Alih-alih menggiring penonton untuk mendapatkan sajian cerita horor, sepertinya kita diajak untuk menyaksikan horor itu sendiri dalam situasi real. (Sumber gambar: Didi Mugitriman/ Matapanggung)

Lakon Si Manis Jembatan Merah & Refleksi Sosial Politik Ala Indonesia Kita

28 September 2024   |   10:00 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Kisah horor sejarah dengan balutan komedi kerap menjadi salah satu tema yang diungkai seniman sebagai inspirasi karya. Namun, bagaimana jika tajuk tersebut diolah dan diramu sedemikian rupa hanya sebagai sampiran untuk sebuah pertunjukan teater?

Yang terjadi adalah pertunjukan yang bernas, lucu, sekaligus satir. Sebab, laiknya proses mengudap makanan, menu utama yang disajikan justru lebih renyah untuk diterima akal sehat, yang belakangan semakin ruwet dengan situasi sosial, politik, dan budaya di era kiwari.

Baca juga: Teater Koma Pentaskan Lakon Matahari Papua, Naskah Terakhir N.Riantiarno

Saat mengetahui Indonesia Kita bakal mementaskan lakon Si Manis Jembatan Merah di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, pada 27-28 September 2024, benak penonton mungkin akan berpikir bahwa lakon ini akan mendedah kisah horor mengenai sosok hantu perempuan dengan punggung bolong.

Namun, sebagian besar sepertinya kecele. Sebab, kita justru diseret untuk memaknai kembali sejarah republik. Bagaimana cara mempertahankan, hingga mengingat kembali bahwa apa yang telah terjadi hingga hari ini merupakan keberkahan untuk tetap mencintai indonesia. 
 

Butet Kartaredjasa saat bermonolog dalam pementasan Si Manis Jembatan Merah(Sumber gambar: Didi Mugitriman/ Matapanggung)

Butet Kartaredjasa saat bermonolog dalam pementasan Si Manis Jembatan Merah di Teater Besar, TIM, Jumat (27/9/24)  malam. (Sumber gambar: Didi Mugitriman/ Matapanggung)
 

Right or wrong is my country. Meski terdengar klise, ungkapan yang dipopulerkan presiden AS, Woodrow Wilson itu, mungkin mewakili premis sederhana Si Manis Jembatan Merah. Pasalnya, sepanjang 2,5 jam pertunjukan, kita akan disuguhi kegelisahan akan nilai-nilai berbangsa dan bernegara.

"Demi bangsa dan negara..Demi bangsa dan negara.. Fufufafa...Fufufafa.."ujar Butet Kartaredjasa tiap kali berjalan keluar panggung, sebelum akhirnya bermonolog, sembari menggunakan pakaian ala Raja Jawa, dan dengan khidmat mengucapkan ibadah kebudayaan.

Ya, alih-alih menggiring penonton untuk mendapatkan sajian cerita horor, sepertinya  kita diajak untuk menyaksikan horor itu sendiri dalam situasi real. Terutama jika merujuk pada situasi politik hari ini, atau kejadian yang terjadi beberapa hari lalu, mengenai data privasi kita yang kembali bocor.

Walakin, terlepas dari itu semua, lakon Si Manis Jembatan Merah mengisahkan tentang jembatan di sebuah kota yang memiliki nilai sejarah penting bagi penduduk di situ. Ada banyak kenangan yang, mulai dari pohon beringin yang hidup puluhan tahun, tapi mendadak tumpas, hantu-hantu penunggu yang nongol di tengah malam, dan hilangnya sosok Simbok.

Secara umum, premisnya hanya berkutat di situ. Namun, oleh para aktor, narasi tersebut dibetot ke sana ke mari dengan cergas dan sangkil. Guyonan dan kritikan Inayah Wahid, duet permainan logika Cak Lontong dan Akbar, tektokan Marwoto dan Susilo, dan munculnya pemain baru, Cing Abdel dan Ine Febriyanti, juga memberi suguhan baru yang cukup segar.
 

Dari kiri: Joind Bayuwinanda, Akbar, Cak Lontong, dan Sha Ine Febriyanti saat bermain dalam pementasan Si Manis Jembatan Merah (Sumber gambar: Didi Mugitriman/ Matapanggung)

Dari kiri: Joind Bayuwinanda, Akbar, Cak Lontong, dan Sha Ine Febriyanti saat bermain dalam pementasan Si Manis Jembatan Merah di Teater Besar, TIM, Jumat (27/9/24)  malam. (Sumber gambar: Didi Mugitriman/ Matapanggung)
 

Sebagaimana pementasan Indonesia Kita sebelumnya, pertunjukan ini juga menghadirkan refleksi realitas hari ini yang dikemas lewat komedi. Unsur utama dari pementasan adalah menertawakan, atau mengkritik? kesenjangan sosial yang ada di masyarakat, hingga bagaimana kita diajak untuk tetap memeluk ibu pertiwi, meski kainnya telah compang-camping.

Sutradara Agus Noor mengatakan, lakon ini sengaja mengambil mitos bernuansa horor tentang penunggu sebuah jembatan untuk mengajak penonton memahami makna di balik kisah yang dipertunjukkan. Jembatan merah adalah sebuah simbol dari sebuah monumen, yang menandai perjuangan rakyat dalam mencapai kemerdekaan, yang di belakangnya ada sejarah panjang.

Baca juga: Eksplorasi Tari & Macapat Modern Ala Teater Asa di Pentas Nggragas SIPFest 2024

"Saya rasa saat ini, kita sedikit demi sedikit, secara tidak sadar mulai melupakan atau terlupa, akan sejarah republik ini. Bukannya tanpa alasan jika kehadiran sosok si manis yang menangisi jembatan merah ini, adalah perasaan yang tak tersampaikan dan terungkap dari mereka yang telah menyiapkan kehidupan yang kita jalani saat ini,” paparnya.

Bagi Genhype yang tertarik menonton lakon ini, kalian masih bisa menyaksikannya pada Sabtu, 28 September 2024 di Teater Besar Taman Ismail Marzuki Jakarta pada pukul 20.00 WIB. Pasalnya, selain melihat aksi para aktor kawakan, pertunjukan ini juga diiringi musik dari Orkes Sinten Remen dan dimeriahkan oleh para penari dari DvK Art Movement.

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Bintang Hollywood Maggie Smith Bersinar dari Peran Klasik hingga Kontemporer

BERIKUTNYA

Profil dan Filmografi Maggie Smith, Bintang Profesor McGonagall di Harry Potter

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: