Cek Daftar Biang Kerok Pencetus & Gejala Asma yang Ganggu Kualitas Hidup Anak
20 July 2023 |
14:00 WIB
Masalah pernapasan seperti asma pada anak terutama pada usia balita menimbulkan kekhawatiran bagi para orang tua. Pasalnya, kondisi ini membuat si kecil kesulitan bernapas dan mengganggu kenyamanan mereka untuk bisa bermain dan melakukan aktivitas seperti anak pada umumnya.
Usianya yang masih balita pun tidak bisa mengetahui kondisi yang dialaminya. Alhasil si kecil tidak bisa membatasi diri dalam beraktivitas dan hanya bisa menangis ketika gejala asma muncul.
Dia mengatakan, apabila tidak ditangani dengan baik, asma dapat menurunkan kualitas hidup anak, membatasi aktivitas, mengganggu tidur, hingga mempengaruhi kualitas belajar. Kondisi ini juga menambah beban biaya keluarga dan sektor pelayanan kesehatan.
Asma sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Irene menyampaikan asma terjadi karena inflamasi kronik, hiperresponsif dan perubahan struktur akibat penebalan dinding bronkus (remodelling) saluran respiratori yang berlangsung kronik bahkan sudah ada sebelum munculnya gejala awal asma.
“Penyempitan dan obstruksi pada saluran respiratori terjadi akibat penebalan dinding bronkus, kontraksi otot polos, edema mukosa, hipersekresi mukus,” jelasnya dikutip Hypeabis.id, Kamis (20/7/2023).
Adapun gejala klinis pada asma dapat berupa batuk, wheezing (mengi), sesak napas, dada terasa tertekan yang timbul secara kronik atau berulang, reversibel, cenderung memberat pada malam maupun dini hari. “Biasanya timbul jika ada pencetus,” imbuhnya.
Oleh karena itu, apabila anak memperlihatkan gejala asma, sebaiknya segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Penegakan diagnosis asma pada anak biasanya melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Irene mengatkan anamnesis memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma pada anak sebagian besar ditegakkan secara klinis. “Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan gejala klinis yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma,” tambahnya.
Dokter, katanya, perlu melihat karakteristik dari gejala yang dirasakan oleh anak. Hal ini dapat menentukan tingkat keparahan asma yang dirasakan oleh si kecil.
Karakteristik yang dilihat berupa apakah gejala timbul secara episodik atau berulang. Kemudian intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan dalam 24 jam. Gejala lebih berat umumnya terjadi pada malam hari (nokturnal).
Karakteristik lainnya yakni reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan pemberian obat pereda asma, atau gejala timbul bila ada faktor pencetus.
Pencetus asma bisa berupa iritan seperti rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu dingin, udara kering, makanan minuman dingin, penyedap rasa, pengawet makanan, pewarna makanan. Bisa juga dikarenakan alergen seperti debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari.
Pencetus berikutnya yakni infeksi respiratori akut karena virus hingga aktivitas fisis seperti berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa berlebihan. Asma juga bisa disebabkan oleh genetik atau riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.
Irene menambahkan, serangan asma bisa terjadi akibat dua faktor, yaitu kegagalan dalam farmakoterapi jangka panjang dan kegagalan menghindari faktor pencetus. Faktor pencetus ini bisa menyebabkan keadaan yang tidak ada gejala menjadi bergejala atau yang gejalanya ringan menjadi berat.
Sejauh ini, ada dua faktor besar yang berperan pada kejadian asma, yaitu faktor genetik dan lingkungan. “Faktor genetik hampir tak dapat dimodifikasi lagi dalam tata laksana penghindaran pencetus,” sebut Irene.
Editor: Indyah Sutriningrum
Usianya yang masih balita pun tidak bisa mengetahui kondisi yang dialaminya. Alhasil si kecil tidak bisa membatasi diri dalam beraktivitas dan hanya bisa menangis ketika gejala asma muncul.
Baca juga: Berisiko Ketergantungan, Inhaler Sudah Tidak Direkomendasikan Bagi Pasien Asma
Dokter spesialis Anak RSIA Grand Family & RSIA Family Irene Melinda Louis menerangkan, asma merupakan penyakit saluran respiratori kronik yang sering dijumpai baik pada anak maupun dewasa. Meski tidak menempati peringkat teratas sebagai penyebab kematian pada anak, asma merupakan masalah kesehatan yang patut menjadi perhatian orang tua.Dia mengatakan, apabila tidak ditangani dengan baik, asma dapat menurunkan kualitas hidup anak, membatasi aktivitas, mengganggu tidur, hingga mempengaruhi kualitas belajar. Kondisi ini juga menambah beban biaya keluarga dan sektor pelayanan kesehatan.
Asma sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Irene menyampaikan asma terjadi karena inflamasi kronik, hiperresponsif dan perubahan struktur akibat penebalan dinding bronkus (remodelling) saluran respiratori yang berlangsung kronik bahkan sudah ada sebelum munculnya gejala awal asma.
“Penyempitan dan obstruksi pada saluran respiratori terjadi akibat penebalan dinding bronkus, kontraksi otot polos, edema mukosa, hipersekresi mukus,” jelasnya dikutip Hypeabis.id, Kamis (20/7/2023).
Adapun gejala klinis pada asma dapat berupa batuk, wheezing (mengi), sesak napas, dada terasa tertekan yang timbul secara kronik atau berulang, reversibel, cenderung memberat pada malam maupun dini hari. “Biasanya timbul jika ada pencetus,” imbuhnya.
Oleh karena itu, apabila anak memperlihatkan gejala asma, sebaiknya segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Penegakan diagnosis asma pada anak biasanya melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Irene mengatkan anamnesis memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma pada anak sebagian besar ditegakkan secara klinis. “Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan gejala klinis yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma,” tambahnya.
Dokter, katanya, perlu melihat karakteristik dari gejala yang dirasakan oleh anak. Hal ini dapat menentukan tingkat keparahan asma yang dirasakan oleh si kecil.
Karakteristik yang dilihat berupa apakah gejala timbul secara episodik atau berulang. Kemudian intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan dalam 24 jam. Gejala lebih berat umumnya terjadi pada malam hari (nokturnal).
Karakteristik lainnya yakni reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan pemberian obat pereda asma, atau gejala timbul bila ada faktor pencetus.
Pencetus asma bisa berupa iritan seperti rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu dingin, udara kering, makanan minuman dingin, penyedap rasa, pengawet makanan, pewarna makanan. Bisa juga dikarenakan alergen seperti debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari.
Pencetus berikutnya yakni infeksi respiratori akut karena virus hingga aktivitas fisis seperti berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa berlebihan. Asma juga bisa disebabkan oleh genetik atau riwayat alergi pada pasien atau keluarganya.
Irene menambahkan, serangan asma bisa terjadi akibat dua faktor, yaitu kegagalan dalam farmakoterapi jangka panjang dan kegagalan menghindari faktor pencetus. Faktor pencetus ini bisa menyebabkan keadaan yang tidak ada gejala menjadi bergejala atau yang gejalanya ringan menjadi berat.
Sejauh ini, ada dua faktor besar yang berperan pada kejadian asma, yaitu faktor genetik dan lingkungan. “Faktor genetik hampir tak dapat dimodifikasi lagi dalam tata laksana penghindaran pencetus,” sebut Irene.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.