Peringatan Krisis Iklim: 2024 Jadi Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah
11 November 2024 |
18:20 WIB
Organisasi pemantau iklim Uni Eropa, Copernicus Climate Change Service, memproyeksikan 2024 sebagai tahun terpanas dalam sejarah. Mereka mencatat suhu rata-rata global diperkirakan meningkat hingga 1,5°C di atas periode tahun 1850-1900.
Hal tersebut menandakan bahwa umat manusia telah melewati ambang batas kritis yang ditetapkan pada 2015 dalam perjanjian iklim Paris. Dilaporkan dari United Nations Climate Change, Paris Agreement merupakan perjanjian internasional yang mengikat secara hukum tentang perubahan iklim (climate change).
Baca juga: Jaga Hutan Jaga Iklim, Simak Sejarah Hari Hutan Indonesia 2024
Adapun tujuannya adalah untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 2°C dan berupaya membatasinya hingga 1,5°C di atas periode pra-industrial, di mana ketika umat manusia mulai membakar batu bara, minyak, dan gas dalam jumlah besar.
Wakil Direktur Copernicus Climate Change Service Samantha Burgess menegaskan bahwa kenaikan suhu global tahun ini merupakan titik penting yang seharusnya mendorong peningkatan ambisi pada konferensi perubahan iklim mendatang.
"Hal ini menandai tonggak sejarah baru dalam pencatatan suhu global dan harus menjadi katalis untuk meningkatkan ambisi konferensi perubahan iklim mendatang," ujarnya.
Menurut analisis enam kumpulan data internasional yang digunakan oleh World Meteorological Organization (WMO), suhu udara permukaan rata-rata global pada Januari–September 2024 adalah 1,54 °C di atas rata-rata periode pra-industrial. Hal tersebut juga didorong oleh peristiwa El Niño yang memanas.
Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo menyampaikan bahwa cuaca ekstrem yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk curah hujan dan banjir yang memecahkan rekor, siklon tropis yang semakin intens, gelombang panas mematikan, kekeringan berkepanjangan, dan kebakaran hutan adalah kenyataan baru yang sayangnya menjadi gambaran masa depan kita.
“Kita sangat perlu mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperkuat pemantauan serta pemahaman terhadap perubahan iklim. Kita juga perlu meningkatkan dukungan untuk adaptasi perubahan iklim melalui layanan informasi iklim dan Peringatan Dini untuk semua,” ujarnya dikutip dari siaran pers WMO, Senin (11/11/2024).
WMO menemukan bahwa pada 2023, konsentrasi gas rumah kaca yang memanaskan bumi mencapai rekor tertinggi, dengan akumulasi karbon dioksida meningkat lebih cepat daripada sebelumnya dalam sejarah manusia.
Baca juga: Perempuan Jadi Kelompok Paling Rentan Terdampak Krisis Iklim, Mengapa?
Dalam dua dekade terakhir, konsentrasi karbon dioksida naik lebih dari 10%, memperburuk pemanasan global dan memperparah cuaca ekstrem. PBB juga memperingatkan bahwa dunia kini berada pada 'masa genting iklim'.
Gas-gas ini menahan panas di atmosfer, meningkatkan suhu global, dan memicu cuaca ekstrem. Untuk menjaga emisi di bawah target kritis 1,5 derajat yang ditetapkan pada Paris 2015, menurut PBB, negara-negara harus mengurangi emisi sebesar 42 persen pada 2030 dan mencapai pengurangan 57 persen pada 2035.
Editor: Fajar Sidik
Hal tersebut menandakan bahwa umat manusia telah melewati ambang batas kritis yang ditetapkan pada 2015 dalam perjanjian iklim Paris. Dilaporkan dari United Nations Climate Change, Paris Agreement merupakan perjanjian internasional yang mengikat secara hukum tentang perubahan iklim (climate change).
Baca juga: Jaga Hutan Jaga Iklim, Simak Sejarah Hari Hutan Indonesia 2024
Adapun tujuannya adalah untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 2°C dan berupaya membatasinya hingga 1,5°C di atas periode pra-industrial, di mana ketika umat manusia mulai membakar batu bara, minyak, dan gas dalam jumlah besar.
Wakil Direktur Copernicus Climate Change Service Samantha Burgess menegaskan bahwa kenaikan suhu global tahun ini merupakan titik penting yang seharusnya mendorong peningkatan ambisi pada konferensi perubahan iklim mendatang.
"Hal ini menandai tonggak sejarah baru dalam pencatatan suhu global dan harus menjadi katalis untuk meningkatkan ambisi konferensi perubahan iklim mendatang," ujarnya.
Menurut analisis enam kumpulan data internasional yang digunakan oleh World Meteorological Organization (WMO), suhu udara permukaan rata-rata global pada Januari–September 2024 adalah 1,54 °C di atas rata-rata periode pra-industrial. Hal tersebut juga didorong oleh peristiwa El Niño yang memanas.
Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo menyampaikan bahwa cuaca ekstrem yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk curah hujan dan banjir yang memecahkan rekor, siklon tropis yang semakin intens, gelombang panas mematikan, kekeringan berkepanjangan, dan kebakaran hutan adalah kenyataan baru yang sayangnya menjadi gambaran masa depan kita.
“Kita sangat perlu mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperkuat pemantauan serta pemahaman terhadap perubahan iklim. Kita juga perlu meningkatkan dukungan untuk adaptasi perubahan iklim melalui layanan informasi iklim dan Peringatan Dini untuk semua,” ujarnya dikutip dari siaran pers WMO, Senin (11/11/2024).
WMO menemukan bahwa pada 2023, konsentrasi gas rumah kaca yang memanaskan bumi mencapai rekor tertinggi, dengan akumulasi karbon dioksida meningkat lebih cepat daripada sebelumnya dalam sejarah manusia.
Baca juga: Perempuan Jadi Kelompok Paling Rentan Terdampak Krisis Iklim, Mengapa?
Dalam dua dekade terakhir, konsentrasi karbon dioksida naik lebih dari 10%, memperburuk pemanasan global dan memperparah cuaca ekstrem. PBB juga memperingatkan bahwa dunia kini berada pada 'masa genting iklim'.
Gas-gas ini menahan panas di atmosfer, meningkatkan suhu global, dan memicu cuaca ekstrem. Untuk menjaga emisi di bawah target kritis 1,5 derajat yang ditetapkan pada Paris 2015, menurut PBB, negara-negara harus mengurangi emisi sebesar 42 persen pada 2030 dan mencapai pengurangan 57 persen pada 2035.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.