4 Tips Menjalani Pola Makan Sehat & Berkelanjutan yang Cocok Buat Gen Z
23 November 2024 |
16:30 WIB
Bagi kalangan gen Z, menjaga pola makan sehat dan berkelanjutan merupakan tantangan tersendiri. Di tengah banyaknya jenis makanan viral yang tak jarang tinggi kalori, generasi muda dihadapkan dengan beratnya untuk konsisten mengonsumsi makanan sehat.
Sebetulnya, Genhype tidak harus berarti menghindari makanan viral atau konsumsi makanan olahan. Terpenting, Genhype dapat menerapkan keseimbangan dalam memilih makanan, mengenal bahan pangan lokal yang bergizi, serta bijak dalam memilih cara pengolahan makanan.
Baca juga: Sering Disalahartikan, Ini Kata Ahli Gizi Soal Konsep Diet & Pola Makan Berkelanjutan
Agar jadi lebih mudah, yuk simak beberapa tips mengenai cara tepat menjalani pola makan sehat dan berkelanjutan berikut!
Berkembangnya tren makanan dan minuman viral di media sosial memang membuat banyak orang tergoda untuk mencoba berbagai jenis makanan baru. Makanan dengan tampilan menarik dan antrean panjang seringkali memicu rasa ingin tahu. Namun, apakah mencoba makanan viral ini selalu bertentangan dengan pola makan sehat dan berkelanjutan?
Menurut Ketua Yayasan Makanan dan Minuman Indonesia (YAMMI), Khoirul Anwar, mencoba makanan baru adalah hal yang wajar, bahkan baik untuk pengalaman kuliner. "Tidak masalah mencoba makanan baru—itu kesempatan untuk mengenal rasa tanpa terus-menerus penasaran. Namun, jika terlalu sering, dampaknya bisa kurang baik," ujarnya. Khoirul menyarankan untuk menjadwalkan eksplorasi makanan viral, seperti satu atau dua kali seminggu, agar tetap terkendali.
CEO dan Co-founder Eathink Jaqualine Wijaya juga berpendapat bahwa tidak ada makanan yang benar-benar salah, kecuali jika dikonsumsi berlebihan. Penting untuk memastikan kembali prinsip keseimbangan dalam makan. "Jika makan makanan yang sarat gula siang hari, hindari ngemil makanan manis di sore hari," jelasnya.
"Bahan pangan lokal seperti kacang hijau juga sangat bergizi, meskipun seringkali lebih dipilih oleh orang-orang untuk menggunakan bahan seperti almond yang lebih bergengsi," katanya. Khoirul menekankan pentingnya mengenal dan mengonsumsi bahan pangan lokal yang kaya manfaat.
Dosen Antropologi di Universitas Padjadjaran Seto Nurseto menambahkan, kebiasaan makan tiap daerah di Indonesia sangat dipengaruhi oleh tradisi dan sumber daya lokal. Oleh karena itu, masyarakat dapat memanfaatkan kekayaan hasil sebagai pilihan makanan yang juga kaya nutrisi.
"Misalnya, masyarakat di daerah pesisir lebih banyak mengonsumsi hasil laut dibandingkan ayam. Setiap daerah mengembangkan makanan khas sesuai dengan potensi sumber daya yang ada," katanya.
Mengenai makanan olahan, Seto menjelaskan bahwa setiap budaya memiliki cara tersendiri dalam mengolah makanan untuk memperpanjang masa simpan dan menambah nilai gizi. “Sebagai contoh, fermentasi mandai di Banjarmasin atau iwak pakasam dari ikan air tawar. Ini adalah cara lokal untuk mengolah makanan agar lebih tahan lama dan bergizi,” ujarnya.
Di sisi lain, Khoirul juga menambahkan bahwa proses pengolahan makanan seperti fermentasi bisa mengurangi beberapa kandungan gizi. Namun, nilai gizinya tetap dapat dimanfaatkan terutama bila diproses dengan cara yang tepat.
"Proses pengolahan makanan memang dapat mengurangi beberapa zat gizi, tetapi kita bisa menambahnya kembali. Fermentasi misalnya, tetap menjaga kandungan gizi, meskipun saat digoreng, kandungan gizinya bisa berbeda," imbuh Khoirul.
Bagi generasi muda yang makin sadar akan dampak lingkungan dari pilihan makanan mereka, praktik pertanian organik bisa menjadi solusi. Produk organik memang sering kali lebih mahal, tetapi ada cara lain untuk mendapatkan bahan pangan sehat dengan harga lebih terjangkau yakni dengan menanam sendiri.
Jaqualine menyarankan, praktik tanam sendiri seperti konsep agrekologi yang meniru sistem agroforestry sehingga dapat diterapkan di rumah. "Meskipun tidak perlu lahan luas, kita bisa menanam berbagai jenis tanaman dalam satu kawasan untuk menciptakan ekosistem yang sehat," katanya.
Agroekologi mengutamakan keberagaman tanaman dan menghindari penggunaan pupuk kimia yang dapat merusak tanah. Prinsip ini juga dapat membantu menjaga biodiversitas dan keberagaman pangan lokal yang terkadang terlupakan.
Baca juga: Planetary Health Diet, Pola Makan yang Sehat untuk Tubuh & Planet
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Sebetulnya, Genhype tidak harus berarti menghindari makanan viral atau konsumsi makanan olahan. Terpenting, Genhype dapat menerapkan keseimbangan dalam memilih makanan, mengenal bahan pangan lokal yang bergizi, serta bijak dalam memilih cara pengolahan makanan.
Baca juga: Sering Disalahartikan, Ini Kata Ahli Gizi Soal Konsep Diet & Pola Makan Berkelanjutan
Agar jadi lebih mudah, yuk simak beberapa tips mengenai cara tepat menjalani pola makan sehat dan berkelanjutan berikut!
1. Tidak Pantang Makanan Viral
Berkembangnya tren makanan dan minuman viral di media sosial memang membuat banyak orang tergoda untuk mencoba berbagai jenis makanan baru. Makanan dengan tampilan menarik dan antrean panjang seringkali memicu rasa ingin tahu. Namun, apakah mencoba makanan viral ini selalu bertentangan dengan pola makan sehat dan berkelanjutan?Menurut Ketua Yayasan Makanan dan Minuman Indonesia (YAMMI), Khoirul Anwar, mencoba makanan baru adalah hal yang wajar, bahkan baik untuk pengalaman kuliner. "Tidak masalah mencoba makanan baru—itu kesempatan untuk mengenal rasa tanpa terus-menerus penasaran. Namun, jika terlalu sering, dampaknya bisa kurang baik," ujarnya. Khoirul menyarankan untuk menjadwalkan eksplorasi makanan viral, seperti satu atau dua kali seminggu, agar tetap terkendali.
CEO dan Co-founder Eathink Jaqualine Wijaya juga berpendapat bahwa tidak ada makanan yang benar-benar salah, kecuali jika dikonsumsi berlebihan. Penting untuk memastikan kembali prinsip keseimbangan dalam makan. "Jika makan makanan yang sarat gula siang hari, hindari ngemil makanan manis di sore hari," jelasnya.
2. Pilih Makanan Lokal yang Kaya Nutrisi
Masyarakat sering kali terpengaruh oleh tren pangan internasional seperti konsumsi ikan salmon atau biji-bijian utuh. Padahal bahan-bahan tersebut tidak selalu tersedia atau menjadi produk utama di Indonesia. Khoirul menjelaskan, Indonesia merupakan negara yang kaya akan ikan lokal yang memiliki nilai gizi tinggi."Bahan pangan lokal seperti kacang hijau juga sangat bergizi, meskipun seringkali lebih dipilih oleh orang-orang untuk menggunakan bahan seperti almond yang lebih bergengsi," katanya. Khoirul menekankan pentingnya mengenal dan mengonsumsi bahan pangan lokal yang kaya manfaat.
Dosen Antropologi di Universitas Padjadjaran Seto Nurseto menambahkan, kebiasaan makan tiap daerah di Indonesia sangat dipengaruhi oleh tradisi dan sumber daya lokal. Oleh karena itu, masyarakat dapat memanfaatkan kekayaan hasil sebagai pilihan makanan yang juga kaya nutrisi.
"Misalnya, masyarakat di daerah pesisir lebih banyak mengonsumsi hasil laut dibandingkan ayam. Setiap daerah mengembangkan makanan khas sesuai dengan potensi sumber daya yang ada," katanya.
3. Mengolah Makanan dengan Bijak
Mengenai makanan olahan, Seto menjelaskan bahwa setiap budaya memiliki cara tersendiri dalam mengolah makanan untuk memperpanjang masa simpan dan menambah nilai gizi. “Sebagai contoh, fermentasi mandai di Banjarmasin atau iwak pakasam dari ikan air tawar. Ini adalah cara lokal untuk mengolah makanan agar lebih tahan lama dan bergizi,” ujarnya.Di sisi lain, Khoirul juga menambahkan bahwa proses pengolahan makanan seperti fermentasi bisa mengurangi beberapa kandungan gizi. Namun, nilai gizinya tetap dapat dimanfaatkan terutama bila diproses dengan cara yang tepat.
"Proses pengolahan makanan memang dapat mengurangi beberapa zat gizi, tetapi kita bisa menambahnya kembali. Fermentasi misalnya, tetap menjaga kandungan gizi, meskipun saat digoreng, kandungan gizinya bisa berbeda," imbuh Khoirul.
4. Tanam Sendiri untuk Makanan Sehat dan Ramah Lingkungan
Bagi generasi muda yang makin sadar akan dampak lingkungan dari pilihan makanan mereka, praktik pertanian organik bisa menjadi solusi. Produk organik memang sering kali lebih mahal, tetapi ada cara lain untuk mendapatkan bahan pangan sehat dengan harga lebih terjangkau yakni dengan menanam sendiri.Jaqualine menyarankan, praktik tanam sendiri seperti konsep agrekologi yang meniru sistem agroforestry sehingga dapat diterapkan di rumah. "Meskipun tidak perlu lahan luas, kita bisa menanam berbagai jenis tanaman dalam satu kawasan untuk menciptakan ekosistem yang sehat," katanya.
Agroekologi mengutamakan keberagaman tanaman dan menghindari penggunaan pupuk kimia yang dapat merusak tanah. Prinsip ini juga dapat membantu menjaga biodiversitas dan keberagaman pangan lokal yang terkadang terlupakan.
Baca juga: Planetary Health Diet, Pola Makan yang Sehat untuk Tubuh & Planet
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.