Ilustrasi film muslim (Sumber gambar: Unsplash/ Omar Elsharawy)

Film Madani Makin Sering Dieksplorasi dalam Bentuk yang Asyik oleh Sineas Lokal

05 October 2024   |   15:29 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Di tengah semarak perkembangan sinema Tanah Air, film-film bertemakan kehidupan muslim menjadi satu warna yang cukup menarik. Film-film tersebut tak lagi hanya terkotakkan ke dalam genre religi dengan pendekatan dakwah, kini eksplorasi bentuknya hadir secara lebih cair.

Direktur Madani International Film Festival (Madani IFF) Putut Wijanarko mengatakan representasi kehidupan muslim dalam film-film Indonesia kini diceritakan lebih lentur. Jika diperhatikan, di luar genre-genre religi, ada banyak film-film yang juga membawa napas-napas kehidupan muslim.

Baca juga: Madani International Film Festival 2024, Menyoroti Perubahan Global Lewat Layar Lebar

Putut menyebutnya sebagai film madani. Film madani bukan sekadar film bergenre religi. Film madani adalah film yang di dalamnya mencoba mengungkap representasi kehidupan muslim dan nilai-nilai yang dianutnya.

Di Indonesia, lanjutnya, film madani terus menjadi ladang eksplorasi sineas-sineas lokal dengan bentuk yang menggugah. Hal ini lantaran proses berceritanya menjadi lebih luwes tanpa penonton merasa sedang digurui.

“Salah satu contohnya, film Laskar Pelangi, jika diperhatikan di sana kita bisa melihat gambaran kehidupan muslim yang damai, termasuk bagaimana pendidikan agama berjalan. Ya, ini bentuk dari lebarnya representasi, yang akhirnya membangun keberagaman penceritaan,” ujar Putut kepada Hypeabis.id.

Menurut Putut, dalam beberapa tahun terakhir ini, eksplorasi representasi muslim di film-film Indonesia tak hanya makin beragam, tetapi juga berani. Sineas-sineas lokal makin sering mengangkat isu-isu yang bagi sebagian masih tabu, tetapi kemudian hadir sebagai bentuk dialog yang menarik.

Putut lantas kembali mencontohkan film Dua Garis Biru. Film garapan Gina S Noer tersebut juga mencerminkan film-film madani yang berani mengekslorasi hal tabu.

“Gampangannya begini, di film itu bapaknya Bima (karakter utama di film) digambarkan sering pergi ke masjid. Lalu, keluarga tersebut mengalami masalah hamil di luar nikah. Mereka kan kemudian mencoba mencari solusi dari masalah tersebut,” jelasnya.

Tentu saja, lanjut Putut, dalam proses penyelesaian masalah maupun pandangan terhadap masalah yang dihadapi, muncul nilai-nilai Islam di dalamnya. Dia mengatakan gambaran kehidupan muslim dan nilai-nilai Islam yang mengakar inilah yang menjadi ciri khas film madani.

“Secara tema film-film Madani juga lebih berani kan, itu dicontohkan oleh Hanung Bramantyo, Garin Nugroho, dan masih banyak lagi. Oh ya, di dalam film horor Joko Anwar misalnya, di situ ustaz bahkan bisa mati kalah sama setan, begitu kira-kira variasinya,” imbuhnya.

Board of Madani IFF Hikmat Darmawan mengatakan film-film yang membawa semangat madani hadir dengan bentuk yang makin menarik. Menurutnya, film-film seperti ini sangat membuka peluang untuk membicarakan dunia Islam yang hidup, bukan semata Islam sebagai doktrin.

Dengan demikian, film-film ini juga memberi kontribusi pada percakapan global tentang isu-isu terkini dan masalah bersama yang dihadapi umat manusia. Jadi, lanjutnya, yang dimunculkan adalah living Islam (Islam dan dunia kesehariannya).
 

Hikmat mengatakan ada banyak sineas lokal yang telah mengeksplorasi hal ini. Salah satunya Hanung Bramantyo, yang bagi Hikmat, punya kecenderungan menarik ketika memasukkan nilai-nilai muslim ke dalam filmnya.

Misalnya, dalam film Ayat-Ayat Cinta. Film itu tak hanya memantik pasar kembali bergairah, tetapi juga membawa dan  merepresentasikan pesan-pesan dakwah dengan indah. Filmnya mencoba berbicara dengan apik persoalan menghadapi naik-turunnya persoalan hidup dengan cara Islam.

Hikmat mengatakan Hanung selalu mampu mengangkat isu dan wacana Islam dengan caranya yang unik dan menarik. Dia tak hanya meramunya dalam film cinta, tetapi bahkan pada sejarah.

Baca juga: Jadwal Lengkap Pemutaran Film & Diskusi di Madani International Film Festival 2024

Misalnya, pada film Bumi Manusia yang juga mencoba berbicara soal perjuangan Minke terhadap pengakuan nikah Islam sebagai hukum yang sah bagi warga Hindia Belanda kala itu. Selain itu, film-filmnya yang lain, seperti Tuhan Izinkan Aku Berdosa hingga Ipar Adalah Maut sekali pun, membawa wacana Islam dengan cara khas Hanung.

“Jadi, ada banyak segi itu yang muncul. Kadang dihadirkan secara dominan, kadang hadir lewat latar saja. Itu menarik sekali ya, jarang ada yang mengangkat aspek itu,” ucapnya kepada Hypeabis.id.

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Ashley Hotel Wahid Hasyim Gelar Kompetisi Seni Melipat Handuk, Tingkatkan Pengalaman Menginap Tamu

BERIKUTNYA

Eksplorasi Seni Syaiful Garibaldi dalam Karya Antara Muara di Art Jakarta 2024

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: