Perupa Jumaldi Alfi dalam pembukaan pameran Never Ending Stories di D Gallerie Jakarta, Sabtu (21/9/2024). Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P.

Pencarian Tak Berkesudahan Jumaldi Alfi dalam Pameran Never Ending Stories

22 September 2024   |   09:30 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

D Gallerie Jakarta menggelar pameran tunggal perupa Jumaldi Alfi bertajuk Never Ending Stories. Pameran yang berlangsung pada 22 September hingga 21 Oktober 2024 ini menampilkan koleksi karya dari seri papan tulis yang menjadi salah satu ciri khas seniman yang akrab disapa Alfi ini.
 
Alfi memboyong sebanyak 16 lukisan pada pameran solonya kali ini, yang dibuatnya sekitar satu tahun terakhir. Tajuk Never Ending Stories diusung untuk menjadi lanjutan dari pameran tunggalnya sekitar 14 tahun silam yakni ALFI Life/Art#101: Never Ending Lesson, yang digelar di Singapura pada 2010.
Tajuk Never Ending Stories atau yang berarti 'kisah-kisah yang tak berkesudahan' juga mewakili upaya Alfi yang terus bereksplorasi dalam menciptakan karya seri papan lukis yang menjadi ciri khasnya sejak 2005. 
 
Diakui olehnya, dia sempat ingin berhenti membuat karya serial lukisan papan lukis hitam (blackboard). Sebagai perupa, Alfi ingin mencoba menghindari cap sebagai 'pelukis blackboard' yang telah menempel di dirinya. Dia mencoba mencari bentuk lain untuk bisa menjadi medium dalam menyampaikan ide dan aspirasinya dalam karya-karyanya.
 
"Aku mencoba mencari platform lain untuk menyampaikan ide yang bisa setara dengan blackboard, dan itu tidak kutemukan. Akhirnya ya blackboard lah yang bisa menyampaikan apa isu yang mau aku angkat. Itulah yang menyebabkan jadi akhirnya Never Ending Stories. Ini adalah kelanjutan dari Never Ending Listen, yang seri pertama aku bikin," katanya saat ditemui Hypeabis.id di D Gallerie Jakarta, Sabtu (21/9/2024).
 

Perupa Jumaldi Alfi dalam pembukaan pameran Never Ending Stories di D Gallerie Jakarta, Sabtu (21/9/2024). Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P.

Seorang pengunjung sedang mengamati beberapa lukisan di pameran Never Ending Stories di D Gallerie Jakarta, Sabtu (21/9/2024). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P)

Koleksi karya yang dipamerkan kali ini merupakan hasil pencarian Alfi dalam memaknai lukisan-lukisan abstrak. Dia bukan mencoba mengabstraksi sesuatu yang sudah ada dalam dunia realitas ke dalam lukisan, tetapi mencoba mencari makna lukis abstrak itu sendiri yang kerap disebut sebagai 'termin terakhir' dalam dunia seni rupa modern.
 
"Jadi, dalam pameran ini sebenarnya abstrak itu sebagai pencarian. Apakah betul itu menjadi tingkat akhir [dalam dunia seni rupa modern] atau jangan-jangan itu hanya mitos," kata perupa kelahiran 19 Juli 1973 tersebut.
 
Hasilnya, mewujudlah koleksi karya lukisan papan tulis hitam dengan ikon-ikon abstrak yang menempel di atasnya. Papan tulis menjadi media bagi Alfi untuk menyampaikan pencariannya terhadap makna lukisan abstrak, sekaligus mengajak pengunjung untuk merefleksikannya dipantik dengan penggalan tulisan yang terkadang hadir dalam lukisan papan tulisnya.
 

Seorang pengunjung sedang mengamati beberapa lukisan di pameran Never Ending Stories di D Gallerie Jakarta, Sabtu (21/9/2024). Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P.

How to Explain a Painting - (Pollack Accident), Jumaldi Alfi, 2024, 200x300 cm. Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P.

Hal itu tercermin misalnya dalam lukisan bertajuk How to Explain a Painting - (Pollack Accident). Lukisan berdimensi 200 x 300 cm itu menampilkan lukisan abstrak sebagai objek, dengan latar belakang papan tulis disertai penggalan kalimat yang menyiratkan pertanyaan-pertanyaan tentang lukisan abstrak.
 
Begitupun dalam lukisan berjudul How to Explain a Picture-Abstract Painting is (not) Easy #07 yang berdimensi 150 x 200 cm. Dalam lukisannya, sang seniman kembali menyodorkan pertanyaan terkait bentuk lukisan abstrak melalui karya yang didominasi warna biru itu. Permainan cat dalam lukisan ini memantik pencarian itu.
 
Alfi juga membuat seni lukis abstrak gaya Mondrian yang ikonis sebagai objek dalam lukisannya. Salah satunya tertuang dalam karya berjudul How to Explain a Painting - (Mondrian #02) yang berdimensi 150 x 205 cm. Lukisan papan tulis itu memacak gaya abstrak Mondrian yang khas dan menjadi variasi pencarian menarik dalam koleksi karya sang seniman kali ini.
 
"Aku tidak melukis abstrak, lukisanku realis bukan lukisan abstrak. Abstrak itu objek. Aku ngobrolin tentang abstrak itu. Abstrak sebagai lukisan, abstrak sebagai sejarah, abstrak sebagai pikiran, abstrak sebagai objek," ucap Alfi.
 

Seorang pengunjung sedang mengamati beberapa lukisan di pameran Never Ending Stories di D Gallerie Jakarta, Sabtu (21/9/2024). Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P.

Seorang pengunjung sedang mengamati lukisan di pameran Never Ending Stories di D Gallerie Jakarta, Sabtu (21/9/2024). Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P.

Menurut Heru Joni Putra yang mengkuratori pameran ini, hal yang paling menonjol dalam penggunaan papan tulis dalam karya-karya Alfi ialah sebagai media sang seniman untuk melakukan pembacaan ulang (re-reading) satu hal, kondisi atau fenomena dalam dunia seni rupa itu sendiri. 
 
Bila pada koleksi karya sebelumnya Alfi mengeksplorasi lukisan potret pemandangan alam sebagai upayanya untuk membaca kembali makna lanskap atau pemandangan alam pada era seperti sekarang ini, kali ini sang seniman mengajak untuk meninjau kembali berbagai ekspresi abstrak. 
 
"Pada saat yang sama, ekspresi abstrak itu digunakan Alfi untuk membaca dirinya sendiri, mengasah kepekaannya sendiri, bahkan menjadikan bagian dari upayanya mengasah pencarian spiritualnya. Ini adalah seni melukis lukisan tentang lukisan," katanya.
 

V

Selain memuat foto-foto karya serta kisah tentang perjalanan dan proses kekaryaan Alfi, buku ini juga menyajikan empat esai yang ditulis oleh Thomas J. Berghuis, Michal Ron, Astrid Honold, dan Heru Joni Putra. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Arief Hermawan P).

Pemilik D Gallerie Esti Nurjadin mengatakan pihaknya selalu tertarik dengan karya-karya Alfi terutama dari seri papan tulis ini. Menurutnya, jika mengikuti karya-karya Alfi secara intensif, akan terlihat sebuah pola menarik tiap kali sang seniman ingin membicarakan dan mempertanyakan sebuah aliran seni secara kritis. Seri papan tulis digunakan sebagai sarana bicara.
 
"Pembacaan ulangnya terhadap berbagai aliran semisal mooi indie atau abstrak, dituangkan dalam karya dengan gambar papan tulis sebagai latar," katanya. 
 
Esti berharap pameran ini bisa mengenalkan dan mendekatkan kembali khalayak seni rupa pada karya-karya seniman-seniman senior dari kelompok Jendela.
 
Menurutnya, dunia seni rupa kontemporer Indonesia sangat dinamis. Setelah melewati beberapa dekade, tak hanya seniman-seniman baru yang lahir, tapi juga muncul kolektor-kolektor baru yang mungkin tidak terlalu terpapar dengan karya-karya dari para seniman senior Jendela di mana Alfi menjadi salah satunya. 
 
"Pameran ini saya harapkan bisa menjadi jembatan untuk mempertemukan para kolektor muda dengan karya-karya Alfi, selain juga ingin mengajak para kolektor senior untuk berjumpa dengan karya-karya Alfi," imbuhnya.
 
Pada pameran kali ini, diluncurkan juga buku bertajuk Jumaldi Alfi: Kisah-Kisah Tak Berkesudahan. Selain memuat foto-foto karya serta kisah tentang perjalanan dan proses kekaryaan Alfi, buku ini juga menyajikan empat esai yang ditulis oleh Thomas J. Berghuis, Michal Ron, Astrid Honold, dan Heru Joni Putra. 

Baca juga: Cek 6 Segmen Pameran Seni di Art Jakarta 2024, Ada Ruang Interaktif untuk Anak-anak

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Voice of Baceprot Gaungkan No Music on A Dead Planet di Pestapora 2024

BERIKUTNYA

Mengenal Haute Couture dan Perbedaanya dengan Busana Ready to Wear

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: