Lakon Berempat oleh teater Gardanalla (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)

Eksplorasi Akting Berlagak & Metateater dalam Lakon Berempat oleh Teater Gardanalla di SIPFest 2024

24 August 2024   |   21:41 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Like
Naskah bertumbuh, bagi sutradara teater Joned Suryatmoko, tak selalu harus diakhiri dengan kata selesai. Seperti namanya, naskah bertumbuh bisa jadi akan tetap hidup, menjulang, dan mengenai apa-apa yang terjadi di masa depan untuk tetap berada pada konteks zamannya.

Sore tadi, di Studio Tari Salihara, Joned bersama Teater Gardanalla baru saja mempresentasikan pentas Bertiga Tapi Berempat (Selanjutnya disebut Berempat). Pentas ini adalah pengembangan produksi dari lakon berjudul Bertiga (2009).

Jika Bertiga diproduksi di Yogyakarta, Berempat kini digarap di Jakarta dengan semua tim juga berbasis di kota tersebut. Ini membuat ada banyak hal menarik terjadi.

Baca juga: Eksplorasi Tari & Macapat Modern Ala Teater Asa di Pentas Nggragas SIPFest 2024

Dalam pementasan ini, Teater Gardanalla menyuguhkan cuplikan pertunjukan Berempat yang masih bertumbuh dengan apik. Sekitar 25 menitan pementasan itu berlangsung dengan bentuk yang cukup menggugah.
 

Lakon Berempat oleh teater Gardanalla (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)

Lakon Berempat oleh teater Gardanalla (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)


Eksplorasi pentas Berempat bertumpu pada dua komponen, yakni akting berlagak dan metateater (teater dalam teater). Format ini membuat dramaturgi berjalan dengan cair.

Ada pengalaman menarik ketika para aktor di dalamnya menyuguhkan teater di dalam teater. Setiap aktor juga bisa berganti posisi, dari pemain menjadi narator atau sutradara, begitu sebaliknya.

Format yang berkembang serta tim dan pemain yang berbeda ini memang diharapkan dapat memberi penonton pengalaman kontekstualisasi, tidak hanya pada lakon Bertiga dan Berempat, tetapi juga pengalaman melihat serta mengalami politik lewat teater.

Dalam prosesnya, kecairan yang terjadi juga sangat mungkin dieksplorasi pada masa-masa yang akan mendatang. Joned menyebut naskah bertumbuh ini masih akan terus menjulang sesuai dengan konteks zamannya.

“Ketika saya kembali ke pentas ini, saya tidak membayangkan naskah ini akan diobok-obok lagi menjadi seperti sekarang. Naskah ini juga sangat berdialog dengan lingkungan sosial, terutama pertumbuhan aktivis dan pergerakannya,” ujar Joned

Dalam konteks sekarang, Joned juga mengelaborasi naskahnya sesuai dengan kondisi yang ada. Secara bentuk, Joned mencoba mengembangkannya menjadi semacam cerita yang diceritakan ulang.

Dalam bayangannya, hal tersebut bisa terwujud ke bentuk semi metateater. Konsep penceritaan seperti ini dirasa Joned menjadi sesuatu yang pas untuk kembali mewujudkan lakon Bertiga pada era sekarang.

“Itu kenapa kemudian setiap peran bisa diputar-putar ke pemain berbeda. Hal ini karena ia tidak memfokuskan diri pada peristiwa realisnya. Jadi, ada pembingkaian ulang suatu peristiwa yang pernah terjadi dan diterima sebagai peristiwa yang seolah-olah begitu, padahal ia dibingkai ulang,” imbuhnya.
 

Lakon Berempat oleh teater Gardanalla (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)

Lakon Berempat oleh teater Gardanalla (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)


Lakon Bertiga telah melalui perjalanan panjang semenjak pertama kali diwujudkan pada 2009 silam. Pada versi pertamanya, Bertiga berhasil memenangkan Hibah Seni Kelola Karya Seni Inovasi. Kala itu, karya ini mendapat sorotan karena pergantian perspektifnya dan flasback yang menarik.

Kemudian, pada 2010, Joned membawa naskahnya ke Asia Playwright Meeting di Tokyo dan diterjemahkan dalam bahasa Jepang serta Inggris. Naskah ini juga sempat dibacakan di beberapa negara, termasuk Filipina.

Pada 2013, naskah tersebut juga sempat diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman. Lima belas tahun
setelahnya, Juned ingin kembali mengeksplorasi naskah ikoniknya tersebut.

“Sampai saat ini saya masih kembangkan, ya pentas ini hanya icip-icip saja bagaimana karakter di dalamnya berbeda, berputar, dan teman-teman tidak memainkannya menjadi konsep yang sangat realis, tetapi lebih ke berlagak,” jelasnya.

Sementara itu, kurator Teater Komunitas Salihara, Hendromasto Prasetyo mengatakan program Work in Progress atau forum karya tumbuh adalah ruang bagi para pegiat teater untuk merepresentasikan karyanya sebelum mereka tampil dalam pertunjukan yang paling paripurna.

Naskah yang ditampilkan dalam program ini umumnya belum final. Semuanya masih bisa bertumbuh dan menemukan bentuk-bentuk baru. Work in progress adalah hal yang biasa dalam kegiatan teater, yakni ketika para pegiat melakukan reading, dan meminta penonton atau kritikus untuk memberi saran.

Baca juga: Manfaatkan Arsip, Aliansi Teras Hadirkan Karya Menyentuh Tentang Arti Kemerdekaan di SIPFest 2024

Editor: Puput Ady Sukarno
 

SEBELUMNYA

Pameran Kolektif Canvas of Dreams, Wadah Unjuk Karya Seniman Muda

BERIKUTNYA

Insulin Lokal Pertama di Indonesia Sudah Tersedia untuk Pasien BPJS, Halal & Murah

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: