Jadi Polemik, Begini Sejarah & Ihwal Pemasangan Chattra di Candi Borobudur
09 September 2024 |
21:36 WIB
Polemik mengenai rencana pemasangan Chattra di Candi Borobudur kembali mengemuka. Tagar #PrayForBorobudur cukup banyak menghiasi linimasa Instagram dan X (Twitter) pada beberapa hari terakhir, terutama dari kalangan pegiat dan komunitas sejarah di Tanah Air.
Momen ini tak lepas dari rencana pemerintah lewat Ditjen Bimas Buddha bersama BRIN yang akan melakukan peletakan batu pertama Chattra pada Rabu, 18 September 2024. Acara ini rencananya dihadiri oleh Presiden Joko Widodo pada pukul 16.00 WIB di Pelataran Candi Borobudur.
Baca juga: Dorong Pengakuan dari UNESCO, Candi Muaro Jambi Kembali Direvitalisasi
Chattra merupakan istilah dalam arsitektur candi, khususnya dalam konteks candi-candi Hindu dan Buddha. Ornamen atau simbol ini umumnya berbentuk payung bertingkat yang biasanya ditempatkan di puncak stupa, candi, atau bangunan suci lainnya.
Ihwal pemasangan Chattra ini adalah untuk mengoptimalkan bagian dari lima destinasi pariwisata super prioritas (DPSP) melalui pengembangan Kunjungan Wisata Religi Agama Buddha Indonesia dan Dunia. Usulan ini dibahas bersama dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengembangan lima DPSP di hotel Plataran Borobudur, pada 21 Juli 2023.
Pemasangan Chattra di puncak stupa utama Candi Borobudur, disebut juga sebagai bentuk penyempurnaan akan keagungan candi Buddha tersebut. Ini juga tek lepas dari pentingnya memaknai chatra tidak hanya dari sudut pandang arkeologi semata, tetapi juga dalam perspektif spiritualitas Agama Buddha.
Mengutip laman Kemenag, Dirjen Bimas Buddha, Supriyadi mengatakan, pihaknya saat ini masih melakukan rapat Koordinasi Penyusunan Dokumen Rencana Detail Engineering Design (DED) Pemasangan Chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur bersama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Supriyadi menjelaskan, masih ada beberapa tahapan terkait penyusunan studi spesialitas dan kualitas chattra yang sudah diselesaikan sambil melakukan studi lapangan. Pihaknya juga sedang menyusun dan melaksanakan rencana studi teknis dan DED atas chattra yang akan dipasang di Stupa Induk Candi Borobudur.
“Setidaknya pada tanggal 1 september sudah bisa dilakukan studi teknis atas chattra di lokasi dimana batu-batu atau bahan material yang akan jadikan chattra dapat disepakati bentuk dan materialnya oleh umat buddha Indonesia,” katanya.
Sempat Dipasang
Dalam sejarahnya, Chattra untuk Candi Borobudur juga sempat dipasang pada masa pemugaran pertama pada 1907-1911 oleh Theodore van Erp. Namun, Van Erp yang merekayasa Chattra di atas stupa induk kemudian mencabutnya lagi karena dirasa keliru dan tidak pas.
Saat itu, Van Erp menemukan kepingan-kepingan batu, yang kemudian direkonstruksi menjadi Chattra atau payung bertingkat tiga yang diduga pernah terpasang megah di puncak stupa utama Borobudur. Namun, salah satu asistennya yang bernama J.J de Vink menemukan temuan baru.
Dalam salah satu bagian kompleks lain dia menemukan struktur bata, yang diduga merupakan bagian dari stupa perabuan atau pemakaman. Dari sinilah, Van Erp kemudian mengambil kesimpulan bahwa kepingan-kepingan batu yang ditemukan merupakan bagian dari stupa perabuan tersebut.
Premis tersebut juga diperkuat dengan dengan penemuan tiga lubang berdiameter sekitar 56 cm yang berisikan bejana logam yang digunakan untuk menyimpan abu, yang diduga kuat merupakan salah satu tokoh religius yang hidup di abad 8-10 masehi dan melakukan prosesi pemakaman di Borobudur.
Dari sinilah Van Erp mantap untuk menurunkan kembali chattra di stupa induk candi Borobudur. Struktur chatra yang terdiri dari 13 lapis batu penyusun itu kemudian disimpan di halaman Balai Konservasi Borobudur, kini bernama Museum Cagar Budaya Borobudur, dan nanti akan dijadikan landasan untuk membuat kembali chattra yang baru.
Baca juga: Melihat Masa Lalu Kerajaan Melayu Kuno di Candi Kedaton Muaro Jambi
Dibangun Tanpa Chattra
Arkeolog dari Balai Konservasi Borobudur, Hari Setiawan mengatakan, berdasarkan relief di lorong empat Candi Borobudur di sisi selatan, yakni di panel nomor 13 dari relief Gandawyuha yang juga disebut sebagai Bhadracari. Relief ini menurutnya memperlihatkan relief stupa yang mirip dengan stupa induk Candi Borobudur tanpa adanya Chattra di atasnya.
Dia menjelaskan, pahatan stupa itu mirip dengan stupa induk dengan bagian-bagian pelipit yang mirip dengan stupa induk dan dasar padma yang sekarang kita bisa lihat di stupa induk Candi Borobudur. Dari sinilah saat melakukan peresmian pada desember 1911, pada pemugaran yang pertama, bahwa candi Borobudur tidak memiliki Chattra.
"Bahkan ini juga disampaikan Van Erp dari beberapa referensi yang kita baca. Dan van Erp kita ketahui juga menyesal telah memasangkan Chattra pada stupa induk candi Borobudur. Inilah candi yang kita sebut sebagai hasil budaya Buddha di Nusantara abad 8-10 Masehi, bukan kita mencari analogi dari candi Buddha dari luar Indonesia," katanya dikutip dari media sosial Konservasi Borobudur.
Sejarah pemasangan Chattra sebelumnya juga sempat menjadi polemik dan menuai pro-kontra di kalangan arkeolog beberapa tahun silam. Salah satunya terjadi saat Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Pemasangan Kembali Chattra Pada Stupa Induk Candi Borobudur" yang digelar di Hotel Alana, Yogyakarta, pada 2-3 Februari 2018.
Editor: Fajar Sidik
Momen ini tak lepas dari rencana pemerintah lewat Ditjen Bimas Buddha bersama BRIN yang akan melakukan peletakan batu pertama Chattra pada Rabu, 18 September 2024. Acara ini rencananya dihadiri oleh Presiden Joko Widodo pada pukul 16.00 WIB di Pelataran Candi Borobudur.
Baca juga: Dorong Pengakuan dari UNESCO, Candi Muaro Jambi Kembali Direvitalisasi
Chattra merupakan istilah dalam arsitektur candi, khususnya dalam konteks candi-candi Hindu dan Buddha. Ornamen atau simbol ini umumnya berbentuk payung bertingkat yang biasanya ditempatkan di puncak stupa, candi, atau bangunan suci lainnya.
Ihwal pemasangan Chattra ini adalah untuk mengoptimalkan bagian dari lima destinasi pariwisata super prioritas (DPSP) melalui pengembangan Kunjungan Wisata Religi Agama Buddha Indonesia dan Dunia. Usulan ini dibahas bersama dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengembangan lima DPSP di hotel Plataran Borobudur, pada 21 Juli 2023.
Pemasangan Chattra di puncak stupa utama Candi Borobudur, disebut juga sebagai bentuk penyempurnaan akan keagungan candi Buddha tersebut. Ini juga tek lepas dari pentingnya memaknai chatra tidak hanya dari sudut pandang arkeologi semata, tetapi juga dalam perspektif spiritualitas Agama Buddha.
Mengutip laman Kemenag, Dirjen Bimas Buddha, Supriyadi mengatakan, pihaknya saat ini masih melakukan rapat Koordinasi Penyusunan Dokumen Rencana Detail Engineering Design (DED) Pemasangan Chattra pada Stupa Induk Candi Borobudur bersama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Supriyadi menjelaskan, masih ada beberapa tahapan terkait penyusunan studi spesialitas dan kualitas chattra yang sudah diselesaikan sambil melakukan studi lapangan. Pihaknya juga sedang menyusun dan melaksanakan rencana studi teknis dan DED atas chattra yang akan dipasang di Stupa Induk Candi Borobudur.
“Setidaknya pada tanggal 1 september sudah bisa dilakukan studi teknis atas chattra di lokasi dimana batu-batu atau bahan material yang akan jadikan chattra dapat disepakati bentuk dan materialnya oleh umat buddha Indonesia,” katanya.
Sempat Dipasang
Dalam sejarahnya, Chattra untuk Candi Borobudur juga sempat dipasang pada masa pemugaran pertama pada 1907-1911 oleh Theodore van Erp. Namun, Van Erp yang merekayasa Chattra di atas stupa induk kemudian mencabutnya lagi karena dirasa keliru dan tidak pas.
Saat itu, Van Erp menemukan kepingan-kepingan batu, yang kemudian direkonstruksi menjadi Chattra atau payung bertingkat tiga yang diduga pernah terpasang megah di puncak stupa utama Borobudur. Namun, salah satu asistennya yang bernama J.J de Vink menemukan temuan baru.
Dalam salah satu bagian kompleks lain dia menemukan struktur bata, yang diduga merupakan bagian dari stupa perabuan atau pemakaman. Dari sinilah, Van Erp kemudian mengambil kesimpulan bahwa kepingan-kepingan batu yang ditemukan merupakan bagian dari stupa perabuan tersebut.
Premis tersebut juga diperkuat dengan dengan penemuan tiga lubang berdiameter sekitar 56 cm yang berisikan bejana logam yang digunakan untuk menyimpan abu, yang diduga kuat merupakan salah satu tokoh religius yang hidup di abad 8-10 masehi dan melakukan prosesi pemakaman di Borobudur.
Dari sinilah Van Erp mantap untuk menurunkan kembali chattra di stupa induk candi Borobudur. Struktur chatra yang terdiri dari 13 lapis batu penyusun itu kemudian disimpan di halaman Balai Konservasi Borobudur, kini bernama Museum Cagar Budaya Borobudur, dan nanti akan dijadikan landasan untuk membuat kembali chattra yang baru.
Baca juga: Melihat Masa Lalu Kerajaan Melayu Kuno di Candi Kedaton Muaro Jambi
Dibangun Tanpa Chattra
Arkeolog dari Balai Konservasi Borobudur, Hari Setiawan mengatakan, berdasarkan relief di lorong empat Candi Borobudur di sisi selatan, yakni di panel nomor 13 dari relief Gandawyuha yang juga disebut sebagai Bhadracari. Relief ini menurutnya memperlihatkan relief stupa yang mirip dengan stupa induk Candi Borobudur tanpa adanya Chattra di atasnya.
Dia menjelaskan, pahatan stupa itu mirip dengan stupa induk dengan bagian-bagian pelipit yang mirip dengan stupa induk dan dasar padma yang sekarang kita bisa lihat di stupa induk Candi Borobudur. Dari sinilah saat melakukan peresmian pada desember 1911, pada pemugaran yang pertama, bahwa candi Borobudur tidak memiliki Chattra.
"Bahkan ini juga disampaikan Van Erp dari beberapa referensi yang kita baca. Dan van Erp kita ketahui juga menyesal telah memasangkan Chattra pada stupa induk candi Borobudur. Inilah candi yang kita sebut sebagai hasil budaya Buddha di Nusantara abad 8-10 Masehi, bukan kita mencari analogi dari candi Buddha dari luar Indonesia," katanya dikutip dari media sosial Konservasi Borobudur.
Sejarah pemasangan Chattra sebelumnya juga sempat menjadi polemik dan menuai pro-kontra di kalangan arkeolog beberapa tahun silam. Salah satunya terjadi saat Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Pemasangan Kembali Chattra Pada Stupa Induk Candi Borobudur" yang digelar di Hotel Alana, Yogyakarta, pada 2-3 Februari 2018.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.