Belum lama ini, Sogik juga memacak karyanya dalam seteleng bertajuk Liar, di D’Gallerie , Jakarta Selatan (Sumber gambar: dok. pribadi)

Seniman Sogik Primayoga: Bernyali Menapaki Jalan Seni 

09 October 2024   |   20:00 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Di dunia seni rupa Tanah Air, nama Sogik Prima Yoga mungkin belum begitu populer. Namun, seniman berusia 36 tahun itu belakangan mulai meruyak ke sejumlah pameran seni di beberapa kota besar Indonesia, dengan karya-karyanya yang mengetengahkan tradisi hingga figuratif. 

Prima Yoga Artika, alias Sogik Prima Yoga belakangan mulai mencuri perhatian sejumlah galleries. Perupa jebolan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini beberapa sempat berpameran di Studio Bertulang, Yogyakarta, Cemara 6 Galeri-Museum, jakarta, dan Tan Art Space, Semarang. 

Belum lama ini pria kelahiran 19 Juli 1988 itu juga memacak karyanya dalam seteleng bertajuk Liar, di D’Gallerie, Jakarta Selatan. Terbaru, bersama Desy Gitary, dia juga ikut menggelar pameran duo tunggal di Unicorn Gallery, Jakarta Art Hub bertajuk Yoko and I. 

Baca juga: Hypeprofil Wilbert Jonathan Deil: Misi SenyuMuseum Mengubah Museum Jadi Lifestyle Destination
 

Beberapa waktu lalu, Hypeabis.id berkesempatan mengunjungi Sungging Painting Studio yang berada di bawah kaki Gunung Merbabu. Studio sekaligus rumah Sogik berada di Desa Blongoran, Polobogo, Kec. Getasan, Kab.Semarang, Jawa Tengah dengan hawa yang sejuk tapi dingin pada malam hari.

Bersama udara malam yang dingin menyesap lantai keramik, Sogik menceritakan awal mula pengembaraannya di dunia seni. Mulai dari pertemuannya dengan maestro kartunis Pramono R. Pramoedjo, hingga nekat kuliah seni, meski awalnya sang ibu tidak mengizinkan.

Namun, tekadnya tak terbendung. Pada 2011 dia 'minggat' sejenak dari rumah untuk mendaftar kuliah seni. Empat tahun berselang, dia lulus dan mulai memasuki kancah seni rupa yang terus bergeliat. Lantas, seperti apa perjalanan dan pandangannya terhadap dunia seni kiwari? Berikut petikan obrolannya:

Sudah hampir satu dekade Anda menekuni dunia lukis, momentum apa yang membuat akhirnya terjun ke seni rupa?

Sebenarnya dari kecil memang senang gambar. Macem-macem, cuman aku enggak difasilitasi penuh. Memang mbah aku menggambar, bapakku nggambar, hanya saja aku tidak diajari secara langsung.

Awalnya aku memang otodidak. Karena keluarga terpisah sehingga tidak bisa bertemu secara langsung. Intinya aku ada dorongan untuk gambar. Dari sinilah aku dikasih saran untuk masuk Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Waktu itu belum ngerti ISI itu apa. Nah aku coba cari di internet, dan ternyata di situ ada Fakultas Seni Rupa. Ya sudah, nekat masuk ke sana, meski ibuku tidak setuju. Beliau pengennya aku masuk sekolah formal.

Namun, karena aku nekat beliau akhirnya mengizinkan. Di situ aku semakin ketemu apa yang aku inginkan. Jadi tidak sebatas artistik semata. Aku pun semakin menggebu-gebu lah. Mulai mencari tahu tentang sejarah teori sejarah seni, style seni dan segala macam. 

Itu yang membuat aku menjadi lebih suka menekuni seni karena kayak ada kenikmatan tersendiri. Bahkan untuk menekuni seni itu berbeda dengan orang mencari uang ya. Sebab kita juga mencari uang untuk menghidupi seni. 

 
Sogik Prima Yoga berpose di depan karyanya. (sumber gambar: dokumentasi pribadi seniman) 
Tahun berapa masuk ISI? 

Masuk ISI itu 2011. Jadi aku lulus SMA 2007. Aku sempat nganggur dulu dan menyalurkan hobi mendaki sambil drawing plein in air. Dari sini pula aku ketemu salah satu maestro kartun Indonesia, pak Pramono.[Pramono R. Pramoedjo-red].

Kumpulnya kan di tempat mebelnya dia. Beliau punya mebel, bikin pigura. Terus dia kan yang sering kasih sponsor jaket, tenda, alat masak, gitu lo, biar kami suka camping sekaligus bikin sketsa di luar ruang. Cuman pas ketemu aku, dia ngasih saran agar aku masuk ISI.

Masuk ISI tidak mudah, bagaimana Anda menyiasatinya?

Ini tak lepas dari background sepertinya. Sejak SMA, aku suka ngumpulin buku-buku tentang sejarah seni rupa dan yang lain. Kebetulan juga aku punya basic [melukis] realis yang kuat waktu itu. Jadi ketika masuk ISI, ternyata itu semua kebutuhan materi tesnya aku udah punya semua.

Kan saat masuk tesnya ada tes wawancara ya. Tentang sejarah seni rupa teori dan yang lain. Kebetulan karena aku seneng ya tinggal ngomong aja. Terus waktu tes praktek pun, itu termasuk orang yang keluar awal dari ruang tes itu. Keuntungan lainnya karena kau memiliki basic melukis realis.

Momen inilah yang memudahkan aku akhirnya masuk seleksi tes di ISI. Karena zaman aku waktu itu ada yang sampai tiga kali masuk ISI enggak lolos. Jadi ketika itu tesnya macam-macam, ada praktek dan wawancara. Dan wawancara ini yang agak berat.

Awal Anda kuliah keluarga tidak mendukung, termasuk Ibu. Apa yang membuat beliau luluh?

Mungkin karena keteguhan dan kenekatan ya. Akhirnya karena kengeyelan itu beliau luluh. Karena aku hanya berbekal uang Rp100.000 mau daftar isi dan dapat brosur. Waktu itu aku nginepnya di Malioboro. Padahal dari sana ke ISI kan jauh. Sempat tidur di Masjid DPRD juga, dan sampai diusir. 

Waktu berangkat ke Jogja, ibuku juga tidak tahu. Beliau tahunya aku tidur di basecamp tempat camping itu. Aku dua hari enggak pulang. Pas pulang aku bilang kalau daftar ISI. Ibuku ngeyel. Kita debatnya lama, bahkan sampai 2-3 hari. Akhirnya aku ambil keputusan kalau enggak direstui aku akan tetap jalan. Dari sinilah beliau luluh.

Ada banyak karya Anda dengan pendekatan artistik berbeda. Apa yang ingin ditunjukkan? Misalnya karya wayang Panji Sekartaji? 

Oh, ini gambar tentang Panji Sekartaji. Aku membuat karya ini bukan untuk tujuan pribadi. Waktu itu karena lagi ada guyub seni dan lokakarya yang mengusut tentang sosoknya. Kalau karya-karyaku sebenarnya lebih banyak mengulas tentang perenungan, buku, dan pengamatan terhadap realitas (fenomena sosial, figur, dll).

Aku juga banyak tertarik melihat bentuk tubuh dan mencoba mengeksplorasinya. Jadi lebih banyak mendeformasi bentuk. Dari pergelangan kaki, telapak tangan, pinggang, dagu, dan yang lain. Namun, untuk tema-temanya aku lebih banyak mengamati, membaca buku dan mengambil benang merah di antaranya.

Aku juga banyak terinspirasi dari buku Rubaiyat [kuatrin puisi karya Umar Khayyam-red]. Itu kan sesuatu yang liar, bebas, tanpa tekanan, indah dan bergelora. Semacam keterlenaan terhadap keduniawian. Namun, di balik itu ada sesuatu yang memiliki makna mendalam dari pandangan saya.

Salah satunya adalah jika kamu melakukan sesuatu [baik atau buruk], lakukanlah sedalam-dalamnya,sampai batas limit. Karena di sanalah kamu akan menemukan saripati, meskipun itu sebuah cara yang keliru [jika itu perbuatan buruk]. Namun ini kan bentuk dari keberagaman pikiran.
 

Lukisan Panji Sekartaji di rumah Sogik Primayoga (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Lukisan Panji Sekartaji di rumah Sogik Primayoga (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Apakah yang Anda kemukakan terfleksi juga lewat momentum saat menceburkan diri ke dunia seni rupa?

Iya kadang ada refleksi ke sana juga. Tapi ya, enggak sepenuhnya semua juga ya. Banyak refleksi, akhirnya aku membuat tampungan terbesar dan memilah sesuatu yang aku pikir cocok, terus ketemu benang merahnya. Jadi aku mencoba meramunya dalam bahasa rupa dan menggabungkan itu semua. 

Soal deformasi bentuk, dari mana Anda mendapatkan teknik tersebut?

Nah, ini juga soal pengamatan. Aku mengamati, meresapi, dan menyimpulkan. Itu yang membuat aku menemukan ide-ide untuk membuat karya. Termasuk yang Umar Khayam tadi. Ini kan aku refleksikan dengan kehidupan sosial di lingkungan sekitarku.

Dalam momen agak spiritual, ini juga seperti apa yang kita rasakan setelah ekstase. Refleksi ini juga yang aku ejawantahkan dalam lukisan terbaru yang bakal aku bawa ke UOB Painting of the Year tahun ini. Bulan depan aku juga gelar pameran duo di Unicorn Gallery dengan medium tinta. 

Terkait penggunaan medium, Anda mengeksplorasi cat minyak, akrilik, hingga tinta. Ini kan proses bentuk pencarian artistik. Bagaimana Ada memandang medium tersebut?

Kalau aku memang mau mencoba semua medium. Karena seniman kan tugasnya jangan terlalu berfokus pada salah satu teknik dan medium, karena itu nanti akan mengurangi sisi kreativitas. Jadi kalau aku mencoba berbagai medium aku akan menemukan teknik-teknik baru. Namun dengan tidak mengabaikan style-ku sendiri. Tetap menjaga kekhasanku.

Seperti apa kekhasan yang Anda maksud? 

Aku di deformasi bentuk dan anatomi sama tema tentang cinta yang aku angkat. Jadi kan, kalau pameran ku di D' Gallerie, Cemara 6 Museum, dan Unicorn Gallery semuanya kan tentang cinta. Tahun ini aku juga mengirimkan karya ke UOB Painting of The Year untuk kategori Profesional Artis.

 
Salah satu lukisan Sogik Prima Yoag berjudul Nyai Gowok (acrylic on canvas 200X150 cm, 2021) (sumber gambar: dokumentasi pribadi seniman)
Ada rencana untuk berpameran tunggal dalam waktu dekat?

Kalau dalam aku dekat tahun depan Insyaallah di Jogja di Natan Art Space. Aku sedang menyiapkan sekitar 40 lukisan untuk pameran ini. Ini lagi didiskusikan juga dengan ownernya. 

Terkait pameran yang di Unicorn nanti, yang mengambil tema cinta You and I akan seperti apa?

Nah itu konsepnya memang karya-karya sketsa, drawing. Tapi nanti ada satu karya besar berukuran 10 meter X 1,5 meter, di mana aku bakal collab dengan seniman lain yang dipacak di ruang tengah. 

Sebagai pelukis muda, bagaimana Anda memandang AI dalam dunia seni rupa di mana banyak yang mengatakan itu sebuah ancaman?

Kalau AI itu antara apa ya, dilihat ancaman juga tergantung dari mana dulu. Tapi kalau bagi saya tidak terlalu merisaukan. Karena teknologi ini bisa memperkuat ide-ide kita Misalnya saat lagi buntu, kita bisa mencari inspirasi dari sana dan kita kolaborasikan dengan daya artistik kita.

Gambar AI mungkin juga bisa dibilang bagus. Tapi dari segi rasa itu kan kosong. Spirit dan kedalamannya tidak ada. Sekalipun AI bisa sensitif membuat tentang gambar yang mengundang rasa. Rasa sedih, haru atau yang lain misalnya. Tapi mengharu birunya AI dengan manusia akan lain. Tetap lebih dalam buatan manusia. 

Baca juga: Eksklusif Seniman Landung Simatupang: Menekuni Teater Sebagai Hobi Ketimbang Gila

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Donald Trump Dilarang Gunakan Lagu Isaac Hayes Untuk Kampanye Pilpres AS

BERIKUTNYA

Melon Music Awards 2024 Umumkan Tanggal & Lokasi Perhelatannya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: