Film Pengepungan di Bukit Duri Angkat Isu Kekerasan di Kalangan Remaja
23 October 2024 |
20:16 WIB
Setelah 6 tahun, sutradara Joko Anwar akhirnya menggarap lagi film aksi dalam judul Pengepungan di Bukit Duri. Karya ini menjadi film ke-11 yang digarap oleh sang sutradara, sekaligus karya thriller-aksi pertamanya sejak terakhir kali menggarap film Gundala pada 2019.
Film Pengepungan di Bukit Duri mengangkat isu kekerasan yang terjadi di kalangan remaja. Filmnya mengambil latar tahun 2027, ketika situasi di Indonesia bergejolak. Menggambarkan kondisi masyarakat yang berada di ambang kehancuran, dipicu oleh diskriminasi dan kebencian rasial.
Baca juga: Alasan Joko Anwar Baru Filmkan Skenario Pengepungan di Bukit Duri Setelah 17 Tahun
Di tengah semua itu, muncul karakter Edwin, guru pengganti di SMA Duri yang dikhususkan untuk mendidik siswa-siswi bermasalah. Situasi semakin rumit, Edwin pun menghadapi pertarungan untuk bertahan hidup ketika sekolah tempatnya mengajar mendadak berubah menjadi ajang pertarungan hidup dan mati.
Pengepungan di Bukit Duri menjadi film pertama Joko Anwar yang mengangkat isu remaja yang dibintangi oleh jajaran aktor dan aktris muda berbakat Indonesia. Idenya berangkat dari fenomena kekerasan yang masih menjadi isu dalam kehidupan masyarakat saat ini.
"Kenapa kami mengambil tema remaja karena remaja adalah fase yang paling krusial dalam masyarakat. Apakah kelompok remaja ini nantinya akan menjadi surplus demografi untuk sebuah negara, atau justru menjadi beban. Jadi penting banget untuk disorot masalah remaja ini," katanya saat ditemui awak media di Jakarta, baru-baru ini.
Bagi Joko, remaja adalah memiliki peranan yang penting sebagai penerus sebuah bangsa. Di sisi lain, perlakuan orang dewasa kepada remaja juga memegang peranan untuk membentuk generasi penerus tersebut. Hal itulah yang coba diangkat dalam film Pengepungan di Bukit Duri. Memperlihatkan bagaimana perlakukan orang dewasa kepada kelompok remaja.
"Apakah kita memandang remaja yang punya masalah itu karena memang mereka bermasalah, atau justru akarnya dari orang-orang dewasa. Dengan kata lain, ketika rakyat punya masalah, apakah masalahnya itu ada di rakyat, atau justru di penguasa? Pertanyaan itu yang disodorkan di film ini," ucap sutradara berusia 48 tahun itu.
Karakter-karakter yang hadir dalam film Pengepungan di Bukit Duri masing-masing akan memberikan perspektif yang berbeda dalam memandang dan merespons kekerasan tersebut. Setiap karakter dengan latar belakang yang kompleks, dihadirkan untuk menjadi refleksi bagi penonton.
"Jadi kita bisa bercermin mana karakter yang paling cocok untuk bisa menghentikan rantai kekerasan," kata sutradara yang juga menggarap film Pengabdi Setan itu.
Lantaran mengangkat isu tentang kekerasan di kalangan remaja, film Pengepungan di Bukit Duri pun dibintangi oleh jajaran aktor dan aktris muda berbakat yaitu Morgan Oey, Omara Esteghlal, Hana Malasan, Endy Arfian, Fatih Unru, Satine Zaneta, Dewa Dayana, dan Florian Rutters.
Selain itu, ada juga pemain lainnya seperti Faris Fadjar Munggaran, Sandy Pradana, Farandika, Raihan Khan, Sheila Kusnadi, Millo Taslim, dan Bima Azriel.
Dalam film Pengepungan di Bukit Duri, aktor Morgan Oey didapuk sebagai karakter utama yang berperan sebagai Edwin. Dalam cerita, Edwin adalah seorang guru pengganti yang sudah berkali-kali pindah sekolah untuk mencari seseorang. "Di film ini, penonton mungkin tidak akan mengenali Morgan, karena dia betul-betul bertransformasi menjadi karakternya," kata Joko.
Hampir seluruh aktor dan aktris yang bermain dalam film Pengepungan di Bukit Duri merupakan momentum perdana mereka bekerja sama dengan Joko Anwar, tak terkecuali Omara Esteghlal. Dalam film ini, dia berperan sebagai Jefry, salah satu murid di sekolah khusus anak-anak yang bermasalah yakni SMA Duri.
"Proses syutingnya sangat menyenangkan karena setiap karakter punya character sheet-nya, sehingga ketika kita masuk dalam prosesnya, semua aktor itu sudah mengerti mereka itu harus bermain seperti apa," kata Omara.
Pengalaman pertama membintangi film Joko Anwar juga dirasakan oleh aktris Hana Malasan. Dalam film Pengepungan di Bukit Duri, dia berperan sebagai Bu Diana, seorang psikolog yang mendedikasikan ilmu, waktu, dan tenaganya untuk menangani anak-anak bermasalah di SMA Duri. Hal ini lah yang membuat Bu Diana sebagai sosok yang disenangi oleh para remaja tersebut.
Baca juga: Joko Anwar Garap Film Pengepungan di Bukit Duri, Kolaborasi dengan Amazon MGM Studios
"Bekerja dengan bang Joko Anwar adalah manifestasi aku selama bertahun-tahun. Rasanya ketika diterima menjadi cast dan bergabung dengan teman-teman dengan passion yang tinggi itu menyenangkan sekali," kata Hana.
Pengepungan di Bukit Duri merupakan film kolaborasi Come and See Pictures dengan rumah produksi Hollywood Amazon MGM Studios. Kerja sama ini menjadi kolaborasi perdana Amazon MGM Studios dengan rumah produksi di Asia Tenggara untuk film rilisan bioskop. Adapun, film Pengepungan di Bukit Duri dijadwalkan tayang tahun 2025 di bioskop Indonesia.
Editor: Fajar Sidik
Film Pengepungan di Bukit Duri mengangkat isu kekerasan yang terjadi di kalangan remaja. Filmnya mengambil latar tahun 2027, ketika situasi di Indonesia bergejolak. Menggambarkan kondisi masyarakat yang berada di ambang kehancuran, dipicu oleh diskriminasi dan kebencian rasial.
Baca juga: Alasan Joko Anwar Baru Filmkan Skenario Pengepungan di Bukit Duri Setelah 17 Tahun
Di tengah semua itu, muncul karakter Edwin, guru pengganti di SMA Duri yang dikhususkan untuk mendidik siswa-siswi bermasalah. Situasi semakin rumit, Edwin pun menghadapi pertarungan untuk bertahan hidup ketika sekolah tempatnya mengajar mendadak berubah menjadi ajang pertarungan hidup dan mati.
Pengepungan di Bukit Duri menjadi film pertama Joko Anwar yang mengangkat isu remaja yang dibintangi oleh jajaran aktor dan aktris muda berbakat Indonesia. Idenya berangkat dari fenomena kekerasan yang masih menjadi isu dalam kehidupan masyarakat saat ini.
"Kenapa kami mengambil tema remaja karena remaja adalah fase yang paling krusial dalam masyarakat. Apakah kelompok remaja ini nantinya akan menjadi surplus demografi untuk sebuah negara, atau justru menjadi beban. Jadi penting banget untuk disorot masalah remaja ini," katanya saat ditemui awak media di Jakarta, baru-baru ini.
Bagi Joko, remaja adalah memiliki peranan yang penting sebagai penerus sebuah bangsa. Di sisi lain, perlakuan orang dewasa kepada remaja juga memegang peranan untuk membentuk generasi penerus tersebut. Hal itulah yang coba diangkat dalam film Pengepungan di Bukit Duri. Memperlihatkan bagaimana perlakukan orang dewasa kepada kelompok remaja.
"Apakah kita memandang remaja yang punya masalah itu karena memang mereka bermasalah, atau justru akarnya dari orang-orang dewasa. Dengan kata lain, ketika rakyat punya masalah, apakah masalahnya itu ada di rakyat, atau justru di penguasa? Pertanyaan itu yang disodorkan di film ini," ucap sutradara berusia 48 tahun itu.
Karakter-karakter yang hadir dalam film Pengepungan di Bukit Duri masing-masing akan memberikan perspektif yang berbeda dalam memandang dan merespons kekerasan tersebut. Setiap karakter dengan latar belakang yang kompleks, dihadirkan untuk menjadi refleksi bagi penonton.
"Jadi kita bisa bercermin mana karakter yang paling cocok untuk bisa menghentikan rantai kekerasan," kata sutradara yang juga menggarap film Pengabdi Setan itu.
Lantaran mengangkat isu tentang kekerasan di kalangan remaja, film Pengepungan di Bukit Duri pun dibintangi oleh jajaran aktor dan aktris muda berbakat yaitu Morgan Oey, Omara Esteghlal, Hana Malasan, Endy Arfian, Fatih Unru, Satine Zaneta, Dewa Dayana, dan Florian Rutters.
Selain itu, ada juga pemain lainnya seperti Faris Fadjar Munggaran, Sandy Pradana, Farandika, Raihan Khan, Sheila Kusnadi, Millo Taslim, dan Bima Azriel.
Dalam film Pengepungan di Bukit Duri, aktor Morgan Oey didapuk sebagai karakter utama yang berperan sebagai Edwin. Dalam cerita, Edwin adalah seorang guru pengganti yang sudah berkali-kali pindah sekolah untuk mencari seseorang. "Di film ini, penonton mungkin tidak akan mengenali Morgan, karena dia betul-betul bertransformasi menjadi karakternya," kata Joko.
Hampir seluruh aktor dan aktris yang bermain dalam film Pengepungan di Bukit Duri merupakan momentum perdana mereka bekerja sama dengan Joko Anwar, tak terkecuali Omara Esteghlal. Dalam film ini, dia berperan sebagai Jefry, salah satu murid di sekolah khusus anak-anak yang bermasalah yakni SMA Duri.
"Proses syutingnya sangat menyenangkan karena setiap karakter punya character sheet-nya, sehingga ketika kita masuk dalam prosesnya, semua aktor itu sudah mengerti mereka itu harus bermain seperti apa," kata Omara.
Pengalaman pertama membintangi film Joko Anwar juga dirasakan oleh aktris Hana Malasan. Dalam film Pengepungan di Bukit Duri, dia berperan sebagai Bu Diana, seorang psikolog yang mendedikasikan ilmu, waktu, dan tenaganya untuk menangani anak-anak bermasalah di SMA Duri. Hal ini lah yang membuat Bu Diana sebagai sosok yang disenangi oleh para remaja tersebut.
Baca juga: Joko Anwar Garap Film Pengepungan di Bukit Duri, Kolaborasi dengan Amazon MGM Studios
"Bekerja dengan bang Joko Anwar adalah manifestasi aku selama bertahun-tahun. Rasanya ketika diterima menjadi cast dan bergabung dengan teman-teman dengan passion yang tinggi itu menyenangkan sekali," kata Hana.
Pengepungan di Bukit Duri merupakan film kolaborasi Come and See Pictures dengan rumah produksi Hollywood Amazon MGM Studios. Kerja sama ini menjadi kolaborasi perdana Amazon MGM Studios dengan rumah produksi di Asia Tenggara untuk film rilisan bioskop. Adapun, film Pengepungan di Bukit Duri dijadwalkan tayang tahun 2025 di bioskop Indonesia.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.