Mengenal Sambo, Olahraga Bela Diri Militer Tentara Rusia
11 November 2024 |
20:30 WIB
Meski kurang begitu populer di telinga masyarakat, olahraga Sambo sepertinya mulai banyak digeluti generasi muda. Nama olahraga ini berasal dari samozashchita bez oruzhiya, dalam Bahasa Rusia, atau pertahanan diri tanpa senjata ini yang disingkat menjadi Sambo.
Seperti nama panjangnya yang susah dieja, olahraga bela diri ini memang berasal dari Negeri Tirai Besi, Rusia, yang mulai populer pada 1940-an. Awalnya, sambo banyak digunakan untuk seni bela diri militer tentara Rusia (Uni Soviet), kendati akhirnya mulai diminati publik kalangan sipil.
Baca juga: Menilik Tren Olahraga Terjun Payung di Indonesia, Banyak Peminat?
Di Indonesia, olahraga Sambo dipopulerkan oleh Aji Kusmantri, Pengurus Besar Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PB PJSI). Kala itu, olahraga ini pertama kali diperkenalkan di Universitas Trisakti sekitar tahun 2008, hingga akhirnya populer dan mulai dikenal masyarakat.
Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Sambo Indonesia (PP Persambi), Krisna Bayu mengatakan, meski pada awalnya kurang disambut baik karena kurangnya sosialisasi, akan tetapi secara perlahan olahraga ini mulai memiliki banyak peminat. Terlebih seiring meningkatnya percepatan teknologi informasi.
Momen tersebut juga tak lepas dari olahraga Sambo yang dipandang efektif karena dapat mengkombinasikan lima teknik bela diri sekaligus. Yaitu jujitsu, judo, gulat, savate dan tinju, yang dapat digunakan untuk mengontrol serangan, kuncian, serta menjatuhkan lawan dengan cepat.
Kendati baru seumur jagung, cabang olahraga Sambo sudah memiliki prestasi yang baik, yakni saat SEA Games 2019, di Filipina. Kala itu, cabor ini berhasil memboyong 4 medali emas di cabang mixed team. Padahal, setahun sebelumnya tak satupun atlet Indonesia yang berhasil mendapatkan medali.
Tren tersebut juga terus berlanjut, yaitu saat PB Persambi mengirimkan dua atlet putri dalam Kejuaraan Dunia Sambo 2021 di Tashkent, Uzbekistan. Kedua atlet tersebut adalah Desiana Syafitri, dan Mariana Magdalena Ince, yang sebelumnya menang di kejuaraan Serbia, serta semifinalis di Asian Games 2018.
"Dari awal (PB Persambi) berdiri waktu itu yang ikut kompetisi hanya 68-70 orang. Sekarang sudah berjalan sekian tahun, sekali kompetisi itu bisa sampai 600 orang. Artinya naik cukup pesat meski ekosistemnya belum terbentuk dengan baik," katanya.
Dari segi sejarah, Sambo pertama kali dikembangkan pada dekade 1920-an oleh Tentara Merah Uni Soviet, guna meningkatkan kemampuan pertarungan tanpa senjata. Sambo memiliki akar dari judo, yang dikombinasikan dengan gulat gaya internasional dan berbagai gaya gulat tradisional dari dunia.
Olahraga Sambo secara umum, dibagi menjadi dua jenis, yakni Sport Sambo dan Combat Sambo. Jenis yang pertama menurut Krisna Bayu, lebih berfokus pada teknik lemparan, kuncian, dan pengendalian lawan, sedangkan yang kedua lebih banyak mencampurkan semua teknik serangan dan pertahanan untuk memenangkan pertandingan.
"Dalam combat, kalau memukul sampai bonyok, menendang dengan keras, tapi lawannya tidak jatuh, maka tidak dinilai. Kalau sport hampir mirip seperti Judo, karena penemunya (Vasili Oshchepkov) adalah pegulat yang hidup lama di Jepang dan berlatih judo, lalu dikombinasikan," katanya.
Lebih lanjut, Krisna Bayu mengatakan, pihaknya juga terus melakukan sosialisasi pengenalan Sambo pada generasi muda di Tanah Air. Salah satunya dengan menghelat berbagai kompetisi yang terukur, dengan mengedepankan pendidikan etika, karakter guna menyempurnakan watak manusia, terutama untuk menghormati liyan.
Kendati begitu, masih ada sejumlah tantangan yang mereka hadapi. Mulai dari fasilitas tempat latihan yang proper hingga ekosistem yang memadai. Program negara yang parsial dalam melihat cabang-cabang olahraga yang diikutkan ke Olimpiade dan yang tidak, menurutnya juga berdampak pada keberlanjutan dari olahraga Sambo.
"Dengan adanya pergantian pemerintahan ini saya berharap, Kemenpora segera merespon kami yang masuk dalam kategori olahraga non-olympic. Sebab, kami juga membutuhkan solusi agar cabang olahraga ini bisa maju dan geliat Sambo bisa utuh sesuai dengan UU 1945," katanya.
Baca juga: 4 Kiat Mengatasi Stres Berlebih, Dimulai dari Olahraga
Sementara itu, dikutip dari laman NocIndonesia, Desiana Syafitri mengatakan, awal menggeluti olahraga Sambo memang bermula dari Judo. Syahdan, atlet asal Karawang itu diminta oleh sang pelatih untuk menekuni Sambo, hingga akhirnya dan memutuskan untuk menekuni olahraga beladiri asal Rusia itu.
"Ini olahraga baru, jadi saya punya banyak kesempatan untuk berkembang. Saya juga ingin memajukan olahraga ini di Indonesia," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Seperti nama panjangnya yang susah dieja, olahraga bela diri ini memang berasal dari Negeri Tirai Besi, Rusia, yang mulai populer pada 1940-an. Awalnya, sambo banyak digunakan untuk seni bela diri militer tentara Rusia (Uni Soviet), kendati akhirnya mulai diminati publik kalangan sipil.
Baca juga: Menilik Tren Olahraga Terjun Payung di Indonesia, Banyak Peminat?
Di Indonesia, olahraga Sambo dipopulerkan oleh Aji Kusmantri, Pengurus Besar Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PB PJSI). Kala itu, olahraga ini pertama kali diperkenalkan di Universitas Trisakti sekitar tahun 2008, hingga akhirnya populer dan mulai dikenal masyarakat.
Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Sambo Indonesia (PP Persambi), Krisna Bayu mengatakan, meski pada awalnya kurang disambut baik karena kurangnya sosialisasi, akan tetapi secara perlahan olahraga ini mulai memiliki banyak peminat. Terlebih seiring meningkatnya percepatan teknologi informasi.
Momen tersebut juga tak lepas dari olahraga Sambo yang dipandang efektif karena dapat mengkombinasikan lima teknik bela diri sekaligus. Yaitu jujitsu, judo, gulat, savate dan tinju, yang dapat digunakan untuk mengontrol serangan, kuncian, serta menjatuhkan lawan dengan cepat.
Kendati baru seumur jagung, cabang olahraga Sambo sudah memiliki prestasi yang baik, yakni saat SEA Games 2019, di Filipina. Kala itu, cabor ini berhasil memboyong 4 medali emas di cabang mixed team. Padahal, setahun sebelumnya tak satupun atlet Indonesia yang berhasil mendapatkan medali.
Tren tersebut juga terus berlanjut, yaitu saat PB Persambi mengirimkan dua atlet putri dalam Kejuaraan Dunia Sambo 2021 di Tashkent, Uzbekistan. Kedua atlet tersebut adalah Desiana Syafitri, dan Mariana Magdalena Ince, yang sebelumnya menang di kejuaraan Serbia, serta semifinalis di Asian Games 2018.
"Dari awal (PB Persambi) berdiri waktu itu yang ikut kompetisi hanya 68-70 orang. Sekarang sudah berjalan sekian tahun, sekali kompetisi itu bisa sampai 600 orang. Artinya naik cukup pesat meski ekosistemnya belum terbentuk dengan baik," katanya.
Dari segi sejarah, Sambo pertama kali dikembangkan pada dekade 1920-an oleh Tentara Merah Uni Soviet, guna meningkatkan kemampuan pertarungan tanpa senjata. Sambo memiliki akar dari judo, yang dikombinasikan dengan gulat gaya internasional dan berbagai gaya gulat tradisional dari dunia.
Olahraga Sambo secara umum, dibagi menjadi dua jenis, yakni Sport Sambo dan Combat Sambo. Jenis yang pertama menurut Krisna Bayu, lebih berfokus pada teknik lemparan, kuncian, dan pengendalian lawan, sedangkan yang kedua lebih banyak mencampurkan semua teknik serangan dan pertahanan untuk memenangkan pertandingan.
"Dalam combat, kalau memukul sampai bonyok, menendang dengan keras, tapi lawannya tidak jatuh, maka tidak dinilai. Kalau sport hampir mirip seperti Judo, karena penemunya (Vasili Oshchepkov) adalah pegulat yang hidup lama di Jepang dan berlatih judo, lalu dikombinasikan," katanya.
Lebih lanjut, Krisna Bayu mengatakan, pihaknya juga terus melakukan sosialisasi pengenalan Sambo pada generasi muda di Tanah Air. Salah satunya dengan menghelat berbagai kompetisi yang terukur, dengan mengedepankan pendidikan etika, karakter guna menyempurnakan watak manusia, terutama untuk menghormati liyan.
Kendati begitu, masih ada sejumlah tantangan yang mereka hadapi. Mulai dari fasilitas tempat latihan yang proper hingga ekosistem yang memadai. Program negara yang parsial dalam melihat cabang-cabang olahraga yang diikutkan ke Olimpiade dan yang tidak, menurutnya juga berdampak pada keberlanjutan dari olahraga Sambo.
"Dengan adanya pergantian pemerintahan ini saya berharap, Kemenpora segera merespon kami yang masuk dalam kategori olahraga non-olympic. Sebab, kami juga membutuhkan solusi agar cabang olahraga ini bisa maju dan geliat Sambo bisa utuh sesuai dengan UU 1945," katanya.
Baca juga: 4 Kiat Mengatasi Stres Berlebih, Dimulai dari Olahraga
Sementara itu, dikutip dari laman NocIndonesia, Desiana Syafitri mengatakan, awal menggeluti olahraga Sambo memang bermula dari Judo. Syahdan, atlet asal Karawang itu diminta oleh sang pelatih untuk menekuni Sambo, hingga akhirnya dan memutuskan untuk menekuni olahraga beladiri asal Rusia itu.
"Ini olahraga baru, jadi saya punya banyak kesempatan untuk berkembang. Saya juga ingin memajukan olahraga ini di Indonesia," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.