Ilustrasi usaha daur ulang sampah plastik | Pexels/SHVETS production

Tren Ekonomi Sirkular, Menilik Prospek Cuan dari Bisnis Daur Ulang

26 November 2024   |   19:40 WIB
Image
Aldehead Marinda Merfonsina Uparatu Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Kesadaran akan isu keberlanjutan lingkungan nyatanya menjadi perhatian serius sejumlah pihak, terutama terkait sampah yang banyak berakhir di tempat pembuangan. Padahal, sampah tetap memiliki siklus daur yang dapat mengurangi beban bagi lingkungan, sekaligus bernilai ekonomi.

Tren ekonomi sirkular memang mendapatkan tempat tersendiri pada dekade terakhir ini. Banyak entrepreneur muda yang mengembangkan usaha rintisan dengan fokus pada isu sampah dengan menciptakan solusi-solusi ekologis sekaligus potensial secara bisnis. Sebut saja, ECOLLABO8 dan Kerta Bumi, lini usaha yang berupaya mengolah sampah menjadi produk baru siap pakai dan menghasilkan nilai ekonomi.

Baca juga: Sampah Skincare Menumpuk? 5 Platform Ini Bantu Daur Ulang dan Dapatkan Reward

ECOLLABO8 sendiri merupakan usaha rintisan yang didirikan oleh Kevin Vignier berdiri pada 2019. Dia melihat fenomena penumpukan sampah yang terjadi di Bali kala itu, dan berpikir untuk membuat sebuah upaya khusus untuk mengurangi dampak yang ditimbulkannya.

Lewat jawaban wawancara tertulis, Head Marketing Communication Ecollabo8, Gabriella Larasati menyampaikan bahwa dari sanalah awal mulanya Kevin mendirikan lini usaha tersebut. “Melihat potensi besar dalam mengubah limbah menjadi produk bernilai, Kevin mulai mendirikan ECOLLABO8, awalnya dengan satu teknologi dan hanya membuat produk-produk sederhana,” tulis Gabriella.

Setelah 5 tahun berdiri sebagai usaha pengolahan limbah, ECOLLABO8 terus menambah inovasi teknologinya. Awalnya hanya memiliki satu mesin pengolah sampah dengan jumlah terbatas, kini mereka mampu mengolah sampai 9 ton sampah plastik per hari di pusat pengolahan sampahnya di Kota Denpasar.

Jenis barang yang mereka produksi juga kian variatif, mulai dari barang kecil seperti suvenir dan aksesori, hingga furnitur dan bahan konstruksi yang proses pembuatannya lebih kompleks. Dalam menjalankan bisnisnya, ECOLLABO8 menggaungkan prinsip keberlanjutan yakni, menampilkan nilai dari limbah yang sering dianggap tidak berguna.

Gabriella menyebut bahwa misi utama lini usaha tersebut adalah guna mengubah sampah plastik menjadi produk berkualitas tinggi yang kompetitif di pasaran. “Kami ingin menciptakan ekonomi sirkular sekaligus berdampak signifikan pada lingkungan. Kami berpegang pada nilai-nilai inti yaitu sustainability, innovation, quality and community engangement,” lanjutnya.

Secara sederhana, apa yang dilakukan ECOLLABO8 adalah mengolah sampah plastik mulai dari proses pembersihan, pencacahan, pelelehan, dan pencampuran dengan bahan tambahan lainnya. Setelah proses pelelehan, adonan plastik tadi kemudian dibentuk dan dicetak untuk menjadi produk jadi yang bernilai estetis sekaligus fungsional.

Beberapa produk unggulan mereka antara lain furnitur seperti kursi dan meja, ecotiles, hingga decking planks untuk konstruksi. Mengincar pasar domestik, target konsumennya adalah individu yang peduli akan pentingnya konsep keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari.

ECOLLABO8 turut mengembangkan sistem franchise yang memungkinkan proses produksi dilakukan di berbagai tempat lain secara tersebar. Masifnya promosi dengan memanfaatkan media sosial, membuat mereka pun sukses menggaet klien mancanegara. “Produk yang paling sering diminta sangat beragam, mulai dari furnitur dan instalasi seni, hingga merchandise khusus,” tutur Gabriella.

Dia menambahkan beberapa brand besar yang bekerja sama dengan ECOLLABO8 antara lain perusahaan The Avocado Factory, The Body Shop, Procter & Gamble, hingga Under Armour yang telah memesan produk hingga instalasi seni khusus. Ke depannya, teknologi baru ECOLLABO8 yang sedang digarap akan fokus ke bahan konstruksi seperti paving blocks, roof tiles, dan granite.

“Ke depannya, kami ingin memperluas produk konstruksi ini serta memperluas wilayah operasional dengan franchise dan joint venture agar bisa berkontribusi lebih besar dalam mengurangi sampah plastik. Kami juga mengundang semua orang untuk mengikuti edukasi yang kami bagikan di media sosial dan berpartisipasi dalam acara-acara kami, agar dapat berkontribusi mengurangi sampah plastik,” tutupnya.


Selain ECOLLABO8, ada pula lini usaha pengolahan sampah sekaligus lembaga swadaya bernama Kerta Bumi yang berbasis di Tangerang, Banten. Santi Novianti, Co Founder sekaligus Direktur Kerta Bumi bercerita awal pendirian lembaga ini karena keresahannya terhadap isu sampah yang disebutnya sebagai masalah yang 'enggak pernah beres'.

Dari situ, muncul ide membangun Kerta Bumi pada 2017 yang awalnya berbentuk sebagai bank sampah dan menerima izin resmi dari pemda setempat. Kerta Bumi menyediakan infrastruktur bagi masyarakat sekitar untuk membuang sampahnya agar tidak berakhir di TPS maupun TPA. “Masyarakat sekitar supaya bisa buang sampahnya di Kerta Bumi, sederhananya kaya gitu,” ucap Santi.

Santi menyebut visinya bertujuan untuk mengubah mindset masyarakat terkait isu lingkungan. Visi itulah yang dituangkan oleh Santi dan kawan-kawan ke dalam beragam program kerja. Khusus untuk bank sampah sendiri, mereka beroperasi dengan menerima sejumlah sampah dari banyak sumber seperti masyarakat langsung, sekolah, perusahaan, dan private sector lainnya.

Sampah-sampah tersebut kemudian akan dipilah, dibersihkan, hingga diproses ke dalam bentuk produk baru siap pakai. “Ada tiga teknologi di kami. Pertama sampah jadi suvenir, kedua sampah menjadi funitur, dan ketiga sampah menjadi konstruksi bangunan,” lanjut Santi.

Bicara soal penjualan, selain memasarkannyalangsung melalui unit bank sampah mereka yang tersebar di beberapa jaringan wilayah, Kerta Bumi juga turut menjangkau pasar melalui situs penjualan daring.
“Di website kami maupun di e-commerce ya,” tutur Santi.

Kerta Bumi awalnya menjajakan produknya langsung melalui skema B2B (Business to Business). Namun seiring berjalannya waktu, mereka semakin lues dengan proses penjualan dan memungkinkan jangkauan pasar dengan skema B2C (Business to Customer) langsung ke konsumen. “Konsumen kami tersebar dari mana-mana, tapi dominannya sejauh ini masih di Pulau Jawa,” ujar Santi.

Apabila diperinci berdasarkan diversifikasi produknya, urutan pertama adalah suvenir, utamanya berupa plakat atau piagam. Kedua, barulah furnitur seperti meja dan bangku.

Selama menjalankan usahanya, Santi dan timnya banyak berkolaborasi dengan berbagai stakeholder terkait seperti pemerintah melalui badan maupun kementerian terkait lingkungan, hingga perusahaan yang banyak menghasilkan sampah plastik utamanya makanan dan minuman. “Beberapa nama seperti perusahaan Godrej, Mondelez, hingga Kao,” ujarnya.

Kerja sama tadi utamanya dilakukan untuk melakukan edukasi ke berbagai sasaran seperti anak sekolah untuk menerapkan kesadaran bijak sampah plastik. Ke depannnya Kerta Bumi ingin fokus menggembangkan produksi kemasan yang lebih ramah lingkungan.

Selama ini mereka menjadikan kertas sebagai pengganti plastik, dan ke depannya mereka berharap dapat mengolah produk pengganti styrofoam dengan yang lebih ramah lingkungan. “Masih dalam tahap pengembangan, rencananya entah dari rumput laut atau yang lainnnya,” ucap Santi.

Untuk mendukung usaha Kerta Bumi, masyarakat luas dapat langsung menghubungi media sosial Kerta Bumi (Instagram @kertabumirecyclingcenter) untuk mengakses berbagai informasi terbaru, atau datang ke bank sampah jaringannya untuk proses penukaran sampah. “Tinggal datang ke bank sampah, dikasih buku tabungan, nanti kalian bisa mengonversi sampah itu ke dalam bentuk uang,” tutup Santi.


Tantangan Pengolahan Sampah

Menurut Head Marketing Communication Ecollabo8, Gabriella Larasati, tantangan utama mereka dalam 5 tahun terakhir adalah soal stigma yang melekat di masyarakat. Dia melihat bahwa masyarakat masih banyak yang meragukan kualitas produk daur ulang termasuk soal durasi pakainya.

“Hal ini menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam mengedukasi pasar bahwa produk daur ulang bisa memiliki kualitas setara atau bahkan lebih baik,” tambahnya.

Senada, Santi turut memerinci tiga poin penting terkait tantangan industri pengolahan sampah. Pertama, kebijakan pemerintah; Kedua, tata kelola sampah; Ketiga, perilaku masyarakat terhadap sampah itu sendiri.
“Paling besar adalah mindset masyarakat soal sampah. Mereka tidak tahu apa itu isu lingkungan. Akhirnya membandingkan produk daur ulang dengan produk konvensional yang dinilai lebih mahal,” ujarnya.

Baca juga: Proses Kreatif Fesyen Ramah Lingkungan, Manfaatkan Benang Katun dan Denim Daur Ulang

Menurutnya, produk daur ulang dengan konvensional ini tidak layak dibandingkan secara apple to apple karena pada prosesnya berbeda. “Kerta Bumi menjelaskan dari segi produksi barang konvensional itu dibuat di pabrik dengan sangat masif. Sementara produk daur ulang hampir seluruhnya handmade yang pakai tenaga manusia,” katanya.

Santi menambahkan ada value lain terkait produk daur ulang yang tidak dapat dikira dengan uang. Yakni, terkait kontribusi manusia untuk menahan sampah lebih lama untuk tidak masuk ke ruang pembuangan sampah. 

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Bisnis Kuliner ala Mahasiswa, Memanfaatkan Peluang dari Ragam Acara Kampus

BERIKUTNYA

Fakta Menarik Black Friday yang Viral di Medsos Setiap Akhir November

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: