Para pemain mementaskan Pagelaran Nusantara: Jiwa Surga Khatulistiwa di Sleman, Yogyakarta, Sabtu (24/8/2024). (sumber gambar: Hypeabis.id/Abdurachman)

Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan Jadi Kerangka Perumusan Kebijakan Budaya di Tingkat Global 

15 October 2024   |   07:00 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Tahap penyusunan rencana induk pemajuan kebudayaan (RIPK) memasuki babak baru. Belum lama ini, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) untuk periode 2025-2045 pada Kamis, (10/10/24).

Regulasi turunan dari Undang-undang Pemajuan Kebudayaan ini merupakan respon atas kebutuhan  dokumen strategis kebudayaan jangka panjang. Sebab RIPK bukan hanya memfokuskan pada pelestarian warisan budaya, melainkan juga pengembangan kebudayaan sebagai penguatan identitas nasional dan kontribusi Indonesia di tingkat global. 

Baca juga: Tantangan Makin Kompleks, Pembentukan Kementerian Kebudayaan Dinilai Mendesak

Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Hilmar Farid, mengatakan hadirnya aturan ini merupakan langkah konkrit dalam menjawab tantangan globalisasi dan perkembangan zaman. Visi tersebut juga relevan dengan kebutuhan negara saat ini, di mana interaksi lintas budaya menjadi kian krusial.
 

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid saat menjawab pertanyaan jurnalis terkait Nomor 115 Tahun 2024. (sumber gambar: kemdikbud)

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid saat menjawab pertanyaan jurnalis terkait Nomor 115 Tahun 2024. (sumber gambar: kemdikbud)

"RIPK 2025-2045 bukan hanya soal melestarikan warisan budaya, tetapi juga memanfaatkan budaya sebagai kekuatan pendorong kesejahteraan masyarakat," ujarnya dalam taklimat media, di Jakarta, Senin (14/10/24).

Perpres 2025-2045 mengusung tujuh misi utama. Salah satunya adalah mewujudkan jaminan kebebasan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai budayanya secara partisipatif dan inklusif.  

Misi lainnya adalah melindungi dan mengembangkan nilai serta ekspresi budaya tradisional, sehingga kebudayaan nasional terus diperkaya oleh warisan leluhur. Ada juga misi memanfaatkan kekayaan budaya untuk meningkatkan posisi Indonesia di dunia internasional, terutama melalui diplomasi budaya.

Hilmar menuturkan, salah satu dari tiga aspek penting RIPK adalah mewujudkan jaminan kebebasan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai budayanya secara partisipatif dan inklusif. Oleh karena itu, perlu peningkatan mutu tata kelola pemerintah sebagai fasilitator pemajuan kebudayaan.

Aspek penting lainnya termasuk mewujudkan pengelolaan Objek Pemajuan Kebudayaan dan cagar budaya yang berkelanjutan sebagai landasan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengaruh kebudayaan Indonesia di dunia internasional. Momen ini sebelumnya juga sudah dilakukan lewat diplomasi budaya, dan residensi antara Indonesia dengan negara lain.

Pada akhir September, sejumlah seniman musik dan tari dari 8 negara, yakni Indonesia, Papua Nugini, Vanuatu, Kepulauan Solomon, Kaledonia Baru, Kiribati, Nauru, dan Tuvalu melakukan kolaborasi di Republik Fiji, dalam program Harmony in the Pacific.

"Perpres RIPK ini menjadi kerangka penting dalam merumuskan kebijakan kebudayaan dalam 20 tahun ke depan," imbuh Hilmar.


Tolok Ukur Indeks Pembangunan Kebudayaan

 

Sejumlah peserta mengikuti Pawai Lumbung Sungai menggunakan rakit hias di Kanal Banjir Timur, Jakarta, Minggu (29/10/2023). (sumber gambar: Hypeabis.id/Eusebio Chrysnamurti)

Sejumlah peserta mengikuti Pawai Lumbung Sungai menggunakan rakit hias di Kanal Banjir Timur, Jakarta, Minggu (29/10/2023). (sumber gambar: Hypeabis.id/Eusebio Chrysnamurti)


Arah dari kebijakan RIPK, nantinya juga akan dijabarkan dalam strategi-strategi konkret, yang akan dilaksanakan secara bertahap. Termasuk peningkatan pemberian fasilitas bagi komunitas budaya, pengembangan budaya tradisional dalam harmoni dengan budaya modern, serta peningkatan kualitas layanan dan infrastruktur kebudayaan.

Tak hanya itu, aturan ini juga akan diimplementasikan melalui Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemajuan Kebudayaan yang diperbarui setiap 5 tahun. Salah satu inovasi penting dalam pelaksanaan kebijakan ini adalah penggunaan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) sebagai alat ukur keberhasilan. 

Diketahui, pada 2023, IPK Indonesia mencapai 57,13 poin dan ditargetkan meningkat menjadi 68,15 poin pada tahun 2045. "Indeks ini menjadi tolak ukur penting dalam menilai sejauh mana kebijakan kebudayaan mampu menjawab tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Dan kita optimis bahwa target itu dapat dicapai," jelas Hilmar.

Melalui Perpres Nomor 115 Tahun 2024 ini, pemerintah daerah juga didorong untuk berperan aktif dalam menyusun program kebudayaan yang sejalan dengan kebijakan nasional. Partisipasi aktif masyarakat dan komunitas budaya akan menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan RIPK ini.

Sebelumnya, Ketua Harian Dewan Kesenian Jakarta Bambang Prihadi mengatakan, kolaborasi aktif antara pusat dan daerah dalam menyusun program kebudayaan perlu didorong lebih aktif lagi. Sebab, selama ini koordinasi antara stakeholder dari hulu ke hilir berjalan timpang, yang mengakibatkan masyarakat kesenian menjadi korban.

"Kita saat ini membutuhkan bagasi yang lebih besar untuk mengelola kebudayaan. Jadi tidak lagi sebatas Direktorat Jenderal. Karena lewat Kementrian [kebudayaan] paling tidak bisa mengkoordinir 19 kementerian lain untuk melakukan konsolidasi dengan cepat," katanya.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda
 

SEBELUMNYA

Dari Wattpad ke Rak Toko Buku, Niallgina Rilis Novel Perdananya Trending Topic

BERIKUTNYA

Cek Sinopsis Sampai Jumpa, Selamat Tinggal yang Jadi Pembuka Jakarta Film Week 2024

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: