Kisah Inspiratif Dama Kara dan Batik Paduka, Berdayakan Perajin dan Komunitas Difabel
28 October 2024 |
18:48 WIB
Jenama fesyen batik, Dama Kara, yang didirikan oleh pasangan suami istri, Nurdini Prihastiti dan Bheben Oscar, pada 2020. Produk-produknya terdiri dari item fesyen batik bermotif sederhana tapi sarat makna, yang dapat digunakan di berbagai acara, baik untuk wanita, pria, maupun anak.
Sebelumnya Nurdini dan Bhemen sempat mengalami kerugian besar saat menjalankan bisnis. Kini keduanya bertekad membangun bisnis yang bisa memberikan manfaat bagi banyak orang. Kini Dama Kara memiliki sekitar 50 karyawan yang sebagian besar terdiri dari anak muda.
Baca juga: Kresek Project, Upaya Mengolah Limbah Plastik Menjadi Karya Seni Bernilai Tinggi
"Kami akhirnya memutuskan untuk mendirikan Dama Kara, bisnis lokal batik yang bisa menyerap banyak tenaga kerja," kata Nurdini, dalam konferensi pers daring Tokopedia dan ShopTokopedia Dorong Kemajuan Pelaku Usaha dan Kreator Muda, pada Senin (28/10/2024).
Dama Kara sendiri berdiri pada 2020, ketika pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia. Akhirnya mereka harus memanfaatkan platform online untuk berjualan.
Strategi berbisnis online yang sama sekali belum pernah dilakukan oleh Nurdini dan Bheben sebelumnya ini, ternyata membawa hasil yang signifikan. Pada tahun kedua berjalannya usaha mereka, penjualannya naik 220 persen dibandingkan penjualan di tahun pertama.
Dama Kara terus fokus pada penjualan online sejak awal berdirinya termasuk lewat platform e-commerce yang membantu Dama Kara menjangkau pasar lebih luas dan meningkatkan penjualan secara signifikan. Selain itu juga memanfaatkan konten kreatif di media sosial dan live shopping.
Mereka juga memanfaatkan promo dan fitur-fitur seperti bebas ongkir dan beriklan untuk meningkatkan penjualan. Berkat strategi tersebut, omzet Dama Kara bisa mencapai puluhan juta per bulan dan penjualan meningkat hingga dua kali lipat
Meski begitu, Nurdini dan Bheben menghadapi tantangan lain dalam berbisnis, yakni masalah plagiarisme. Motif-motif karya Dama Kara sering ditiru oleh pelaku bisnis sejenisnya.
Oleh karena itu, sebagai solusinya, mereka berupaya mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas motif batik yang dibuat serta meningkatkan awareness masyarakat atas motif batik khas Dama Kara.
Motif-motif batik Dama Kara dibuat oleh teman-teman komunitas difabel, termasuk autis dan penyandang tunarungu. Nurdini dan Bheben bekerja sama dengan sejumlah yayasan, seperti Our Dreams Indonesia dan Art Therapy Center Widyatama, untuk membantu komunitas difabel menciptakan peluang dengan berkarya.
Dama Kara berkolaborasi dengan Salma, teman istimewa yang merupakan seorang tuna rungu. Mereka mengembangkan koleksi dengan teknik sashiko atau jahit jelujur yang pada proses jahitnya melibatkan para ibu di kampung. Motif pada Jalin membawa makna yaitu arah mata angin sebagai simbol keseimbangan hidup dan simbol petunjuk.
Mereka juga mendirikan Dama Kara Foundation yang menyediakan ruang terapi menggambar khusus autis. Hasil karya mereka kemudian direalisasikan dalam bentuk koleksi batik, seperti Jalin dan Rona Bian. Individu autis yang terlibat juga mendapatkan royalti hasil penjualan produk tersebut.
Dama Kara juga di sisi lain memberdayakan ibu-ibu dan penjahit di Jawa Barat pada proses finishing produk, seperti menjahit jelujur dan pengecekan kualitas.
Jenama ini juga berkomitmen membangun bisnis yang ramah lingkungan. Mereka terus menciptakan produk fashion batik dengan bahan berkualitas tinggi, dan potongan serta motif yang kontemporer.
Dama Kara juga berkolaborasi dengan Cajsa untuk meminimalisasi limbah pascaproduksi. Potongan sisa kain batik hasil produksi dijadikan bahan baku pembuatan sepatu, salah satunya dinamakan koleksi Bhumi Karuna.
Jenama fesyen lainnya yang juga menginspirasi adalah Batik Paduka yang terkenal lewat produk sarung batik. Didirikan oleh Ardi Sanjaya pada 2018, yang saat itu masih duduk di bangku kuliah.
Awalnya, Ardi memulai bisnis dengan menjadi reseller untuk menambah uang jajan. Seiring berjalannya waktu, dia yakin bahwa menjadi wirausaha adalah pilihan jalan hidup yang tepat untuknya karena bisa memberikan dampak positif lebih banyak kepada masyarakat yang lebih luas.
"Setelah lulus kuliah, saya memutuskan untuk membuat produk sendiri berupa sarung batik cap dan print bermotif kontemporer," kata Ardi.
Lewat produk ini, dia berharap bisa mengubah citra kuno sarung menjadi 'new denim' yang dapat dipakai lebih sering oleh anak muda di berbagai acara.
Batik Paduka kini fokus memasarkan produk secara online dan memiliki toko offline di Pekalongan, Jawa Tengah, serta mempekerjakan sekitar 70 karyawan yang 70 persennya terdiri daro anak muda.
Dalam proses produksinya, Batik Paduka memberdayakan perajin batik di sekitar Pekalongan, Jawa Tengah. Mereka menggandeng masyarakat di sekitar pabrik dalam proses finishing produk seperti pengemasan.
"Kami juga giat mengedukasi karyawan Batik Paduka untuk menjadi affiliate creator agar mereka bisa memiliki penghasilan tambahan setelah jam kerja usai dengan menjadi affiliate creator profesional," tambah Ardi.
Di sisi lain, masalah plagiarisme juga sempat menjadi tantangan untuk jenama ini. Banyak yang menjiplak produk sarung motif tawon milik Batik Paduka. Untuk mengatasinya, Ardi memanfaatkan Pusat Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (IP Protection Centre) yang dapat membantu menangguhkan produk tiruan.
Selain itu, pada masa pandemi, Batik Paduka sempat mengalami penurunan penjualan bahkan harus merumahkan sejumlah karyawan. Untuk memperbaiki keadaan dan menjaga bisnis tetap berjalan, Batik Paduka memanfaatkan platform e-commerce. Alhasil, Ardi bisa mempekerjakan kembali karyawan yang sebelumnya terpaksa dirumahkan.
Ardi memanfaatkan e-commerce sebagai platform utama untuk menjual produk. Dia melihat pangsa pasar yang besar dan memanfaatkan peluang tersebut dengan membuat konten kreatif dalam mempromosikan produk Batik Paduka.
"Live shopping menjadi fitur yang sangat efektif dalam menjangkau lebih banyak konsumen dan meningkatkan penjualan," katanya.
Lewat strategi ini, dia bisa menjelaskan detail produk termasuk keunikannya, dan menjawab pertanyaan calon konsumen secara langsung sehingga lebih engaging. Batik Paduka sendiri rutin melakukan live shopping 2-3 kali sehari dengan durasi minimal 2 jam.
Strategi tersebut membuat penjualan Batik Paduka naik 3-4 kali lipat dibandingkan sebelum menggunakan e-commerce. Selain itu, pada momen Ramadan 2023 lalu, Batik Paduka mencetak penjualan hingga Rp500 juta dalam waktu 3 jam saat live shopping.
Batik Paduka juga turut serta dalam kampanye tentang batik di e-commerce dan platfrom digital lainnya yang berhasil meningkatkan brand awareness dan penjualan Batik Paduka. Mereka mengalami kenaikan penjualan hingga 70 persen dibandingkan dengan sebelum mengikuti kampanye tersebut.
Baca juga: Tips Padupadan Batik Agar Tampil Modis Tanpa Menghilangkan Esensi Tradisional
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Sebelumnya Nurdini dan Bhemen sempat mengalami kerugian besar saat menjalankan bisnis. Kini keduanya bertekad membangun bisnis yang bisa memberikan manfaat bagi banyak orang. Kini Dama Kara memiliki sekitar 50 karyawan yang sebagian besar terdiri dari anak muda.
Baca juga: Kresek Project, Upaya Mengolah Limbah Plastik Menjadi Karya Seni Bernilai Tinggi
"Kami akhirnya memutuskan untuk mendirikan Dama Kara, bisnis lokal batik yang bisa menyerap banyak tenaga kerja," kata Nurdini, dalam konferensi pers daring Tokopedia dan ShopTokopedia Dorong Kemajuan Pelaku Usaha dan Kreator Muda, pada Senin (28/10/2024).
Dama Kara sendiri berdiri pada 2020, ketika pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia. Akhirnya mereka harus memanfaatkan platform online untuk berjualan.
Strategi berbisnis online yang sama sekali belum pernah dilakukan oleh Nurdini dan Bheben sebelumnya ini, ternyata membawa hasil yang signifikan. Pada tahun kedua berjalannya usaha mereka, penjualannya naik 220 persen dibandingkan penjualan di tahun pertama.
Dama Kara terus fokus pada penjualan online sejak awal berdirinya termasuk lewat platform e-commerce yang membantu Dama Kara menjangkau pasar lebih luas dan meningkatkan penjualan secara signifikan. Selain itu juga memanfaatkan konten kreatif di media sosial dan live shopping.
Mereka juga memanfaatkan promo dan fitur-fitur seperti bebas ongkir dan beriklan untuk meningkatkan penjualan. Berkat strategi tersebut, omzet Dama Kara bisa mencapai puluhan juta per bulan dan penjualan meningkat hingga dua kali lipat
Meski begitu, Nurdini dan Bheben menghadapi tantangan lain dalam berbisnis, yakni masalah plagiarisme. Motif-motif karya Dama Kara sering ditiru oleh pelaku bisnis sejenisnya.
Oleh karena itu, sebagai solusinya, mereka berupaya mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas motif batik yang dibuat serta meningkatkan awareness masyarakat atas motif batik khas Dama Kara.
Motif-motif batik Dama Kara dibuat oleh teman-teman komunitas difabel, termasuk autis dan penyandang tunarungu. Nurdini dan Bheben bekerja sama dengan sejumlah yayasan, seperti Our Dreams Indonesia dan Art Therapy Center Widyatama, untuk membantu komunitas difabel menciptakan peluang dengan berkarya.
Dama Kara berkolaborasi dengan Salma, teman istimewa yang merupakan seorang tuna rungu. Mereka mengembangkan koleksi dengan teknik sashiko atau jahit jelujur yang pada proses jahitnya melibatkan para ibu di kampung. Motif pada Jalin membawa makna yaitu arah mata angin sebagai simbol keseimbangan hidup dan simbol petunjuk.
Mereka juga mendirikan Dama Kara Foundation yang menyediakan ruang terapi menggambar khusus autis. Hasil karya mereka kemudian direalisasikan dalam bentuk koleksi batik, seperti Jalin dan Rona Bian. Individu autis yang terlibat juga mendapatkan royalti hasil penjualan produk tersebut.
Dama Kara juga di sisi lain memberdayakan ibu-ibu dan penjahit di Jawa Barat pada proses finishing produk, seperti menjahit jelujur dan pengecekan kualitas.
Jenama ini juga berkomitmen membangun bisnis yang ramah lingkungan. Mereka terus menciptakan produk fashion batik dengan bahan berkualitas tinggi, dan potongan serta motif yang kontemporer.
Dama Kara juga berkolaborasi dengan Cajsa untuk meminimalisasi limbah pascaproduksi. Potongan sisa kain batik hasil produksi dijadikan bahan baku pembuatan sepatu, salah satunya dinamakan koleksi Bhumi Karuna.
Jenama fesyen lainnya yang juga menginspirasi adalah Batik Paduka yang terkenal lewat produk sarung batik. Didirikan oleh Ardi Sanjaya pada 2018, yang saat itu masih duduk di bangku kuliah.
Awalnya, Ardi memulai bisnis dengan menjadi reseller untuk menambah uang jajan. Seiring berjalannya waktu, dia yakin bahwa menjadi wirausaha adalah pilihan jalan hidup yang tepat untuknya karena bisa memberikan dampak positif lebih banyak kepada masyarakat yang lebih luas.
"Setelah lulus kuliah, saya memutuskan untuk membuat produk sendiri berupa sarung batik cap dan print bermotif kontemporer," kata Ardi.
Lewat produk ini, dia berharap bisa mengubah citra kuno sarung menjadi 'new denim' yang dapat dipakai lebih sering oleh anak muda di berbagai acara.
Batik Paduka kini fokus memasarkan produk secara online dan memiliki toko offline di Pekalongan, Jawa Tengah, serta mempekerjakan sekitar 70 karyawan yang 70 persennya terdiri daro anak muda.
Dalam proses produksinya, Batik Paduka memberdayakan perajin batik di sekitar Pekalongan, Jawa Tengah. Mereka menggandeng masyarakat di sekitar pabrik dalam proses finishing produk seperti pengemasan.
"Kami juga giat mengedukasi karyawan Batik Paduka untuk menjadi affiliate creator agar mereka bisa memiliki penghasilan tambahan setelah jam kerja usai dengan menjadi affiliate creator profesional," tambah Ardi.
Selain itu, pada masa pandemi, Batik Paduka sempat mengalami penurunan penjualan bahkan harus merumahkan sejumlah karyawan. Untuk memperbaiki keadaan dan menjaga bisnis tetap berjalan, Batik Paduka memanfaatkan platform e-commerce. Alhasil, Ardi bisa mempekerjakan kembali karyawan yang sebelumnya terpaksa dirumahkan.
Ardi memanfaatkan e-commerce sebagai platform utama untuk menjual produk. Dia melihat pangsa pasar yang besar dan memanfaatkan peluang tersebut dengan membuat konten kreatif dalam mempromosikan produk Batik Paduka.
"Live shopping menjadi fitur yang sangat efektif dalam menjangkau lebih banyak konsumen dan meningkatkan penjualan," katanya.
Lewat strategi ini, dia bisa menjelaskan detail produk termasuk keunikannya, dan menjawab pertanyaan calon konsumen secara langsung sehingga lebih engaging. Batik Paduka sendiri rutin melakukan live shopping 2-3 kali sehari dengan durasi minimal 2 jam.
Strategi tersebut membuat penjualan Batik Paduka naik 3-4 kali lipat dibandingkan sebelum menggunakan e-commerce. Selain itu, pada momen Ramadan 2023 lalu, Batik Paduka mencetak penjualan hingga Rp500 juta dalam waktu 3 jam saat live shopping.
Batik Paduka juga turut serta dalam kampanye tentang batik di e-commerce dan platfrom digital lainnya yang berhasil meningkatkan brand awareness dan penjualan Batik Paduka. Mereka mengalami kenaikan penjualan hingga 70 persen dibandingkan dengan sebelum mengikuti kampanye tersebut.
Baca juga: Tips Padupadan Batik Agar Tampil Modis Tanpa Menghilangkan Esensi Tradisional
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.