oleh Jennie bahwa dia masih harus bekerja sama dengan supplier luar negeri untuk beberapa kebutuhan.
Menurutnya, ada sejumlah tantangan dalam menjalankan bisnis ini. Misalnya terkait perumusan ide untuk mendesain katalog musiman. “[Tantangannya harus] Mencari Ide dari nol sih, karena ini lumayan tricky dan makan waktu,” lanjutnya.
Selain itu tantangan yang dirasakan Jennie juga ada pada persaingan merek hantaran. Dia menyebut saat ini toko hampers sudah menjamur. Begitu juga dengan custom order yang kadang mendadak. “Beberapa klien request order cepat. Kami berupaya menepati janji tersebut sehingga customer satisfaction menjadi top priority,” tutup Jennie.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.