Hilmar Farid: Museum Nasional Raih Pendapatan Terbesar Sepanjang Sejarah saat Dibuka Kembali
21 October 2024 |
19:09 WIB
1
Like
Like
Like
Setelah dibuka kembali pada 15 Oktober 2024 lalu, Museum Nasional Indonesia terus memantik rasa penasaran publik. Salah satu museum tertua di Indonesia itu memang bersalin rupa menyuguhkan wajah baru, dari tata letak koleksi hingga program yang lebih kekinian.
Pembukaan MNI memang telah lama dinanti publik, setelah satu tahun tutup akibat insiden kebakaran. Selama satu tahun tutup, MNI melakukan serangkaian revitalisasi ekstensif sebelum akhirnya hadir dengan wajah baru.
Baca juga: Pameran Temporer Museum Nasional Indonesia Tampilkan 9 Arca Era Singhasari
Kunjungan MNI yang meningkat dikonfirmasi langsung oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek (2015-2024) Hilmar Farid. Saat ditemui di gedung Kemendikbudristek di Senayan, Hilmar mengatakan layanan Museum Nasional kini telah meningkat dengan pesat.
“Kemarin saya dapat laporan itu dalam sehari saja, jumlah pendapatannya itu tinggi sekali. Belum pernah dalam sejarah sebelumnya, pendapatan MNI sampai Rp288 juta per hari,” ucap Hilmar.
Yang menarik bagi Hilmar, sumber pendapatan museum kini sangat beragam. Hilmar memerinci pendapatan museum yang berada di Jalan Medan Merdeka Barat itu terbesar dari tiket dan merchandise.
Namun, penulis buku Perang Suara: Bahasa dan Politik Pergerakan ini menyebut capaian yang terjadi sekarang hanyalah awal. Dia berharap ke depan akan banyak diversifikasi yang ditawarkan oleh MNI dan museum-museum lain.
“Semoga ke depan makin banyak produk, bukan hanya produk benda ya, tetapi secara pameran juga bisa lebih bervariasi yang nantinya bisa menjadi daya tarik sendiri,” imbuhnya.
Setelah direvitalisasi, MNI memang terus menghadirkan pameran dan program-program menarik bagi publik untuk memaknai sejarah dengan cara termutakhir. Salah satu yang menyedot perhatian adalah segmen pameran temporer di Gedung C yang bertajuk Pameran Repatriasi, Kembalinya Warisan Budaya dan Pengetahuan Nusantara.
Lewat pameran ini, publik akan diajak mempelajari sejarah Indonesia, terutama terkait nilai-nilai penting dari warisan budaya dalam menguatkan karakter untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Lewat konsep Reimajinasi, pihaknya akan mengoptimalkan fungsi museum bukan hanya menjadi ruang publik yang menarik dari transformasi fisiknya.
Di dalamnya, publik dapat melihat berbagai macam arca dan peninggalan penting yang telah kembali ke Tanah Air, dari Arca Prajnaparamita, Arca Nandi, Arca Mahakala, Arca Durga Mahisasuramardini, Arca Nandiswara, Arca Ganesha dan masih banyak lagi.
Di luar itu, suasana museum yang ditampilkan juga lebih segar, seperti terjadi di Taman Arca. Di sana, Genhype akan melihat 9 arca yang ditata lebih rapi dengan Nandi sebagai objek pusat.
Dari segi tata pamer, koleksi MNI juga dibuat lebih spesifik. Gedung A yang 'berbicara' mengenai masa lalu, seperti pra sejarah dan yang lain. Kemudian gedung B yang akan memacak koleksi dengan pendekatan scholarly, entertainment, dan spiritual. Lalu Gedung C, yang akan membicarakan masa depan.
Baca juga: Mulai Dibuka 15 Oktober 2024, Cek Harga Tiket Masuk & Jam Operasional Museum Nasional Indonesia
Pencapaian menarik tak hanya terjadi di MNI. Hilmar menyebut Museum Benteng Vredeburg juga mengalami hal sama setelah melakukan revitalisasi dan tampil dengan wajah baru.
“Dahulu, hanya mendapat sekitar Rp1 miliar per tahun dari tiket masuk. Sekarang, bisa menyentuh 1,4 per bulan,” tuturnya.
Museum Benteng Vredeburg yang berada tak jauh dari titik Nol Kilometer Yogyakarta memang hadir dengan wajah baru. Setelah direnovasi sejak Maret 2024 hingga Mei 2024, museum ini terus bersolek mempercantik diri, tanpa meninggalkan aspek-aspek penting dalam hal pelestariannya.
Setelah bersolek, Museum Benteng Vredeburg kini menampilkan pameran sejarah dengan diorama dan tampilan baru yang lebih interaktif. Selain tata ruang pamer dan pengembangan fasilitas, Museum Benteng Vredeburg juga merevitalisasi area Bastion yang mengarah ke KM 0 untuk diakses dan dinikmati publik.
Untuk lebih menarik atensi publik, museum ini juga menghadirkan sentuhan teknologi. Salah satunya ialah dengan menghadirkan instalasi video mapping pada malam hari dengan memanfaatkan tembok benteng yang panjang sebagai latarnya. Suguhan video mapping dan sound serta lighting terkonsep membuatnya makin cantik ketika malam hari.
Di area parit depan benteng, pengunjung pun dapat menyaksikan pertunjukan water fountain atau air mancur menari. Keunikan lain dari Museum Benteng Vredeburg adalah menawarkan pengalaman wisata malam yang menyenangkan dan berbeda dari biasanya.
Menurut Hilmar, perubahan signifikan ini tak lepas dari terobosan pengelolaan museum yang berubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) di bawah koordinasi Indonesian Heritage Agency (IHA).
Dengan hadir sebagai BLU, Hilmar merasa manajemen museum jadi punya keleluasaan lebih untuk menentukan layanan-layanan terbaiknya untuk publik, termasuk menetapkan tiket masuk.
Baca juga: Menikmati Wajah & Program Baru Museum Nasional Indonesia
Kendati demikian, lanjutnya, bukan berarti fokusnya adalah soal penambahan pendapatan semata. Untuk beberapa hal, program-program yang berfokus pada pendidikan, seperti harga khusus untuk anak sekolah juga masih dipertahankan.
“Keliatan ya, sebenarnya museum-museum kita sangat mungkin dikembangkan secara profesional, ke depan kita berharap hal-hal seperti ini berlanjut,” harapnya.
Editor: Fajar Sidik
Pembukaan MNI memang telah lama dinanti publik, setelah satu tahun tutup akibat insiden kebakaran. Selama satu tahun tutup, MNI melakukan serangkaian revitalisasi ekstensif sebelum akhirnya hadir dengan wajah baru.
Baca juga: Pameran Temporer Museum Nasional Indonesia Tampilkan 9 Arca Era Singhasari
Kunjungan MNI yang meningkat dikonfirmasi langsung oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek (2015-2024) Hilmar Farid. Saat ditemui di gedung Kemendikbudristek di Senayan, Hilmar mengatakan layanan Museum Nasional kini telah meningkat dengan pesat.
“Kemarin saya dapat laporan itu dalam sehari saja, jumlah pendapatannya itu tinggi sekali. Belum pernah dalam sejarah sebelumnya, pendapatan MNI sampai Rp288 juta per hari,” ucap Hilmar.
Sejumlah wartawan mengamati koleksi di Rotunda saat press tour di Museum Nasional Indonesia (MNI), Jakarta, Jumat (11/10/2024). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P)
Yang menarik bagi Hilmar, sumber pendapatan museum kini sangat beragam. Hilmar memerinci pendapatan museum yang berada di Jalan Medan Merdeka Barat itu terbesar dari tiket dan merchandise.
Namun, penulis buku Perang Suara: Bahasa dan Politik Pergerakan ini menyebut capaian yang terjadi sekarang hanyalah awal. Dia berharap ke depan akan banyak diversifikasi yang ditawarkan oleh MNI dan museum-museum lain.
“Semoga ke depan makin banyak produk, bukan hanya produk benda ya, tetapi secara pameran juga bisa lebih bervariasi yang nantinya bisa menjadi daya tarik sendiri,” imbuhnya.
Setelah direvitalisasi, MNI memang terus menghadirkan pameran dan program-program menarik bagi publik untuk memaknai sejarah dengan cara termutakhir. Salah satu yang menyedot perhatian adalah segmen pameran temporer di Gedung C yang bertajuk Pameran Repatriasi, Kembalinya Warisan Budaya dan Pengetahuan Nusantara.
Sejumlah wartawan mengamati koleksi di Rotunda saat press tour di Museum Nasional Indonesia (MNI), Jakarta, Jumat (11/10/2024). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P)
Lewat pameran ini, publik akan diajak mempelajari sejarah Indonesia, terutama terkait nilai-nilai penting dari warisan budaya dalam menguatkan karakter untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Lewat konsep Reimajinasi, pihaknya akan mengoptimalkan fungsi museum bukan hanya menjadi ruang publik yang menarik dari transformasi fisiknya.
Di dalamnya, publik dapat melihat berbagai macam arca dan peninggalan penting yang telah kembali ke Tanah Air, dari Arca Prajnaparamita, Arca Nandi, Arca Mahakala, Arca Durga Mahisasuramardini, Arca Nandiswara, Arca Ganesha dan masih banyak lagi.
Di luar itu, suasana museum yang ditampilkan juga lebih segar, seperti terjadi di Taman Arca. Di sana, Genhype akan melihat 9 arca yang ditata lebih rapi dengan Nandi sebagai objek pusat.
Dari segi tata pamer, koleksi MNI juga dibuat lebih spesifik. Gedung A yang 'berbicara' mengenai masa lalu, seperti pra sejarah dan yang lain. Kemudian gedung B yang akan memacak koleksi dengan pendekatan scholarly, entertainment, dan spiritual. Lalu Gedung C, yang akan membicarakan masa depan.
Baca juga: Mulai Dibuka 15 Oktober 2024, Cek Harga Tiket Masuk & Jam Operasional Museum Nasional Indonesia
Museum Benteng Vredeburg Punya Cerita Sama
Pencapaian menarik tak hanya terjadi di MNI. Hilmar menyebut Museum Benteng Vredeburg juga mengalami hal sama setelah melakukan revitalisasi dan tampil dengan wajah baru.“Dahulu, hanya mendapat sekitar Rp1 miliar per tahun dari tiket masuk. Sekarang, bisa menyentuh 1,4 per bulan,” tuturnya.
Museum Benteng Vredeburg yang berada tak jauh dari titik Nol Kilometer Yogyakarta memang hadir dengan wajah baru. Setelah direnovasi sejak Maret 2024 hingga Mei 2024, museum ini terus bersolek mempercantik diri, tanpa meninggalkan aspek-aspek penting dalam hal pelestariannya.
Museum Benteng Vredeburg kembali dibuka untuk umum pada Sabtu, (8/6/24). (Sumber gambar: IHA)
Setelah bersolek, Museum Benteng Vredeburg kini menampilkan pameran sejarah dengan diorama dan tampilan baru yang lebih interaktif. Selain tata ruang pamer dan pengembangan fasilitas, Museum Benteng Vredeburg juga merevitalisasi area Bastion yang mengarah ke KM 0 untuk diakses dan dinikmati publik.
Untuk lebih menarik atensi publik, museum ini juga menghadirkan sentuhan teknologi. Salah satunya ialah dengan menghadirkan instalasi video mapping pada malam hari dengan memanfaatkan tembok benteng yang panjang sebagai latarnya. Suguhan video mapping dan sound serta lighting terkonsep membuatnya makin cantik ketika malam hari.
Di area parit depan benteng, pengunjung pun dapat menyaksikan pertunjukan water fountain atau air mancur menari. Keunikan lain dari Museum Benteng Vredeburg adalah menawarkan pengalaman wisata malam yang menyenangkan dan berbeda dari biasanya.
Ruang Pamer Museum Benteng Vredeburg. (Sumber gambar: IHA)
Menurut Hilmar, perubahan signifikan ini tak lepas dari terobosan pengelolaan museum yang berubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) di bawah koordinasi Indonesian Heritage Agency (IHA).
Dengan hadir sebagai BLU, Hilmar merasa manajemen museum jadi punya keleluasaan lebih untuk menentukan layanan-layanan terbaiknya untuk publik, termasuk menetapkan tiket masuk.
Baca juga: Menikmati Wajah & Program Baru Museum Nasional Indonesia
Kendati demikian, lanjutnya, bukan berarti fokusnya adalah soal penambahan pendapatan semata. Untuk beberapa hal, program-program yang berfokus pada pendidikan, seperti harga khusus untuk anak sekolah juga masih dipertahankan.
“Keliatan ya, sebenarnya museum-museum kita sangat mungkin dikembangkan secara profesional, ke depan kita berharap hal-hal seperti ini berlanjut,” harapnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.