Kemenkes RI Targetkan 90% Kasus Kanker Serviks Terdeteksi Dini & Mendapat Penanganan Tepat
03 December 2024 |
19:00 WIB
Kanker serviks atau leher rahim tetap menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Meskipun jenis kanker ini dapat dicegah dan diobati jika terdeteksi sejak dini, upaya untuk menghilangkan kanker serviks di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, saat ini Indonesia tengah berfokus pada pendekatan eliminasi kanker serviks melalui strategi 90-70-90. Strategi ini bertujuan untuk mencapai 90% perempuan yang menerima vaksinasi HPV, 70% yang menjalani skrining, dan 90% kasus kanker serviks yang terdeteksi dapat menerima pengobatan yang tepat.
Baca juga: Kasus Tertinggi Ke-2 di Asia Tenggara, Begini Strategi Pemerintah Eliminasi Kanker Serviks
“Kanker serviks adalah salah satu jenis kanker yang dapat dicegah secara signifikan melalui vaksinasi HPV dan skrining dini. Dengan deteksi awal, kita bisa menghentikan penyebaran kanker ini,” ujarnya.
Namun, penerapan strategi ini menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam aspek sosial dan budaya. Banyak perempuan Indonesia yang merasa malu atau enggan melakukan pemeriksaan karena prosedur yang dianggap invasif.
Pemeriksaan serviks, yang memerlukan pengambilan sampel dari area sekitar rahim, sering kali dianggap memalukan oleh sebagian perempuan. “Selain itu, perempuan di Indonesia sering merasa perlu meminta izin dari suami mereka sebelum melakukan pemeriksaan,” tambah Nadia.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah bekerja sama dengan USAID Momentum, PT Bio Farma, dan Roche Indonesia memperkenalkan metode self-sampling yang memungkinkan perempuan untuk mengambil sampel sendiri setelah mendapatkan pelatihan dari tenaga kesehatan. Pendekatan ini memberikan kenyamanan lebih bagi perempuan dan mengurangi rasa malu, sehingga mereka dapat melakukan pemeriksaan dengan lebih mudah dan mandiri.
Adapun proyek percontohan ini akan mengambil tempat di Jawa Timur. Proyek ini akan mengintegrasikan metode self-sampling dengan sistem hub and spoke yang menghubungkan fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas dengan laboratorium pusat.
Direktur Negara USAID Momentum Maryjane Lacoste sependapat dengan Nadia, bahwa stigma sosial dan kurangnya pemahaman tentang pentingnya deteksi dini menjadi faktor penghambat utama. “Kunci untuk menghilangkan kanker serviks adalah memberdayakan perempuan agar merasa nyaman dan memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan skrining. Dengan pendidikan yang baik, perempuan akan tahu bahwa ada harapan dan pengobatan yang tersedia,” kata Maryjane.
Maryjane berharap data hasil sampling ini dapat mendukung Kementerian Kesehatan dalam merancang program skrining kanker serviks nasional yang lebih luas. “Selain itu, proyek ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi cara terbaik dalam mengedukasi masyarakat, sehingga perempuan merasa lebih percaya diri dan berdaya untuk menjalani skrining,” tambahnya.
Direktur Divisi Diagnostik PT Roche Indonesia Lee Poh Seng menyoroti kendala geografis yang dihadapi dalam upaya eliminasi kanker serviks di Indonesia. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki tantangan besar dalam memastikan akses yang merata terhadap layanan kesehatan, terutama di daerah-daerah terpencil.
"Di wilayah-wilayah terpencil, self-sampling menjadi solusi yang sangat praktis. Perempuan dapat mengambil sampel di rumah, dan hasilnya dikirim ke laboratorium pusat untuk dianalisis," jelas Poh Seng. Menurutnya, proyek percontohan ini merupakan langkah penting dalam memanfaatkan teknologi dan inovasi untuk mendukung eliminasi kanker serviks melalui kolaborasi lintas sektor.
Hasil penelitian dari proyek ini diharapkan dapat membantu memetakan alat diagnostik yang efisien dan tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan wilayah yang berbeda. Dengan demikian, pemerintah dapat menentukan lokasi strategis untuk menempatkan alat diagnostik, seperti PCR yang digunakan dalam skrining kanker serviks. Selain itu, pelatihan tenaga kesehatan juga sangat penting agar hasil pemeriksaan dapat diandalkan dan akurat.
"Setiap tes yang dilakukan harus memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Kami juga berkomitmen untuk memberikan pelatihan kepada tenaga kesehatan agar mereka dapat menjalankan prosedur dengan tepat," tambah Poh Seng.
Baca juga: Ladies Wajib Tahu, Ini 5 Tes Untuk Deteksi Dini Kanker Serviks
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, saat ini Indonesia tengah berfokus pada pendekatan eliminasi kanker serviks melalui strategi 90-70-90. Strategi ini bertujuan untuk mencapai 90% perempuan yang menerima vaksinasi HPV, 70% yang menjalani skrining, dan 90% kasus kanker serviks yang terdeteksi dapat menerima pengobatan yang tepat.
Baca juga: Kasus Tertinggi Ke-2 di Asia Tenggara, Begini Strategi Pemerintah Eliminasi Kanker Serviks
“Kanker serviks adalah salah satu jenis kanker yang dapat dicegah secara signifikan melalui vaksinasi HPV dan skrining dini. Dengan deteksi awal, kita bisa menghentikan penyebaran kanker ini,” ujarnya.
Namun, penerapan strategi ini menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam aspek sosial dan budaya. Banyak perempuan Indonesia yang merasa malu atau enggan melakukan pemeriksaan karena prosedur yang dianggap invasif.
Pemeriksaan serviks, yang memerlukan pengambilan sampel dari area sekitar rahim, sering kali dianggap memalukan oleh sebagian perempuan. “Selain itu, perempuan di Indonesia sering merasa perlu meminta izin dari suami mereka sebelum melakukan pemeriksaan,” tambah Nadia.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah bekerja sama dengan USAID Momentum, PT Bio Farma, dan Roche Indonesia memperkenalkan metode self-sampling yang memungkinkan perempuan untuk mengambil sampel sendiri setelah mendapatkan pelatihan dari tenaga kesehatan. Pendekatan ini memberikan kenyamanan lebih bagi perempuan dan mengurangi rasa malu, sehingga mereka dapat melakukan pemeriksaan dengan lebih mudah dan mandiri.
Adapun proyek percontohan ini akan mengambil tempat di Jawa Timur. Proyek ini akan mengintegrasikan metode self-sampling dengan sistem hub and spoke yang menghubungkan fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas dengan laboratorium pusat.
Direktur Negara USAID Momentum Maryjane Lacoste sependapat dengan Nadia, bahwa stigma sosial dan kurangnya pemahaman tentang pentingnya deteksi dini menjadi faktor penghambat utama. “Kunci untuk menghilangkan kanker serviks adalah memberdayakan perempuan agar merasa nyaman dan memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan skrining. Dengan pendidikan yang baik, perempuan akan tahu bahwa ada harapan dan pengobatan yang tersedia,” kata Maryjane.
Maryjane berharap data hasil sampling ini dapat mendukung Kementerian Kesehatan dalam merancang program skrining kanker serviks nasional yang lebih luas. “Selain itu, proyek ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi cara terbaik dalam mengedukasi masyarakat, sehingga perempuan merasa lebih percaya diri dan berdaya untuk menjalani skrining,” tambahnya.
Tantangan Geografis dalam Eliminasi Kanker Serviks
Direktur Divisi Diagnostik PT Roche Indonesia Lee Poh Seng menyoroti kendala geografis yang dihadapi dalam upaya eliminasi kanker serviks di Indonesia. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki tantangan besar dalam memastikan akses yang merata terhadap layanan kesehatan, terutama di daerah-daerah terpencil."Di wilayah-wilayah terpencil, self-sampling menjadi solusi yang sangat praktis. Perempuan dapat mengambil sampel di rumah, dan hasilnya dikirim ke laboratorium pusat untuk dianalisis," jelas Poh Seng. Menurutnya, proyek percontohan ini merupakan langkah penting dalam memanfaatkan teknologi dan inovasi untuk mendukung eliminasi kanker serviks melalui kolaborasi lintas sektor.
Hasil penelitian dari proyek ini diharapkan dapat membantu memetakan alat diagnostik yang efisien dan tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan wilayah yang berbeda. Dengan demikian, pemerintah dapat menentukan lokasi strategis untuk menempatkan alat diagnostik, seperti PCR yang digunakan dalam skrining kanker serviks. Selain itu, pelatihan tenaga kesehatan juga sangat penting agar hasil pemeriksaan dapat diandalkan dan akurat.
"Setiap tes yang dilakukan harus memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Kami juga berkomitmen untuk memberikan pelatihan kepada tenaga kesehatan agar mereka dapat menjalankan prosedur dengan tepat," tambah Poh Seng.
Baca juga: Ladies Wajib Tahu, Ini 5 Tes Untuk Deteksi Dini Kanker Serviks
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.