Kenali Gejala & Cara Penanganan saat Alami Keracunan Makanan
03 November 2024 |
11:16 WIB
Latiao, camilan asal China yang belakangan viral, resmi ditarik peredarannya di Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Hal ini lantaran Latiao terbukti tercemar bakteri Bacillus cereus, dan menjadi penyebab keracunan di sejumlah wilayah di Indonesia. Oleh karena itu, BPOM mengimbau agar masyarakat tidak lagi mengonsumsi Latiao.
Berdasarkan informasi dari situs resmi BPOM, Latiao diduga menjadi penyebab kejadian luar biasa keracunan pangan (KLBKP) di 7 wilayah di Indonesia, yakni Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, Pamekasan, dan Riau.
Baca juga: Awas, Ditemukan Residu Bahan Kimia Berbahaya dalam Anggur Shine Muscat
Kepala BPOM Taruna Ikrar menguraikan hasil pengujian laboratorium terhadap 4 jenis produk Latiao positif mengandung bakteri berbahaya yang menyebabkan gejala keracunan berupa sakit perut, pusing, mual, dan muntah. Keempat produk tersebut yakni Luvmi Hot Spicy Latiao, C&J Candy Joy Latiao, KK Boy Latiao, dan Lianggui Latiao.
Saat ini, paparnya, terdapat 73 jenis produk Latiao yang terdaftar di BPOM. “Jadi kalau dari apa yang kami temukan ini sebaiknya tidak usah dulu dimakan, dibuang saja daripada sakit. Dari 4 produk yang kami temukan di lapangan, boleh jadi berkembang ke depan,” jelasnya.
Kejadian ini menambah daftar panjang fenomena keracunan makanan yang terjadi di kalangan masyarakat Indonesia. Penting untuk mengetahui gejala keracunan makanan, serta cara penanganan pertamanya untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut.
Dikutip dari WebMD, keracunan makanan adalah iritasi atau infeksi pada sistem pencernaan yang disebabkan oleh sesuatu yang dimakan atau minum. Keracunan makanan biasanya disebabkan oleh makanan atau minuman yang terkontaminasi virus, parasit, atau bakteri. Namun, terkadang bahan kimia berbahaya juga dapat menyebabkan keracunan makanan.
Biasanya, keracunan makanan terjadi dengan cepat dan tidak berlangsung lama atau seringkali kurang dari seminggu, dan sebagian besar orang sembuh tanpa pengobatan. Namun, bagi sebagian orang, keracunan makanan berlangsung lebih lama atau menyebabkan komplikasi serius.
Siapapun dapat mengalami keracunan makanan. Namun, ada beberapa kelompok yang lebih rentan mengalami keracunan makanan seperti orang dewasa yang lebih tua, bayi dan anak-anak, orang hamil, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Kelompok-kelompok ini juga lebih mungkin mengalami gejala atau komplikasi serius keracunan makanan.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), beberapa gejala keracunan makanan yang paling umum terjadi meliputi diare (termasuk diare berdarah), muntah, sakit perut atau kram, mual, sakit kepala, dan demam.
Namun, jika seseorang mengalami keracunan pada level yang lebih serius seperti botulisme atau keracunan ikan/kerang, gejalanya juga mungkin termasuk penglihatan kabur, rasa kesemutan atau mati rasa pada kulit, hingga kelumpuhan. Gejala-gejala serius ini harus segera ditangani oleh dokter atau Unit Gawat Darurat (UGD).
Gejala-gejala tersebut dapat muncul dalam kurun waktu sekitar 2-6 hari setelah mengonsumi makanan yang terkontaminasi, dan bergantung pada kuman yang menyebabkan keracunan makanan. Berikut adalah perkiraan waktu antara paparan dan timbulnya gejala keracunan makanan berdasarkan penyebabnya.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membantu meringankan gejala keracunan makanan. Namun, jika gejalanya telah pada level yang serius, disarankan untuk segera memeriksakan diri ke dokter.
Berikut adalah beberapa cara penanganan yang bisa dilakukan saat mengalami keracunan makanan.
1. Tetap terhidrasi
Saat keracunan makanan, seseorang akan kehilangan banyak cairan dalam waktu singkat saat muntah, diare, atau demam. Dehidrasi dapat menyebabkan rasa lelah dan lemah, dan dapat membuat jantung berdetak tidak teratur. Bahkan dapat berakibat fatal jika tidak segera diobati, terutama pada anak kecil dan orang dewasa yang lebih tua.
Oleh karena itu, tetap terhidrasi adalah salah satu cara terbaik untuk mendukung tubuh saat melawan infeksi. Cobalah minum formula hidrasi, seperti Pedialyte, yang dapat membantu tetap terhidrasi lebih baik daripada air. Jika kesulitan menelan cairan, dapat mencoba mengisap es batu untuk tetap terhidrasi. Namun, jika mengalami dehidrasi serius, segera pergi ke klinik atau rumah sakit untuk mendapatkan cairan melalui infus.
2. Istirahatkan tubuh
Cara lain untuk mendukung tubuh saat melawan infeksi adalah dengan tinggal di rumah dan beristirahat.
3. Konsumsi makanan hambar
Saat keracunan makanan, seseorang mungkin merasa terlalu mual untuk makan pada hari pertama. Selama masih muntah, minumlah cairan seperti air, kaldu bening, jus buah encer, teh tanpa kafein, atau minuman olahraga. Begitupun jika benar-benar tidak bisa makan atau minum, tetaplah konsumsi makanan hambar, dan makanlah sedikit demi sedikit untuk melihat reaksi lambung.
Termasuk, disarankan untuk melakukan diet BRAT yang merupakan akronim dari Bananas, Rice, Applesauce, Toast. Beberapa makanan yang disarankan untuk dikonsumsi seperti pisang, nasi, apel, dan roti, yang aman untuk lambung dan dapat membantu meredakan diare, karena akan mengeraskan tinja dan mengganti beberapa nutrisi yang mungkin hilang akibat muntah.
Makanan lain yang aman untuk perut termasuk sereal kering, biskuit asin, oatmeal, dan kentang. Namun, konsumsilah dalam jumlah terbatas. Sebaliknya, hindari makanan yang dapat memperparah rasa mual dan muntah, seperti produk susu, makanan yang digoreng, makanan pedas, makanan manis, kafein, dan alkohol.
4. Minum obat
Jika tetap terhidrasi, istirahat, dan mengonsumsi makanan hambar tidak membantu, Genhype dapat mencoba meredakan gejala dengan bantuan beberapa obat yang dijual bebas, seperti: Bismuth subsalicylate (Pepto Bismol, Kaopectate) yang dapat membantu meredakan mual dan diare, dan Loperamide (Imodium AD), yang dapat membantu meredakan diare dengan memperlambat proses pencernaan.
Namun, obat-obatan ini dapat berbahaya bagi anak-anak. Anak-anak kecil yang mengalami mual dan diare sebaiknya minum cairan untuk terhidrasi dan mengonsumsi makanan hambar. Atau, minum larutan rehidrasi (seperti Pedialyte) untuk mencegah dehidrasi atas resep dokter anak.
5. Tambahkan probiotik ke makanan
Setiap orang memiliki bakteri yang hidup di dalam tubuhnya. Beberapa bakteri bermanfaat, dan beberapa lainnya dapat membuat sakit. Setiap orang memerlukan bakteri bermanfaat, salah satunya untuk mencerna makanan. Namun, keracunan makanan dapat mengganggu keseimbangan bakteri baik dan buruk dalam usus.
Probiotik adalah bakteri baik seperti yang sudah ada dalam tubuh. Oleh karena itu, mengonsumsi probiotik dapat mengembalikan keseimbangan bakteri usus, yang membuat sistem pencernaan lebih sehat, serta dapat melindungi tubuh dari keracunan makanan di kemudian hari. Setelah merasa lebih baik, direkomendasikan untuk mengonsumsi yogurt guna membantu menjaga keseimbangan bakteri usus.
Baca juga: Keracunan Makanan Tingkatkan Risiko Hepatitis A & Demam Tifoid
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Berdasarkan informasi dari situs resmi BPOM, Latiao diduga menjadi penyebab kejadian luar biasa keracunan pangan (KLBKP) di 7 wilayah di Indonesia, yakni Lampung, Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, Pamekasan, dan Riau.
Baca juga: Awas, Ditemukan Residu Bahan Kimia Berbahaya dalam Anggur Shine Muscat
Kepala BPOM Taruna Ikrar menguraikan hasil pengujian laboratorium terhadap 4 jenis produk Latiao positif mengandung bakteri berbahaya yang menyebabkan gejala keracunan berupa sakit perut, pusing, mual, dan muntah. Keempat produk tersebut yakni Luvmi Hot Spicy Latiao, C&J Candy Joy Latiao, KK Boy Latiao, dan Lianggui Latiao.
Saat ini, paparnya, terdapat 73 jenis produk Latiao yang terdaftar di BPOM. “Jadi kalau dari apa yang kami temukan ini sebaiknya tidak usah dulu dimakan, dibuang saja daripada sakit. Dari 4 produk yang kami temukan di lapangan, boleh jadi berkembang ke depan,” jelasnya.
Kejadian ini menambah daftar panjang fenomena keracunan makanan yang terjadi di kalangan masyarakat Indonesia. Penting untuk mengetahui gejala keracunan makanan, serta cara penanganan pertamanya untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut.
Gejala Keracunan Makanan
Dikutip dari WebMD, keracunan makanan adalah iritasi atau infeksi pada sistem pencernaan yang disebabkan oleh sesuatu yang dimakan atau minum. Keracunan makanan biasanya disebabkan oleh makanan atau minuman yang terkontaminasi virus, parasit, atau bakteri. Namun, terkadang bahan kimia berbahaya juga dapat menyebabkan keracunan makanan.Biasanya, keracunan makanan terjadi dengan cepat dan tidak berlangsung lama atau seringkali kurang dari seminggu, dan sebagian besar orang sembuh tanpa pengobatan. Namun, bagi sebagian orang, keracunan makanan berlangsung lebih lama atau menyebabkan komplikasi serius.
Siapapun dapat mengalami keracunan makanan. Namun, ada beberapa kelompok yang lebih rentan mengalami keracunan makanan seperti orang dewasa yang lebih tua, bayi dan anak-anak, orang hamil, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Kelompok-kelompok ini juga lebih mungkin mengalami gejala atau komplikasi serius keracunan makanan.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), beberapa gejala keracunan makanan yang paling umum terjadi meliputi diare (termasuk diare berdarah), muntah, sakit perut atau kram, mual, sakit kepala, dan demam.
Namun, jika seseorang mengalami keracunan pada level yang lebih serius seperti botulisme atau keracunan ikan/kerang, gejalanya juga mungkin termasuk penglihatan kabur, rasa kesemutan atau mati rasa pada kulit, hingga kelumpuhan. Gejala-gejala serius ini harus segera ditangani oleh dokter atau Unit Gawat Darurat (UGD).
Gejala-gejala tersebut dapat muncul dalam kurun waktu sekitar 2-6 hari setelah mengonsumi makanan yang terkontaminasi, dan bergantung pada kuman yang menyebabkan keracunan makanan. Berikut adalah perkiraan waktu antara paparan dan timbulnya gejala keracunan makanan berdasarkan penyebabnya.
- Campylobacter: 2-5 hari
- Escherichia coli ( E. coli ): biasanya 3-4 hari
- Listeria: dalam waktu 2 minggu
- Salmonella: 6 jam hingga 6 hari
- Staphylococcus aureus: 30 menit hingga 8 jam
- Clostridium: 6-36 jam
- Vibrio: dalam waktu 24 jam
- Norovirus: 12-48 jam
- Hepatitis A: 15-50 hari
Cara Penanganan Keracunan Makanan
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membantu meringankan gejala keracunan makanan. Namun, jika gejalanya telah pada level yang serius, disarankan untuk segera memeriksakan diri ke dokter.Berikut adalah beberapa cara penanganan yang bisa dilakukan saat mengalami keracunan makanan.
1. Tetap terhidrasi
Saat keracunan makanan, seseorang akan kehilangan banyak cairan dalam waktu singkat saat muntah, diare, atau demam. Dehidrasi dapat menyebabkan rasa lelah dan lemah, dan dapat membuat jantung berdetak tidak teratur. Bahkan dapat berakibat fatal jika tidak segera diobati, terutama pada anak kecil dan orang dewasa yang lebih tua.
Oleh karena itu, tetap terhidrasi adalah salah satu cara terbaik untuk mendukung tubuh saat melawan infeksi. Cobalah minum formula hidrasi, seperti Pedialyte, yang dapat membantu tetap terhidrasi lebih baik daripada air. Jika kesulitan menelan cairan, dapat mencoba mengisap es batu untuk tetap terhidrasi. Namun, jika mengalami dehidrasi serius, segera pergi ke klinik atau rumah sakit untuk mendapatkan cairan melalui infus.
2. Istirahatkan tubuh
Cara lain untuk mendukung tubuh saat melawan infeksi adalah dengan tinggal di rumah dan beristirahat.
3. Konsumsi makanan hambar
Saat keracunan makanan, seseorang mungkin merasa terlalu mual untuk makan pada hari pertama. Selama masih muntah, minumlah cairan seperti air, kaldu bening, jus buah encer, teh tanpa kafein, atau minuman olahraga. Begitupun jika benar-benar tidak bisa makan atau minum, tetaplah konsumsi makanan hambar, dan makanlah sedikit demi sedikit untuk melihat reaksi lambung.
Termasuk, disarankan untuk melakukan diet BRAT yang merupakan akronim dari Bananas, Rice, Applesauce, Toast. Beberapa makanan yang disarankan untuk dikonsumsi seperti pisang, nasi, apel, dan roti, yang aman untuk lambung dan dapat membantu meredakan diare, karena akan mengeraskan tinja dan mengganti beberapa nutrisi yang mungkin hilang akibat muntah.
Makanan lain yang aman untuk perut termasuk sereal kering, biskuit asin, oatmeal, dan kentang. Namun, konsumsilah dalam jumlah terbatas. Sebaliknya, hindari makanan yang dapat memperparah rasa mual dan muntah, seperti produk susu, makanan yang digoreng, makanan pedas, makanan manis, kafein, dan alkohol.
4. Minum obat
Jika tetap terhidrasi, istirahat, dan mengonsumsi makanan hambar tidak membantu, Genhype dapat mencoba meredakan gejala dengan bantuan beberapa obat yang dijual bebas, seperti: Bismuth subsalicylate (Pepto Bismol, Kaopectate) yang dapat membantu meredakan mual dan diare, dan Loperamide (Imodium AD), yang dapat membantu meredakan diare dengan memperlambat proses pencernaan.
Namun, obat-obatan ini dapat berbahaya bagi anak-anak. Anak-anak kecil yang mengalami mual dan diare sebaiknya minum cairan untuk terhidrasi dan mengonsumsi makanan hambar. Atau, minum larutan rehidrasi (seperti Pedialyte) untuk mencegah dehidrasi atas resep dokter anak.
5. Tambahkan probiotik ke makanan
Setiap orang memiliki bakteri yang hidup di dalam tubuhnya. Beberapa bakteri bermanfaat, dan beberapa lainnya dapat membuat sakit. Setiap orang memerlukan bakteri bermanfaat, salah satunya untuk mencerna makanan. Namun, keracunan makanan dapat mengganggu keseimbangan bakteri baik dan buruk dalam usus.
Probiotik adalah bakteri baik seperti yang sudah ada dalam tubuh. Oleh karena itu, mengonsumsi probiotik dapat mengembalikan keseimbangan bakteri usus, yang membuat sistem pencernaan lebih sehat, serta dapat melindungi tubuh dari keracunan makanan di kemudian hari. Setelah merasa lebih baik, direkomendasikan untuk mengonsumsi yogurt guna membantu menjaga keseimbangan bakteri usus.
Baca juga: Keracunan Makanan Tingkatkan Risiko Hepatitis A & Demam Tifoid
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.