Koleksi BIASA X Studio Sejauh (Sumber Foto: PIMFW 2024)

Proses Kreatif Fesyen Ramah Lingkungan, Manfaatkan Benang Katun dan Denim Daur Ulang

01 October 2024   |   11:48 WIB
Image
Kintan Nabila Jurnalis Hypeabis.id

Industri fesyen kini menempati posisi sebagai penyumbang limbah terbesar kedua di dunia. Berdasarkan data Earth.org, dari 100 miliar pakaian yang diproduksi setiap tahun secara global, sekitar 92 juta ton akhirnya terbuang di tempat pembuangan akhir.

Jika tren ini terus berlanjut, volume sampah dari fast fashion diperkirakan akan meroket hingga 134 juta ton per tahun pada akhir 2030. Untuk menghadapi krisis ini, sejumlah jenama fesyen lokal telah mengambil langkah inovatif dengan mengadopsi konsep keberlanjutan, membawa secercah harapan bagi masa depan fesyen yang lebih ramah lingkungan.

Jenama BIASA dan Studio Sejauh mempersembahkan koleksi bertajuk Mata Sawah. Kolaborasi ini merupakan yang pertama bagi keduanya, yang memadukan visi kreatif Pendiri BIASA, Susanna Perini dan Pendiri Sejauh Mata Memandang, Chitra Subyakto. 

Baca juga: Limbah Tekstil Jadi Sorotan, Fesyen Berkonsep Sustainable Makin Dilirik

Studio Sejauh adalah ruang kolaboratif di bawah naungan Sejauh Mata Memandang (SMM) yang mempertemukan para pemain kunci dan pemangku kepentingan dari hulu ke hilir di industri fesyen Indonesia. Mulai dari petani, artisan, UMKM, komunitas masyarakat, hingga desainer dan jenama, untuk bersama-sama membangun kembali kedaulatan sandang dengan prinsip sirkularitas, sistem pasokan dan produksi yang bertanggung jawab, serta pelestarian lingkungan.

Sementara, BIASA merupakan jenama pakaian resor mewah yamg didirikan oleh desainer dan pemilik galeri seni kelahiran Italia, Susanna Perini, di Bali pada 1994. BIASA merayakan karya seni lokal yang dipadukan dengan konsep minimalis Italia dan sentuhan modern. Etos desainnya menonjolkan gaya dan koleksi kontemporer, tanpa batasan waktu, dengan gaya free-flowing yang elegan.
 

K

Busana keluaran rumah mode BIASA X Studio Sejauh (Sumber Foto: PIMFW 2024)


Koleksi Mata Sawah meiliki makna, mata yang melihat kesederhanaan. Terinspirasi oleh keanggunan Indonesia yang menyeluruh serta kesederhanaan sawah. Setiap siluetnya membawa narasi yang berbeda, mulai dari pengadaan sumber yang etis, pembuatan kain, hingga proses desain yang rumit dengan detail kerajinan tangannya.

Kain-kain dalam koleksi ini terinspirasi dari tenun Tuban, khas Jawa Timur. Kain ini ditenun dengan cermat oleh artisan di Pekalongan, Jawa Tengah, dan dipoles akhir oleh artisan batik di Tuban, serta menggunakan pewarna indigo nabati dari Temanggung, Jawa Tengah. Selain itu, ada juga kain batik dengan motif ‘nitik’ yang dibuat khusus, menjadi fitur utama koleksi ini.  

Koleksi Mata Sawah banyak mengeksplorasi bahan Jacquard 'Muara' yang terbuat dari 100 persen benang katun daur ulang. Motif Ayam yang menjadi maskot jenama tersebut ditampilkan dalam tenun jacquard putih dengan dasar kain putih. Selain itu, ada juga motif khas lainnya, seperti Bambu, Bija, dan Ombak Laut yang dibuat dengan proses batik cap, sablon dengan tangan, dan tenun jacquard. 

Mata Sawah meliputi produk oversized, kaos unisex, celana Hakama, jaket dengan bentuk kimono, syal ponco dengan tenun tangan, kemeja tailor, dan celana panjang berbahan denim, monokromatik, dan batik indigo dengan motif abstrak.

Kain-kain ini selanjutnya dihiasi dengan teknik applique, bordir, dan jahitan tangan oleh jenama BIASA, dengan sentuhan detail warna tangerine dan merah, menciptakan tekstur artisanal dan palet warna yang unik. Kemeja dan kaos linen putih, sandal fisherman, topi, ikat pinggang kulit, dan tas terpal reversible dihadirkan juga untuk melengkapi tampilannya. 

Menanggapi hadirnya koleksi dan kolaborasi ini, Susanna Perini, Pendiri dan Direktur Kreatif BIASA mengungkapkan, bahwa dia sangat kagum melihat karya-karya yang dibuat oleh para mitra dan artisan di Indonesia. Pembelajaran mengenai keberlanjutan dan sirkularitas yang bisa membuat perbedaan untuk masa depan mode, sangat jarang terjadi di industri ini.

"Terinspirasi akan hal tersebut, kami mengeksplorasi perspektif baru dan ide-ide out of the box dalam koleksi ini, untuk membuat pernyataan bahwa ini lebih dari sekadar mode, tapi perjalanan menuju sesuatu yang lebih baik dan lebih besar," katanya.

Adapun Chitra Subyakto, Pendiri dan Direktur Kreatif Sejauh Mata Memandang turut mengungkapkan antusiasmenya terhadap kolaborasi ini. Mata Sawah adalah caranya merayakan keberagaman Indonesia dan kecintaan brand terhadap industri fesyen lokal yang kaya.

“Industri fesyen punya potensi untuk mengatasi tantangan lingkungan, sosial, dan etika dalam skala global. Kami sangat yakin hal ini dapat dicapai dengan bergandengan tangan dan berkolaborasi dengan para pihak yang mempunyai visi yang sama," katanya.

Selain kolaborasi BIASA X Studio Sejauh, jenama fesyen lokal yang juga peduli dengan keberlanjutan mode adalah Kayt Studio. Merek ini didirikan pada awal 2024 oleh tiga sekawan, yakni Ratu Lubis, Putu Adika Reswara, dan Azriel Nasution yang bertemu ketika berkuliah di Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Kayt terinspirasi dari Bahasa Arab, tepatnya dari sebuah frasa Arab 'ruh al-khayt' yang berarti jiwa dari benang. Makna dari nama mereka direfleksikan dalam brand identity dan produk-produk keluarannya. Dalam hal ini, tiap rangkaian benang yang menjadi produk Kayt Studio memiliki ‘jiwa’ dan mengandung cerita, warisan keterampilan, serta komitmen terhadap keberlanjutan.

“Kami menekankan pentingnya menghargai material serta proses yang terlibat dalam pembuatan fesyen, serta mendukung hubungan yang lebih dalam terhadap asal-usul dan dampak dari apa yang kita kenakan,” tutur Ratu Lubis, co-founder Kayt Studio.

 

s

Koleksi Kayt Studio (Sumber Foto: Kayt Studio)


Adapun koleksi Kayt Studio adalah berupa rangkaian produk tas dari denim daur ulang yang bahannya dikumpulkan dari berbagai sumber. Hal ini guna mengurangi limbah tekstil sekaligus memberi kehidupan baru pada bahan yang masih layak digunakan.

Bahan yang dikumpulkan kemudian dipilah berdasarkan kualitas dan warna, lalu dipotong sesuai desain sembari meminimalisir bagian yang terbuang sia-sia. Dalam produksinya, jenama ini juga berkolaborasi dengan penjahit lokal, sehingga mendukung ekonomi komunitas dan memastikan setiap proses dikerjakan dengan tangan ahli.

Koleksi tas denim tersebut resmi dirilis di ajang Cerita Nusantara pada 27-29 September 2024 kemarin di Istora Senayan, Jakarta. Acara yang diprakarsai oleh Kementerian Koperasi dan UKM ini merupakan bazar serta pameran fashion, kriya, wastra, beauty, wellness, dan kuliner sebagai wadah untuk mengangkat karya-karya lokal dengan harapan agar lebih dikenal di kancah nasional dan internasional.

Pada ajang tersebut, Kayt Studio juga mengkampanyekan tagar #NoThreadToWaste, yang merupakan langkah mereka dalam membawa keberlanjutan lebih jauh lagi. Selain menggunakan denim bekas untuk membuat tas, mereka mengolah sisa-sisa bahan, bahkan resleting menjadi pouch mini.

"No Thread To Waste ini merupakan andil dari kami untuk berkontribusi ke dalam sustainability movement, karena tiap potongan kain memiliki tujuan, dan patut dipastikan tak ada yang terbuang sia-sia," ujar Ratu Lubis.

Lebih lanjut dia berharap, makin banyak masyarakat di luar sana yang melihat gerakan ini dan terinspirasi untuk turut berkontribusi dengan caranya sendiri. Mereka juga mengajak orang-orang untuk ikut berpartisipasi mendukung sustainable fashion dengan mendonasikan jeans bekasnya untuk didaur ulang.

Baca juga: Wujudkan Fashion Ramah Lingkungan dengan Teknik Upcycling Pakaian Lama jadi Seperti Baru

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Asus Hadirkan 2 Laptop Khusus Pekerja Kreatif, Bawa Performa Tinggi & Fitur AI

BERIKUTNYA

Dari Bumi Hingga ke Bulan, Simak 3 Misi NASA yang Paling Menakjubkan

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: