Psikolog Beberkan Dampak Jangka Panjang Bullying, Bisa Berakibat Fatal
03 September 2024 |
20:30 WIB
Maraknya kasus perundungan (bullying) oleh senior kepada juniornya tengah menjadi topik hangat di Indonesia. Praktik merundung ini telah menjadi permasalahan sejak lama, yang dapat menimbulkan dampak serius pada kesehatan fisik dan mental para pelajar dalam negeri.
Sayangnya, masih banyak orang menyepelekan dampak bullying, yang ternyata bisa memberi pengaruh jangka panjang. Para korban perundungan sering kali mengalami dampak yang mendalam, mulai dari penurunan daya tahan tubuh hingga gangguan mental yang signifikan.
Dampak-dampak ini mempengaruhi aspek fisik sekaligus mental jangka panjang, mencakup penurunan motivasi, gangguan pencernaan seperti GERD, kebingungan identitas diri, gangguan kecemasan, gangguan panik, PTSD, hingga depresi.
Baca juga: Dampak Bullying pada Kelompok Anak dan Dewasa Berbeda? Begini Kata Psikolog
Psikolog Lusiana Bintang Siregar menjelaskan bahwa kondisi-kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan emosional dan fisik korban, tetapi juga berdampak pada aspek-aspek kognitif dan sosial mereka.
"Tentunya aspek-aspek kognitif menurun prestasinya bahkan ditandai tidak mau pergi ke sekolah, aspek sosial lebih sering menarik diri dari lingkungan, merasa malu, bahkan emosi menjadi tidak stabil sehingga menimbulkan masalah dengan lingkungannya," katanya kepada Hypeabis.id.
Menurut Lusiana, perilaku bullying seharusnya tidak terjadi sama sekali di lingkungan kampus. Baginya, kampus adalah tempat di mana individu telah melewati proses seleksi yang ketat. Baik dosen atau mahasiswa, keduanya diharapkan untuk bertindak dengan tanggung jawab dan menghormati proses belajar serta pengembangan diri.
Perilaku bully di kampus bukan hanya melanggar norma-norma etika dan akademik, hal itu telah mencoreng reputasi pihak-pihak yang terlibat. "Maka jika ada pihak yang melakukan bullying itu berarti dia mempermalukan dirinya sendiri sebagai orang yang telah lulus seleksi dan dipercaya," tandasnya.
Oleh karena itu, penting untuk mengambil langkah-langkah preventif dan tindakan konkret untuk mencegah dan menangani kasus bullying di lingkungan kampus.
Dalam pandangan Lusiana, sesi materi bullying perlu dimasukkan dalam masa penerimaan mahasiswa baru. Periode ini harus mencakup sesi materi khusus tentang bullying. Hal tersebut dinilainya menjadi bagian dari pendidikan awal yang penting dilakukan, guna menyadarkan mahasiswa tentang konsekuensi negatif dari bullying dan pentingnya menciptakan lingkungan yang mendukung.
Dengan memberikan pemahaman yang jelas mengenai bullying, mahasiswa diharapkan dapat menghindari perilaku intimidatif dan mendukung sesama dengan menyebarkan energi positif, termasuk mendorong kesadaran tentang bagaimana cara menanggulangi bullying.
Lusiana berpendapat, hal ini bisa dimulai dengan perancangan ulang proses pengenalan lingkungan kampus agar tidak menimbulkan praktik perpeloncoan yang tidak pantas. Kegiatan orientasi harusnya berfokus pada penyampaian informasi yang berguna dan memperkenalkan mahasiswa baru pada berbagai fasilitas di kampus, tanpa adanya tekanan atau intimidasi.
Pihak kampus juga bisa berperan jauh dalam menyediakan alur pelaporan atau pengaduan yang aman bagi korban bullying. Sistem ini, lanjutnya, perlu dirancang sedemikian rupa agar korban merasa terlindungi saat melaporkan kejadian. Penting untuk memastikan bahwa laporan ditangani dengan serius.
"Karena tidak jarang guru atau dosen yang dianggap aman untuk cerita malah balik menghakimi, bahkan menceritakan kepada teman-teman yang lain sehingga korban semakin malu dan menganggap bahwa benar tidak ada yang bisa dia percaya," ujarnya.
Selain itu, keamanan di kampus juga harus diperketat dengan pengawasan yang memadai, termasuk penggunaan CCTV dan sistem keamanan lainnya. Dengan menciptakan lingkungan yang aman, seharusnya kampus dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya bullying dan memberikan rasa aman bagi semua anggota kampus.
Baca juga: Rekomendasi 5 Film Indonesia yang Membawa Semangat Anti Bullying
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Sayangnya, masih banyak orang menyepelekan dampak bullying, yang ternyata bisa memberi pengaruh jangka panjang. Para korban perundungan sering kali mengalami dampak yang mendalam, mulai dari penurunan daya tahan tubuh hingga gangguan mental yang signifikan.
Dampak-dampak ini mempengaruhi aspek fisik sekaligus mental jangka panjang, mencakup penurunan motivasi, gangguan pencernaan seperti GERD, kebingungan identitas diri, gangguan kecemasan, gangguan panik, PTSD, hingga depresi.
Baca juga: Dampak Bullying pada Kelompok Anak dan Dewasa Berbeda? Begini Kata Psikolog
Psikolog Lusiana Bintang Siregar menjelaskan bahwa kondisi-kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan emosional dan fisik korban, tetapi juga berdampak pada aspek-aspek kognitif dan sosial mereka.
"Tentunya aspek-aspek kognitif menurun prestasinya bahkan ditandai tidak mau pergi ke sekolah, aspek sosial lebih sering menarik diri dari lingkungan, merasa malu, bahkan emosi menjadi tidak stabil sehingga menimbulkan masalah dengan lingkungannya," katanya kepada Hypeabis.id.
Menurut Lusiana, perilaku bullying seharusnya tidak terjadi sama sekali di lingkungan kampus. Baginya, kampus adalah tempat di mana individu telah melewati proses seleksi yang ketat. Baik dosen atau mahasiswa, keduanya diharapkan untuk bertindak dengan tanggung jawab dan menghormati proses belajar serta pengembangan diri.
Perilaku bully di kampus bukan hanya melanggar norma-norma etika dan akademik, hal itu telah mencoreng reputasi pihak-pihak yang terlibat. "Maka jika ada pihak yang melakukan bullying itu berarti dia mempermalukan dirinya sendiri sebagai orang yang telah lulus seleksi dan dipercaya," tandasnya.
Oleh karena itu, penting untuk mengambil langkah-langkah preventif dan tindakan konkret untuk mencegah dan menangani kasus bullying di lingkungan kampus.
Meminimalisir Perilaku Bullying di Kampus
Ilustrasi bullying (Sumber gambar: RDNE Stock project/Pexels)
Dengan memberikan pemahaman yang jelas mengenai bullying, mahasiswa diharapkan dapat menghindari perilaku intimidatif dan mendukung sesama dengan menyebarkan energi positif, termasuk mendorong kesadaran tentang bagaimana cara menanggulangi bullying.
Lusiana berpendapat, hal ini bisa dimulai dengan perancangan ulang proses pengenalan lingkungan kampus agar tidak menimbulkan praktik perpeloncoan yang tidak pantas. Kegiatan orientasi harusnya berfokus pada penyampaian informasi yang berguna dan memperkenalkan mahasiswa baru pada berbagai fasilitas di kampus, tanpa adanya tekanan atau intimidasi.
Pihak kampus juga bisa berperan jauh dalam menyediakan alur pelaporan atau pengaduan yang aman bagi korban bullying. Sistem ini, lanjutnya, perlu dirancang sedemikian rupa agar korban merasa terlindungi saat melaporkan kejadian. Penting untuk memastikan bahwa laporan ditangani dengan serius.
"Karena tidak jarang guru atau dosen yang dianggap aman untuk cerita malah balik menghakimi, bahkan menceritakan kepada teman-teman yang lain sehingga korban semakin malu dan menganggap bahwa benar tidak ada yang bisa dia percaya," ujarnya.
Selain itu, keamanan di kampus juga harus diperketat dengan pengawasan yang memadai, termasuk penggunaan CCTV dan sistem keamanan lainnya. Dengan menciptakan lingkungan yang aman, seharusnya kampus dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya bullying dan memberikan rasa aman bagi semua anggota kampus.
Baca juga: Rekomendasi 5 Film Indonesia yang Membawa Semangat Anti Bullying
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.