Busana Glow in the Dark (Sumber Foto: The Flying Cloth)

Koleksi Busana Glow in the Dark Karya Merdi Sihombing Kampanyekan Aksi Hemat Energi

20 November 2024   |   08:00 WIB
Image
Kintan Nabila Jurnalis Hypeabis.id

Desainer Merdi Sihombing hadirkan koleksi bertajuk glow in the dark yang menampilkan deretan busana tradisional nan elegan sebagai simbol dedikasinya untuk menyatukan tradisi dan teknologi modern. Melalui koleksi ini, Merdi juga menyampaikan pesan mendalam tentang keberlanjutan dan penghormatan terhadap para pengrajin lokal Indonesia.

Koleksi glow in the dark ditampilkan dalam fashion show yang menjadi bagian dari pameran The Flying Cloth sebagai perayaan 25 tahun Merdi Sihombing berkarya di industri mode Tanah Air. Acara yang dipersembahkan oleh Kementerian Kebudayaan, Indonesian Heritage Agency, dan Museum Nasional Indonesia ini berlangsung pada 11-24 November 2024. 

Pada momen tersebut sang maestro mode, berbagi cerita tentang wastra nusantara yang menjadi bagian dari identitas budaya Indonesia. Sepanjang kariernya dia telah berkomitmen mengangkat keindahan dan kekayaan tradisi Indonesia ke panggung global.

Baca juga: Keindahan Kain Shibori Karya Perajin Simangulampe di Fashion Show Merdi Sihombing x Humbang Kriya

Selain meluncurkan koleksi busana, penting juga bagi desainer untuk memastikan keberlanjutan melalui proses pembuatan materialnya, penggunaan pewarnaan alami, hingga teknik tenun tradisional. Pada fashion show tersebut, Merdi menghadirkan dua kategori koleksi istimewa yakni busana glow in the dark dan busana tradisional bertajuk Perjalanan Kain Batak.
 

Koleksi Glow in the Dark (Sumber Foto: The Flying Cloth)

Koleksi Glow in the Dark (Sumber Foto: The Flying Cloth)


Adapun koleksi glow in the dark menjadi simbol inovasi yang ramah lingkungan, membuktikan bahwa fesyen dapat menghemat daya listrik di runway. Di sisi lain, dia juga bertekad menghormati para pengrajin lokal yang karyanya kerap terabaikan.
 
Runway identik dengan lampu-lampu, yang sudah pasti memakan banyak listrik, koleksi glow in the dark yang dipakai para penari ini bisa membuktikan bahwa pagelaran fesyen itu bisa menghemat banyak listrik karena saat koleksi ini muncul di runway semua lampu mati, hanya motif-motif di bajunya saja yang menyala,” katanya.

Lebih lanjut dia menambahkan, orang-orang di balik penciptaan busana glow in the dark ini adalah seniman-seniman berbakat Indonesia yang sering menjadi korban beli putus. Mereka menjual, tetapi tidak pernah tahu karyanya itu dibuat menjadi apa. Oleh karenanya, dalam pameran The Flying Cloth, Merdi menghadirkan sejumlah pembatik yang karyanya dia tampilkan dalam acara tersebut.

"Saya, punya misi untuk tidak lagi menyembunyikan pengrajin yang ada di belakang karya-karya ini. Saya mau menunjukkan kepada mereka, ini lho, hasil karyamu,” tuturnya.

Selain itu, The Flying Cloth sendiri mencakup lima pilar besar, yaitu Sustainable Design & Eco-Fashion, Seni Kolaboratif & Pelibatan Masyarakat, Revitalisasi & Reinventing Ulos, Etnomatika & Vernacular Design, serta Perempuan Indonesia.
 

Koleksi busana Perjalanan Kain Batak (Sumber Foto: The Flying Cloth)

Koleksi busana Perjalanan Kain Batak (Sumber Foto: The Flying Cloth)


Kelima pilar besar ini, diwujudkan dalam sebuah koleksi bertajuk "Perjalanan Kain Batak" yang berisi 15 looks, lengkap dengan identitas yang erat sekali dengan budaya Batak. Mulai dari model baju kurung, kain songket dan tentu saja selendang khas Batak, ulos. Warna-warna yang dipilih sangat dekat dengan adat masyarakat Batak, seperti merah, kuning, hijau, biru, putih gading dan oranye.

“Saya ingin mengajak kita semua di sini, untuk melihat lebih dekat keindahan wastra nusantara, kerajinan-kerajinan dan lain sebagainya. Ini lebih dari sekadar tekstil, ini adalah bagian dari identitas kita," ujarnya.

Dia menambahkan, dengan menggunakan pewarna alami, teknik tenun yang diwariskan turun temurun, serta inovasi dalam desain dan pola, saya yakin, kita bisa membuktikan bahwa fesyen dapat berjalan seiring dengan alam.
 

Model mengenakan koleksi

Model mengenakan koleksi busana Perjalanan Kain Batak (Sumber Foto: The Flying Cloth)


Merdi juga menyadari bahwa industri kain tenun di Indonesia perlahan-lahan mulai tidak mendapat perhatian. Menanggapi fenomena tersebut, dia menampilkan beberapa kain yang dasar idenya dari Tanah Karo.

"Penenun di Karo sudah punah, sehingga cara saya melestarikan kebudayaan tenun Karo ini adalah dengan cara mengangkat ide dasarnya, yakni teknik celup," kata Merdi.

Kalau dulu semua kain ditenun sampai jadi, setelah itu diproses dengan teknik celup untuk pewarnaannya. Tapi karena penenun di sana sudah tidak ada, maka kain yang digunakan adalah kain jadi.

Baca juga: Eksklusif Desainer Lenny Agustin: Masa Depan Mode Tanah Air dan Indonesian Fashion Chamber

Namun untuk teknik pewarnaannya menggunakan teknik celup yang sama, seperti yang ada di dalam tradisi budaya Batak Karo. Meski begitu, Merdi juga tak menampik bahwa banyak orang meragukan pewarnaan alami karena dianggap pucat dan tidak cerah.

“Tapi bisa dilihat semua karya-karya saya, warna-warnanya bisa cerah dan itu semua diwarnai secara alami. Alam kita luar biasa hebatnya, jadi saya berharap industri ini juga mulai menyadari dan bisa mengeksplorasi agar industri fesyen Indonesia bisa sustainable seluruhnya,” ujar Merdi.
 
Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Borobudur Writers and Cultural Festival 2024 di Situs Muarajambi

BERIKUTNYA

Resep Thai Beef Salad, Menu Pembuka ala Thailand yang Sehat & Kaya Protein

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: