Jakarta Film Week 2024 Beri Ruang Film Hasil Produksi AI Tayang di Festival
25 September 2024 |
15:07 WIB
1
Like
Like
Like
Gelaran Jakarta Film Week (JFW) yang bakal digelar dari 23 Oktober hingga 27 Oktober 2024 akan memberikan ruang sekaligus gambaran pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di dalam industri film saat ini.
Festival yang kini memasuki edisi keempat itu untuk pertama kalinya akan membuka pemutaran khusus yang menampilkan film-film hasil produksi AI. Gebrakan itu hadir program baru mereka, Cinema AI.
Industri perfilman global, termasuk Indonesia memang tampaknya sudah tak bisa lagi menutup mata dari gelombang teknologi anyar ini. Keberadaannya yang mesti pro dan kontranya belum usai, tetapi ia telah benar-benar ada dan mewujud menjadi karya.
Baca juga: Serba-serbi Jakarta Film Week 2024: Exclusive Screening hingga Festival Ambassador
Program Manager Jakarta Film Week Novi Hanabi mengatakan Cinema AI adalah salah satu program JFW yang baru dan akan memberikan warna yang berbeda pada edisi kali ini. Novi mengatakan keberadaan AI memang tak bisa lagi ditepikan.
Menurut Novi, AI bukan akan menggantikan peran manusia di dalam kerja sinema. Sebaliknya, AI justru bisa jadi alat atau juga teknologi baru yang membantu sineas di luar dari apa yang pernah terimajinasikan sebelumnya.
Dalam artian, ide-ide soal film yang tadinya tampak sulit terwujud dengan produksi langsung, bisa jadi akan bisa tercipta lewat bantuan AI ini ke depan. Novi mengatakan film-film AI yang akan dimunculkan di JFW seluruhnya menampilkan semangat menembus keterbatasan tersebut.
Novi mengatakan gelaran Bucheon International Fantastic Film Festival (BIFAN) 2024 sudah mengangkat hal ini. Kini, giliran Indonesia, lewat JFW juga berbicara pada hal yang memang kini tengah ramai disorot didiskusikan.
Menurutnya, upaya membicarakan AI di dalam festival yang berbasis di Jakarta ini sebenarnya sudah mulai dilakukan tahun lalu. Sebab, menurutnya, dunia saat ini mengarah ke teknologi tersebut.
Oleh karena itu, dia merasa Indonesia juga perlu ambil bagian, agar tren yang muncul di dunia juga terjadi di Indonesia saat itu juga, tidak telat. Namun, kala itu, belum ada kesempatan yang memadai. Akhirnya, tahun lalu hanya dihadirkan dalam bentuk diskusi.
Novi menyadari menghadirkan film berbasis AI di sebuah festival adalah sebuah keputusan yang tak gampang. Dia pun berpikir, apakah dengan memberikan ruang bagi film produksi AI ini justru akan menjadi backfire atau tidak.
Namun, satu hal yang diyakinininya, teknologi memang tak bisa dibendung. Teknologi justru bisa membantu sineas lebih mampu mengeksekusi ide-ide liarnya.
Novi mengatakan film yang dihadirkan di program Cinema AI adalah 100 persen produksi AI. Dalam artian, sang sutradara hanya memasukkan kata kunci prompt AI lalu sebuah adegan akan jadi. Tiap-tiap adegan kemudian disatukan hingga menjadi sebuah film.
“Film-film AI yang dibawa tahun ini kebanyakan dari Korea Selatan, ya ada beberapa dari negara lain juga. Filmnya pendek-pendek, ya mungkin sekitar 10 menit,” imbuhnya.
Novi menyebut ada warna yang menarik terjadi di film berbasis AI. Kebanyakan sineas yang mengolah filmnya lewat AI kebanyakan bermain-main dengan genre fantasi. Menurutnya, ini adalah hal yang wajar, setidaknya sebagai sebuah permulaan.
Sebab, menurutnya, keberadaan teknologi memang kerap berperan sebagai alat penembus batas. Oleh karena itu, alih-alih menciptakan sesuatu yang realis, yang notabene bisa dilakukan lewat produksi langsung, para sineas justru senang bermain-main dengan fantasi. Nantinya, juga akan ada film AI produksi AI yang juga ditayangkan.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Festival yang kini memasuki edisi keempat itu untuk pertama kalinya akan membuka pemutaran khusus yang menampilkan film-film hasil produksi AI. Gebrakan itu hadir program baru mereka, Cinema AI.
Industri perfilman global, termasuk Indonesia memang tampaknya sudah tak bisa lagi menutup mata dari gelombang teknologi anyar ini. Keberadaannya yang mesti pro dan kontranya belum usai, tetapi ia telah benar-benar ada dan mewujud menjadi karya.
Baca juga: Serba-serbi Jakarta Film Week 2024: Exclusive Screening hingga Festival Ambassador
Program Manager Jakarta Film Week Novi Hanabi mengatakan Cinema AI adalah salah satu program JFW yang baru dan akan memberikan warna yang berbeda pada edisi kali ini. Novi mengatakan keberadaan AI memang tak bisa lagi ditepikan.
Menurut Novi, AI bukan akan menggantikan peran manusia di dalam kerja sinema. Sebaliknya, AI justru bisa jadi alat atau juga teknologi baru yang membantu sineas di luar dari apa yang pernah terimajinasikan sebelumnya.
Dalam artian, ide-ide soal film yang tadinya tampak sulit terwujud dengan produksi langsung, bisa jadi akan bisa tercipta lewat bantuan AI ini ke depan. Novi mengatakan film-film AI yang akan dimunculkan di JFW seluruhnya menampilkan semangat menembus keterbatasan tersebut.
Novi mengatakan gelaran Bucheon International Fantastic Film Festival (BIFAN) 2024 sudah mengangkat hal ini. Kini, giliran Indonesia, lewat JFW juga berbicara pada hal yang memang kini tengah ramai disorot didiskusikan.
“Menurut kami AI itu saat ini belum bisa me-replace kita apalagi filmaking. Pada akhirnya tetap saja kok, filmaking itu selalu tentang rasa dan itu mesin tidak punya. Namun, AI itu bisa membantu mewujudkan apa yang kita mau, kalau kita bisa memberikan keyword yang tepat. Tetap saja, yang mengatur rasanya kan kita,” ujar Novi saat ditemui Hypeabis.id di FX Sudirman, Jakarta, Rabu (25/9/2024).
Menurutnya, upaya membicarakan AI di dalam festival yang berbasis di Jakarta ini sebenarnya sudah mulai dilakukan tahun lalu. Sebab, menurutnya, dunia saat ini mengarah ke teknologi tersebut.
Oleh karena itu, dia merasa Indonesia juga perlu ambil bagian, agar tren yang muncul di dunia juga terjadi di Indonesia saat itu juga, tidak telat. Namun, kala itu, belum ada kesempatan yang memadai. Akhirnya, tahun lalu hanya dihadirkan dalam bentuk diskusi.
Novi menyadari menghadirkan film berbasis AI di sebuah festival adalah sebuah keputusan yang tak gampang. Dia pun berpikir, apakah dengan memberikan ruang bagi film produksi AI ini justru akan menjadi backfire atau tidak.
Namun, satu hal yang diyakinininya, teknologi memang tak bisa dibendung. Teknologi justru bisa membantu sineas lebih mampu mengeksekusi ide-ide liarnya.
Novi mengatakan film yang dihadirkan di program Cinema AI adalah 100 persen produksi AI. Dalam artian, sang sutradara hanya memasukkan kata kunci prompt AI lalu sebuah adegan akan jadi. Tiap-tiap adegan kemudian disatukan hingga menjadi sebuah film.
“Film-film AI yang dibawa tahun ini kebanyakan dari Korea Selatan, ya ada beberapa dari negara lain juga. Filmnya pendek-pendek, ya mungkin sekitar 10 menit,” imbuhnya.
Novi menyebut ada warna yang menarik terjadi di film berbasis AI. Kebanyakan sineas yang mengolah filmnya lewat AI kebanyakan bermain-main dengan genre fantasi. Menurutnya, ini adalah hal yang wajar, setidaknya sebagai sebuah permulaan.
Sebab, menurutnya, keberadaan teknologi memang kerap berperan sebagai alat penembus batas. Oleh karena itu, alih-alih menciptakan sesuatu yang realis, yang notabene bisa dilakukan lewat produksi langsung, para sineas justru senang bermain-main dengan fantasi. Nantinya, juga akan ada film AI produksi AI yang juga ditayangkan.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.