Menteri Fadli Zon Gagas Penyatuan UU Kebudayaan dalam Satu Wadah Omnibus Law
22 October 2024 |
18:30 WIB
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menawarkan gagasan untuk menyatukan seluruh undang-undang tentang kebudayaan dalam satu payung hukum yang sama. Sepanjang berdirinya Kemendikbudristek, undang-undang yang mengatur tentang kebudayaan memang terpisah-pisah.
Menurut Fadli, Indonesia memang telah memiliki banyak undang-undang tentang kebudayaan. Namun, bentuk undang-undang tersebut masih tercecer dan berdiri sendiri-sendiri sesuai dengan bidangnya.
Menurutnya, sudah saatnya sekarang undang-undang tersebut dijadikan dalam satu wadah yang sama dalam bentuk omnibus law kebudayaan. Dengan demikian, secara teknis akan lebih efektif dalam penerapan maupun pengawasannya.
Baca juga: Menteri Kebudayaan Fadli Zon Ingin Repatriasi Minto Stone Warisan Mataram Kuno
Di luar itu, saat ini sejumlah pihak juga terus mengajukan UU baru untuk bidang kebudayaan spesifik yang belum masuk. Salah satunya ialah tentang RUU Permuseuman. Oleh karena itu, penyatuan dalam bentuk omnibus law ini juga bisa jadi sekaligus akomodir berbagai isu lain yang belum masuk.
“Daripada terpisah-pisah, lebih baik dijadikan satu dengan nama besar UU Kebudayaan. Sekarang kan terpisah, UU Perfilman sendiri, cagar budaya sendiri, ada yang sedang ajukan UU Permuseuman,” ucapnya.
Kendati demikian, Fadli menyebut prosesnya tak akan terburu-buru. Belum tentu juga, lanjutnya, ide ini akan bergulir mulus ke depan. Dia ingin gagasan-gagasan yang muncul soal kebudayaan bisa dicerna sebaik mungkin sebelum dieksekusi.
Namun, sebagai sebuah ide, Fadli menyebut omnibus law kebudayaan cukup penting. Dia akan mendiskusikan ini lebih lanjut dengan berbagai stakeholder agar secara substansi juga tidak lepas ke mana-mana.
Di sisi lain, Fadli merasa beberapa aturan juga mesti diperjelas lagi, termasuk soal royalti. Menurutnya, keberadaan kreator, termasuk juga musisi dengan musiknya, mesti bisa lebih terlindungi dan terapresiasi.
Terlebih, saat ini Fadli merasa dunia makin berkembang dan urusan-urusan seperti ini pun mesti dilihat ulang aturan mainnya. Dalam artian, kemunculan media-media baru, seperti YouTube, Spotify, dan sejenisnya juga mesti dicek apakan si kreator ini telah mendapat manfaat yang setimpal atau tidak.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengatakan sah-sah saja untuk memperluas dan menyatukan berbagai UU kebudayaan yang sudah ada sekarang, termasuk UU Pemajuan Kebudayaan.
Sebenarnya, lanjutnya, usulan menyatukan undang-undang soal kebudayaan dalam satu payung yang sama itu sudah ada sejak dahulu. Gagasan ini memang menarik karena aturan soal seni, kebudayaan, film, hingga musik yang tadinya masih terpisah-pisah, bisa menjadi satu.
Namun, yang paling penting bagi Hilmar ialah dengan mengkaji terlebih dahulu secara mendalam. Dengan demikian, penyatuan UU tidak hanya sekadar itu saja. Dalam hal-hal semacam ini, kelahiran Kementerian Kebudayaan menjadi punya fungsi yang vital. Sebab, berbagai usulan terkait kebudayaan bisa langsung ditampung oleh menteri, bahkan menteri bisa lebih berinisiatif.
“Kalau dulu (masih dalam bentuk Ditjen, Red) kan, kita antreannya panjang. Dengan adanya ini, beliau bisa langsung menyampaikan ke kabinet dan mendapat perhatian dari presiden,” imbuhnya.
Baca juga: Menteri Kebudayaan Fadli Zon Bicara Potensi Indonesia Jadi Ibu Kota Budaya Dunia
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Menurut Fadli, Indonesia memang telah memiliki banyak undang-undang tentang kebudayaan. Namun, bentuk undang-undang tersebut masih tercecer dan berdiri sendiri-sendiri sesuai dengan bidangnya.
Menurutnya, sudah saatnya sekarang undang-undang tersebut dijadikan dalam satu wadah yang sama dalam bentuk omnibus law kebudayaan. Dengan demikian, secara teknis akan lebih efektif dalam penerapan maupun pengawasannya.
Baca juga: Menteri Kebudayaan Fadli Zon Ingin Repatriasi Minto Stone Warisan Mataram Kuno
Di luar itu, saat ini sejumlah pihak juga terus mengajukan UU baru untuk bidang kebudayaan spesifik yang belum masuk. Salah satunya ialah tentang RUU Permuseuman. Oleh karena itu, penyatuan dalam bentuk omnibus law ini juga bisa jadi sekaligus akomodir berbagai isu lain yang belum masuk.
“Daripada terpisah-pisah, lebih baik dijadikan satu dengan nama besar UU Kebudayaan. Sekarang kan terpisah, UU Perfilman sendiri, cagar budaya sendiri, ada yang sedang ajukan UU Permuseuman,” ucapnya.
Kendati demikian, Fadli menyebut prosesnya tak akan terburu-buru. Belum tentu juga, lanjutnya, ide ini akan bergulir mulus ke depan. Dia ingin gagasan-gagasan yang muncul soal kebudayaan bisa dicerna sebaik mungkin sebelum dieksekusi.
Namun, sebagai sebuah ide, Fadli menyebut omnibus law kebudayaan cukup penting. Dia akan mendiskusikan ini lebih lanjut dengan berbagai stakeholder agar secara substansi juga tidak lepas ke mana-mana.
Di sisi lain, Fadli merasa beberapa aturan juga mesti diperjelas lagi, termasuk soal royalti. Menurutnya, keberadaan kreator, termasuk juga musisi dengan musiknya, mesti bisa lebih terlindungi dan terapresiasi.
Terlebih, saat ini Fadli merasa dunia makin berkembang dan urusan-urusan seperti ini pun mesti dilihat ulang aturan mainnya. Dalam artian, kemunculan media-media baru, seperti YouTube, Spotify, dan sejenisnya juga mesti dicek apakan si kreator ini telah mendapat manfaat yang setimpal atau tidak.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengatakan sah-sah saja untuk memperluas dan menyatukan berbagai UU kebudayaan yang sudah ada sekarang, termasuk UU Pemajuan Kebudayaan.
Sebenarnya, lanjutnya, usulan menyatukan undang-undang soal kebudayaan dalam satu payung yang sama itu sudah ada sejak dahulu. Gagasan ini memang menarik karena aturan soal seni, kebudayaan, film, hingga musik yang tadinya masih terpisah-pisah, bisa menjadi satu.
Namun, yang paling penting bagi Hilmar ialah dengan mengkaji terlebih dahulu secara mendalam. Dengan demikian, penyatuan UU tidak hanya sekadar itu saja. Dalam hal-hal semacam ini, kelahiran Kementerian Kebudayaan menjadi punya fungsi yang vital. Sebab, berbagai usulan terkait kebudayaan bisa langsung ditampung oleh menteri, bahkan menteri bisa lebih berinisiatif.
“Kalau dulu (masih dalam bentuk Ditjen, Red) kan, kita antreannya panjang. Dengan adanya ini, beliau bisa langsung menyampaikan ke kabinet dan mendapat perhatian dari presiden,” imbuhnya.
Baca juga: Menteri Kebudayaan Fadli Zon Bicara Potensi Indonesia Jadi Ibu Kota Budaya Dunia
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.