Ini Penyebab Angka Kejadian Kanker Serviks Masih TInggi
19 May 2022 |
16:58 WIB
Kanker serviks masih menempati posisi kedua kasus kanker terbanyak secara global. Di Indonesia, pada 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sebanyak 21.003 kasus kematian perempuan di Indonesia akibat kanker serviks.
Padahal, hampir semua kasus dan kematian akibat kanker ini bisa dicegah melalui deteksi dini dan imunisasi. Sayangnya, menurut menurut survei global Roche, 60 persen masyarakat global masih menghadapi hambatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dengan berbagai alasan.
Country Manager Diagnostics Roche Indonesia Ahmed Hassan menerangkan alasan tersebut seperti kurangnya informasi, faktor biaya, hingga ketakutan terhadap hasil tes yang positif.
Hal ini tentu menjadi hambatan dalam melakukan deteksi dini suatu penyakit. "Pada kanker serviks yang terlambat dideteksi, angka harapan hidup pasien kanker serviks dapat turun menjadi kurang dari 20 persen," tegas Ahmed.
Adapun kanker serviks disebabkan oleh infeksi Human Pappilomavirus (HPV). Penularan dapat terjadi salah satunya melalui hubungan intim. Meskipun tanpa gejala, infeksi dapat berlanjut beberapa tahun setelah terpapar virus HPV.
Oleh karena itu, pemeriksaan fisik melalui deteksi dini yang inovatif hingga penanganan infeksi virus HPV untuk mencegah penularan, perlu diinformasikan secara berkala agar kesadaran masyarakat semakin meningkat.
Ketua Dewan Penasihat Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia dr. Andrijono menerangkan perempuan yang sudah melakukan hubungan seksual rentan terhadap risiko penularan virus HPV, terlebih jika usia mereka di bawah 20 tahun.
Pada tahap ini, deteksi dini sudah menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk mencegah semakin banyaknya keterlambatan penanganan pada kanker serviks. Nah, kata dia ada dalam mendeteksi virus HPV bisa dilakukan dengan tes HPV DNA.
Tahapannya seperti skrining pra kanker untuk mengidentifikasi risiko sebelum munculnya gejala, kolposkopi untuk menindaklanjuti tes skrining kanker serviks yang abnormal, dan konfirmasi adanya kanker melalui pengambilan sel dari leher rahim untuk pemeriksaan laboratorium.
"Paling akurat untuk mendeteksi virus dengan DNA HPV sampai 94 persen," sebutnya.
Sementara itu, Koordinator Substansi Penyakit Kanker dan Kelainan Darah Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Aldrin Neilwan Pancaputra menyebut akses deteksi dini dan perawatan tentu akan menjadi prioritas bagi pemerintah.
Terbentuknya kelompok kerja pengendalian penyakit kanker leher rahim dan payudara yang sudah berjalan membantu untuk menyosialisasikan pemahaman dasar mengenai kanker serviks.
"Kami akan terus melakukan evaluasi secara berkala terkait perkembangan teknis penyelenggaraan penanggulangan, khususnya dalam deteksi dini. Harapan kami, semakin banyak masyarakat yang dapat kami jangkau ke depannya,” tuturnya.
Editor: Indyah Sutriningrum
Padahal, hampir semua kasus dan kematian akibat kanker ini bisa dicegah melalui deteksi dini dan imunisasi. Sayangnya, menurut menurut survei global Roche, 60 persen masyarakat global masih menghadapi hambatan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dengan berbagai alasan.
Country Manager Diagnostics Roche Indonesia Ahmed Hassan menerangkan alasan tersebut seperti kurangnya informasi, faktor biaya, hingga ketakutan terhadap hasil tes yang positif.
Hal ini tentu menjadi hambatan dalam melakukan deteksi dini suatu penyakit. "Pada kanker serviks yang terlambat dideteksi, angka harapan hidup pasien kanker serviks dapat turun menjadi kurang dari 20 persen," tegas Ahmed.
Adapun kanker serviks disebabkan oleh infeksi Human Pappilomavirus (HPV). Penularan dapat terjadi salah satunya melalui hubungan intim. Meskipun tanpa gejala, infeksi dapat berlanjut beberapa tahun setelah terpapar virus HPV.
Oleh karena itu, pemeriksaan fisik melalui deteksi dini yang inovatif hingga penanganan infeksi virus HPV untuk mencegah penularan, perlu diinformasikan secara berkala agar kesadaran masyarakat semakin meningkat.
Ketua Dewan Penasihat Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia dr. Andrijono menerangkan perempuan yang sudah melakukan hubungan seksual rentan terhadap risiko penularan virus HPV, terlebih jika usia mereka di bawah 20 tahun.
Pada tahap ini, deteksi dini sudah menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk mencegah semakin banyaknya keterlambatan penanganan pada kanker serviks. Nah, kata dia ada dalam mendeteksi virus HPV bisa dilakukan dengan tes HPV DNA.
Tahapannya seperti skrining pra kanker untuk mengidentifikasi risiko sebelum munculnya gejala, kolposkopi untuk menindaklanjuti tes skrining kanker serviks yang abnormal, dan konfirmasi adanya kanker melalui pengambilan sel dari leher rahim untuk pemeriksaan laboratorium.
"Paling akurat untuk mendeteksi virus dengan DNA HPV sampai 94 persen," sebutnya.
Sementara itu, Koordinator Substansi Penyakit Kanker dan Kelainan Darah Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Aldrin Neilwan Pancaputra menyebut akses deteksi dini dan perawatan tentu akan menjadi prioritas bagi pemerintah.
Terbentuknya kelompok kerja pengendalian penyakit kanker leher rahim dan payudara yang sudah berjalan membantu untuk menyosialisasikan pemahaman dasar mengenai kanker serviks.
"Kami akan terus melakukan evaluasi secara berkala terkait perkembangan teknis penyelenggaraan penanggulangan, khususnya dalam deteksi dini. Harapan kami, semakin banyak masyarakat yang dapat kami jangkau ke depannya,” tuturnya.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.