Work in Progress Rumah dengan Selembar Tikar dari Aliansi Teater di Jakarta, Sabtu (17/8/2024). (Sumber foto: JIBI/Hypeabis/Abdurachman)

Manfaatkan Arsip, Aliansi Teras Hadirkan Karya Menyentuh Tentang Arti Kemerdekaan di SIPFest 2024

17 August 2024   |   18:51 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Momen kemerdekaan selalu memberi ruang bagi rakyat untuk kembali berkaca, melihat apa yang sudah, yang belum dan diperbaiki di bangsa Indonesia. Pengejawantahan refleksi ini ada banyak jenis, Di Jawa misalnya, ada malam tirakatan yang dilakukan masyarakat pada malam menjelang 17 Agustus.

Dari sudut pandang seni rupa, momen refleksi ini bisa menjadi hal yang unik untuk dilihat. Salah satunya lewat pementasan teater work in progres bertajuk Rumah dengan Selembar Tikar, dari Aliansi Teater dalam ajang Salihara International Performing-Arts Festival (SIPFest) 2024, pada Sabtu, (17/8/24).

Baca juga: Eksklusif Seniman Landung Simatupang: Menekuni Teater Sebagai Hobi Ketimbang Gila

Rumah dengan Selembar Tikar merupakan proses karya bertumbuh yang mengungkai pertanyaan-pertanyaan dasar sikap Keindonesiaan dalam menyikapi kemerdekaan. Mengambil latar perumusan BPUPKI di Gedung Cuo Sangi In, penonton diajak untuk merefleksikan mengenai apa yang telah terjadi selama 79 tahun kemerdekaan Indonesia. 

Salah satu perwakilan dari Aliansi Teater, Yessy Natalia mengatakan, Rumah dengan Selembar Tikar merupakan hasil pergumulan dari 300 dari halaman risalah Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), saat para founding father merumuskan arah kebangsaan Indonesia. 
 

Sebagai generasi yang lahir belakangan, mereka tertarik untuk mempertanyakan ulang tema-tema yang mungkin masih bisa dikritisi saat ini

Rumah dengan Selembar Tikar merupakan naskah hasil pergumulan  dari 300  halaman risalah BPUPKI. (sumber gambar: Hypeabis.id/Abdurachman)


Sebagai generasi yang lahir belakangan, mereka tertarik untuk mempertanyakan ulang tema-tema yang mungkin masih bisa dikritisi saat ini. Terutama setelah 79 tahun kemerdekaan Indonesia, yang mana berbagai persoalan tersebut masih kerap muncul di benak rakyat.

Kendati begitu, refleksi tersebut tidak hanya berhenti di BPUPKI, karena mereka juga melakukan riset lebih lebar di lanskap sosial yang terjadi saat naskah ini dirumuskan. Yaitu lewat buku Pejambon 1945: Konsensus Agung Para Peletak Fondasi Bangsa, buku-buku karangan S.K. Trimurti dan berita-berita tentang saat BPUPKI berlangsung. 

"Dari sinilah lahir pertanyaan dari kami. Negara ini sebenarnya milik siapa sih? Apakah milik elit politik, kaum intelek, atau orang-orang yang ada di dalam pemerintahan. Hingga sampailah pada momen hari ini. Karya work in progres dramatic reading ini," katanya.

Keunikan lain dari karya bertumbuh ini adalah para aktor memainkan berbagai karakter secara rangkap. Di mana dalam satu posisi atau dalam waktu yang berdekatan mereka bisa memainkan 1 sampai tujuh karakter orang-orang yang terlibat dalam persidangan yang terjadi pada 29 Mei- 1 Juni, dan 10-17 Juli 1945 itu.

Salah satunya adalah Raffi, yang memerankan karakter Bung Karno, dan 6 tokoh lain. Dia mengungkap pola pendalaman karakter dilakukan dengan dengan cara pencarian dokumentasi baik di internet atau secara langsung, baim dalam bentuk audio maupun visual.

"Yang paling sederhana adalah kita melakukan riset. Mungkin karena yang saya perankan adalah karakter Sukarno, itu cukup mudah ditemukan dokumentasinya. Namun, untuk karakter-karakter lain, mungkin perlu pencarian yang lebih serius," katanya.
 

Rumah dengan Selembar Tikar, dari Aliansi Teater dipentaslan dalam ajang Salihara International Performing-arts Festival (SIPFest) 2024, pada Sabtu, (17/8/24).

Rumah dengan Selembar Tikar, dari Aliansi Teater dipentaslan dalam ajang Salihara International Performing-arts Festival (SIPFest) 2024, pada Sabtu, (17/8/24). (sumber gambar: Hypeabis.id/Abdurachman)

Kurator Teater Komunitas Salihara, Hendromasto Prasetyo mengatakan, work in progres atau karya bertumbuh merupakan forum yang diselenggarakan secara rutin di SIPFest. Terakhir kali mereka mengadakan forum ini pada 2017 dengan formasi 3 kelompok teater, meski pada 2019 mereka absen karena ada pandemi Covid-19.

Forum karya tumbuh merupakan pemberian ruang bagi para pegiat teater untuk merepresentasikan karyanya sebelum mereka tampil dalam pertunjukan yang paling paripurna. Work in progress adalah hal yang biasa dalam kegiatan teater, di mana para pegiat melakukan reading, dan meminta penonton atau kritikus untuk memberi saran.

"Untuk tahun ini kami ada 3 kelompok teater, yakni Aliansi Teras. Kemudian ada Teater Asa, dan Teater Gardanalla. Setelah pementasan karya biasanya juga ada diskusi pendek yang membedah penggarapan naskah dengan dipandu tim dari Salihara," katanya.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda
 

SEBELUMNYA

Desain Baru Paspor Indonesia Merah Membara, Bawa Semangat Perjuangan Bangsa

BERIKUTNYA

Pagelaran Sabang Merauke Pahlawan Nusantara 2024, Kala Budaya Tradisional & Modern Bertemu

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: