Pameran Strangely Familiar (Contemporary Urban Formalism) (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)

Menikmati Estetika Formalisme Urban di Pameran Strangely Familiar di CAN’s Gallery

28 August 2024   |   06:00 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Pemandangan berbeda nan menarik mata tampak di ruang pamer CAN’s Gallery. Dinding-dinding putih dari galeri seni di Jakarta Pusat itu kembali bersalin rupa. Ada gambar penuh figur bergaya komik, lukisan-lukisan abstrak, hingga instalasi multisensorik yang unik hasil karya dari 10 seniman kontemporer Tanah Air.

Mereka adalah Azizi Al Majid, Erwin Windu, Galih Johar, Harishazka, Rega Rahman, Ruth Marbun, Patra Aditia, Stereoflow, Tuyuloveme dan Tomy Herseta. Sepuluh seniman muda ini tengah menggelar pameran bersama bertajuk Strangely Familiar (Contemporary Urban Formalism).

Baca juga: Pameran Kolektif Canvas of Dreams, Wadah Unjuk Karya Seniman Muda

Pameran Strangely Familiar yang digelar di CAN’s Gallery ini berlangsung dari 24 Agustus hingga 21 September 2024. Ekshibisi ini mengajak publik untuk menyelami tema abstrak dan urban. Sebuah kombinasi yang memungkinkan publik melihat berbagai pendekatan baru dan menarik.

Seni abstrak kerap kali dipandang eksklusif dan sulit dipahami karena tidak menggambarkan objek tertentu. Namun, lain hal ketika gaya tersebut dibenturkan dengan seni urban. Karya-karya yang ada pun jadi terasa lebih dekat.
 

 karya Rega Rahman bertajuk Visual Detonation (2024) (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)

karya Rega Rahman bertajuk Visual Detonation (2024) (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)


Hal tersebut misalnya terlihat dari karya Rega Rahman bertajuk Visual Detonation (2024). Berangkat dari gaya komik, Rega menyuguhkan hal berbeda dalam hal dinamika penceritaan visual. Secara sekilas, gambar dari Rega tampak menunjukkan sebuah adegan.

Di dalamnya, tentu ada permainan figur dan juga mungkin sisi ekspresif. Namun, alih-alih menunjukkan apa yang ada, Rega justru tampak menghindari konten naratif. Di gambarnya, tak ada teks, bagan yang menunjukkan bagan khas komik pun tak nampak.

Justru, gambar-gambar figur di dalamnya tampak tertutup sebagian oleh tumpukan warna yang beragam. Komik, bagi Rega, tampaknya menjadi semacam bentuk eskapisme di tengah gegap gempita warna yang ada.
 

Seniman Azizi Al Majid - CAPTCHA: Abstraction (2024) (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)

Seniman Azizi Al Majid - CAPTCHA: Abstraction (2024) (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)


Seniman Azizi Al Majid menunjukkan ekspresi artistiknya yang lain lagi. Berbicara budaya urban memang tak bisa dijauhkan dari digital. Dalam pameran ini, Azizi kembali menyuguhkan karya yang berpusat pada gaya meme.

Mengambil tajuk CAPTCHA: Abstraction (2024), Azizi mencoba memanfaatkan ironi dan humor sebagai ekspresi utamanya. Apa yang coba disuguhkan ini memang juga menjadi satu ciri khas dari meme.

Meme adalah salah satu gambar yang muncul dan begitu berkembang di era internet. Gambar-gambar meme kerap kali hadir dalam bentuk yang lucu, menarik, tetapi juga serbaguna.

Baca juga: Pameran Propaganda: Official Hoax Dibuka, Tampilkan Fragmen & Sejarah Propaganda RI

Di dalam gambarnya, Azizi memasukkan beberapa elemen meme yang khas. Dia juga menyentil wajah dan peran manusia di dunia internet dengan menyertakan gambar captcha.

Captcha adalah sebuah metode yang digunakan untuk membedakan manusia dan bot (robot), sebelum seseorang bisa masuk ke dalam akun tertentu. Ini adalah langkah keamanan yang biasa di internet.

Gambar tersebut kemudian berpadu dengan puluhan cursor yang tampak seperti sebuah serangan, atau juga wujud multitasking. Sesuatu yang khas dengan robot, tetapi belakangan sudah jadi hal biasa bagi manusia juga. Elemen menarik lain pun juga dimunculkan dari gambarnya.
 

a

Tomy Herseta - And All That Could Have Bent (2024) (Sumber gambar: CAN's Gallery)


Seniman Tomy Herseta juga punya cara khas merespons pameran ini. Melalui tajuk And All That Could Have Bent (2024), Tomy memainkan aspek laser, suara, stand, dan elektronik menjadi sebuah pengalaman multisensorik yang menarik.

Dalam karya ini, Tomy memadukan instalasi cahata dan seni suara yang membawa pengalaman cukup istimewa. Dia tampak menggambarkan sebuah transmisi media yang kerap kali menciptakan distorsi juga lalu lintas informasi yang luar biasa.


Ruang Estetika di Kontemporer

Kurator Gumilar Ganjar mengatakan Strangely Familiar berusaha menawarkan sisi menarik dari persinggungan seni abstrak dan seni urban. Para seniman yang tergabung di dalamnya lantas mencoba mengeksplorasi formalisme urban.

Ini adalah gaya seni yang bukan dari tradisi abstrak biasa, melainkan perpaduan dinamika kota dan ekspresi artistik. Formalisme urban ini terletak dalam persilangan itu.

Gumilar mengatakan dalam pameran ini mungkin akan banyak dijumpai objek-objek yang terasa umum, seperti komik, CD, gunting, atau yang lainnya. Namun, ketika dicermati, apa yang dilihat bukanlah bentuk seperti harfiahnya.

“Ini menarik karena di satu sisi mengandung keakraban, tetapi di sisi lain mengandung wacana seni formalis yang pendekatannya mengeksplorasi bentuk non-representasional,” ucap Gumilar kepada Hypeabis.id.

Baca juga: Provokasi Visual Justian Jafin dalam Pameran Bara Beku Tetes Tandus di Nadi Gallery

Menurut Gumilar, sepuluh seniman kontemporer yang tergabung dalam pameran ini berasal dari beragam praktik seni dan latar belakang. Beberapa seniman ada yang berangkat dari titik utama ekspresi urban, seperti street art, komik, atau budaya meme. Namun, beberapa yang lain datang dari latar belakang akademis, seperti desain maupun arsitektur.

Melalui pameran ini, karya-karya yang terkurasi tersebut mencoba memposisikan ulang urgensi estetika, terutama dalam praktik seni rupa kontemporer. 

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Masih Adakah Peluang Fotografer di Era AI? Begini Kata Arbain Rambey & Co-founder Erigo

BERIKUTNYA

Resep Chinese Food Capcay Sayur ala Chef Devina Hermawan

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: