Salihara Gelar Pementasan Surat-Surat Karna, Tampilkan Sisi Lain dari Tokoh Karna
09 November 2022 |
19:10 WIB
1
Like
Like
Like
Jika kalian mengikuti kisah pewayangan, tentu tak asing dengan salah satu tokoh bernama Karna. Sebagai tokoh pewayangan, Karna dikisahkan berbeda dengan tokoh lainnya seperti para Kurawa maupun Pandawa. Dia bertempur di pihak Kurawa meski bukan seorang Kurawa, dan dia merupakan anak Kunthi meskipun bukan bagian dari Pandawa.
Latar belakang tokoh Karna yang unik inilah menjadi inspirasi digelarnya pementasan teater Surat-surat Karna yang akan dihelat pada 20 November 2022 di Teater Salihara, Jakarta.
Penulis sekaligus sutradara pementasan tersebut, Goenawan Mohamad, mengatakan dia menaruh perhatian khusus terhadap tokoh Karna. Menurutnya, Karna merupakan tokoh biasa dan bukan dari kalangan bangsawan juga tidak perkasa.
Namun, lanjutnya, sisi minoritas dalam Karna inilah yang diharapkan dapat memantik empati bagi siapa pun yang mendengar kisahnya. Seorang kesatria dari golongan minoritas yang mendambakan status bangsawan.
Baca juga: Salihara Gelar Seratus Tahun Chairil Anwar, Rayakan Satu Abad 'Si Binatang Jalang'
“Ini [Surat-Surat Karna] adalah pentas yang bagus dan sudah 11 tahun lamanya tidak dipentaskan. Karna ini kan manusia yang tidak perkasa, tidak dalam golongan manapun. Dia minoritas dalam minoritas, sehingga kita harus punya empati. Dia anak rakyat yang ingin menjadi bangsawan," ujarnya dalam rilis yang Hypeabis.id terima, Rabu (9/11/2022).
Dalam penulisan naskah pentas ini, Goenawa menfasirkan kisah Karna dengan memanfaatkan naskah Jawa Kuno, cerita tentang nasib tragis anak “rahasia” Kunthi, ibu dari para Pandawa–Arjuna, Bima, dan Yudhistira–tersebut.
Dia menjelaskan dalam Perang Bharatayudha, Karna berada di pihak Kurawa yang akan bertempur melawan Arjuna. Sosoknya begitu misterius, asal usulnya tidak jelas. Dia lahir sebelum kelima Pandawa dan hidup jauh dari sorotan keluarga kesatria, dan diasuh oleh keluarga dari kasta Sudra yang merupakan seorang kusir kereta para bangsawan.
"Karna tidak tahu bahwa dia adalah seorang anak bangsawan karena dia dibuang setelah dia dilahirkan. Karna dipisahkan secara paksa tanpa sepengetahuan Kunthi, ibunya," tambah sastrawan berusia 81 tahun itu.
Goenawan juga menuturkan cerita dalam pementasan ini dikemas dengan menggunakan sudut pandang empat tokoh yakni Karna, Radha, ibu yang mengasuh Karna, Kunthi, ibu yang melahirkan Karna, dan Parashurama, guru yang melatih dan memberikan pengetahuan menceritakan kisah sang kesatria misterius tersebut.
Hendromasto Prasetyo, Kurator Teater Komunitas Salihara, mengatakan bahwa metode Brechtian yang digunakan dalam pertunjukan ini mengusung gaya pemanggungan di mana secara sengaja memperlihatkan kepada penonton bahwa apa yang dipresentasikan di atas panggung adalah peristiwa yang kontras dan berjarak dengan realitas keseharian.
Metode ini, paparnya, sangat berbeda dengan ala realisme Stanislavski yang mengejar kewajaran demi menyakinkan penonton lewat pendekatan sehari-hari.
Pria yang akrab disapa Hendro itu menjelaskan tidak seperti realisme ala Stanislavski yang mengejar kewajaran demi menyakinkan penonton hingga memerlukan kedekatan dengan kenyataan sehari-hari, Brechtian justru secara sengaja menuntun audiens agar sadar bahwa presentasi di atas pentas adalah peristiwa panggung yang berjarak lagi kontras dengan realitas keseharian.
"Dari sana, pertunjukan di jalan Brechtian diharapkan mampu mengetuk kesadaran penonton dan mengubah kenyataan," katanya.
Adapun, pementasan Surat-surat Karna akan dilakonkan oleh Landung Simatupang sebagai Parashurama, Ruth Marini sebagai Kunthi, Syam Ancoe Amar sebagai Karna, dan Rebecca Kezia sebagai Radha.
Pementasan ini akan digelar pada 20 November 2022 di Teater Salihara. Hadir dalam dua sesi yakni pukul 16.00 WIB dan 20.00 WIB, pertunjukan ini akan berlangsung selama 90 menit yang menyajikan sudut pandang baru terhadap tokoh Karna.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Latar belakang tokoh Karna yang unik inilah menjadi inspirasi digelarnya pementasan teater Surat-surat Karna yang akan dihelat pada 20 November 2022 di Teater Salihara, Jakarta.
Penulis sekaligus sutradara pementasan tersebut, Goenawan Mohamad, mengatakan dia menaruh perhatian khusus terhadap tokoh Karna. Menurutnya, Karna merupakan tokoh biasa dan bukan dari kalangan bangsawan juga tidak perkasa.
Namun, lanjutnya, sisi minoritas dalam Karna inilah yang diharapkan dapat memantik empati bagi siapa pun yang mendengar kisahnya. Seorang kesatria dari golongan minoritas yang mendambakan status bangsawan.
Baca juga: Salihara Gelar Seratus Tahun Chairil Anwar, Rayakan Satu Abad 'Si Binatang Jalang'
“Ini [Surat-Surat Karna] adalah pentas yang bagus dan sudah 11 tahun lamanya tidak dipentaskan. Karna ini kan manusia yang tidak perkasa, tidak dalam golongan manapun. Dia minoritas dalam minoritas, sehingga kita harus punya empati. Dia anak rakyat yang ingin menjadi bangsawan," ujarnya dalam rilis yang Hypeabis.id terima, Rabu (9/11/2022).
Penyajian Cerita
Dalam penulisan naskah pentas ini, Goenawa menfasirkan kisah Karna dengan memanfaatkan naskah Jawa Kuno, cerita tentang nasib tragis anak “rahasia” Kunthi, ibu dari para Pandawa–Arjuna, Bima, dan Yudhistira–tersebut.Dia menjelaskan dalam Perang Bharatayudha, Karna berada di pihak Kurawa yang akan bertempur melawan Arjuna. Sosoknya begitu misterius, asal usulnya tidak jelas. Dia lahir sebelum kelima Pandawa dan hidup jauh dari sorotan keluarga kesatria, dan diasuh oleh keluarga dari kasta Sudra yang merupakan seorang kusir kereta para bangsawan.
"Karna tidak tahu bahwa dia adalah seorang anak bangsawan karena dia dibuang setelah dia dilahirkan. Karna dipisahkan secara paksa tanpa sepengetahuan Kunthi, ibunya," tambah sastrawan berusia 81 tahun itu.
Goenawan juga menuturkan cerita dalam pementasan ini dikemas dengan menggunakan sudut pandang empat tokoh yakni Karna, Radha, ibu yang mengasuh Karna, Kunthi, ibu yang melahirkan Karna, dan Parashurama, guru yang melatih dan memberikan pengetahuan menceritakan kisah sang kesatria misterius tersebut.
Teater ala Brecht
Untuk diketahui, pertunjukan teater Surat-surat Karna sendiri telah dipentaskan sebelas tahun lalu tepatnya pada 2011. Berbeda dengan pementasan sebelumnya, pada pertunjukan kali ini produksi Surat-Surat Karna akan dipentaskan ala teater Brecht yakni menggunakan metode dramaturgi berdasarkan pada ide Bertold Brecht, seorang tokoh teater Marxis terkemuka pada 1930-an.Hendromasto Prasetyo, Kurator Teater Komunitas Salihara, mengatakan bahwa metode Brechtian yang digunakan dalam pertunjukan ini mengusung gaya pemanggungan di mana secara sengaja memperlihatkan kepada penonton bahwa apa yang dipresentasikan di atas panggung adalah peristiwa yang kontras dan berjarak dengan realitas keseharian.
Metode ini, paparnya, sangat berbeda dengan ala realisme Stanislavski yang mengejar kewajaran demi menyakinkan penonton lewat pendekatan sehari-hari.
Pria yang akrab disapa Hendro itu menjelaskan tidak seperti realisme ala Stanislavski yang mengejar kewajaran demi menyakinkan penonton hingga memerlukan kedekatan dengan kenyataan sehari-hari, Brechtian justru secara sengaja menuntun audiens agar sadar bahwa presentasi di atas pentas adalah peristiwa panggung yang berjarak lagi kontras dengan realitas keseharian.
"Dari sana, pertunjukan di jalan Brechtian diharapkan mampu mengetuk kesadaran penonton dan mengubah kenyataan," katanya.
Adapun, pementasan Surat-surat Karna akan dilakonkan oleh Landung Simatupang sebagai Parashurama, Ruth Marini sebagai Kunthi, Syam Ancoe Amar sebagai Karna, dan Rebecca Kezia sebagai Radha.
Pementasan ini akan digelar pada 20 November 2022 di Teater Salihara. Hadir dalam dua sesi yakni pukul 16.00 WIB dan 20.00 WIB, pertunjukan ini akan berlangsung selama 90 menit yang menyajikan sudut pandang baru terhadap tokoh Karna.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.