Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria. (Sumber gambar: Himawan Nugraha/JIBI/Hypeabis.id)

Segera! Pemerintah Bakal Terbitkan UU Kecerdasan Buatan yang Atur Etika & Hak Cipta

20 August 2024   |   13:39 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Adopsi artificial intelligence (AI) semakin luas di Indonesia. Bisa dikatakan hampir semua sektor kehidupan telah memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan ini. Namun, penggunaan AI masih memiliki dampak negatif yang perlu diantisipasi seperti pelanggaran hak cipta hingga pencurian data pribadi. 

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengatakan pihaknya tengah menyiapkan regulasi terkait adopsi penggunaan AI, setelah dikeluarkannya Surat Edaran Kecerdasan Artifisial pada akhir tahun lalu. Dia menyebut regulasi baru ini akan bersifat permanen untuk menjadi pedoman dalam pemanfaatan AI.

“Kita menginginkan aturan yang lebih kompleks dan lebih powerful dalam bentuk undang-undang nantinya,” ujarnya ketika menghadiri Peluncuran AI Transformasi Policy Manifesto, Rekomendasi untuk Optimalisasi Ekonomi Digital Indonesia yang digelar Bisnis Indonesia berkolaborasi dengan Elsam di Jakarta, Selasa (20/8/2024).  

Baca juga: Pergeseran dan Tren AI Paruh Kedua 2024 versi IBM 

Kendati demikian, sebelum terbentuknya undang-undang tersebut, katanya, akan ada pengujian aturan yang sifatnya vertikal dan horizontal terkait dengan adopsi AI ini. Namun yang pasti, regulasi ini akan dipandu oleh etika pemanfaatan AI.

Sebagai contoh, mengendalikan bias atau diskriminasi yang terjadi dalam algoritma ini. Lalu, bagaimana prinsip akuntabilitas, serta isu-isu yang terkait dengan hak cipta.

Pemerintah juga masih menggarap PP untuk perlindungan data pribadi yang akan berkaitan dengan penggunaan data oleh pengembang AI nantinya. Nezar menyebut untuk melakukan sinkronisasi dengan perangkat aturan hukum yang lain, peraturan tentang AI akan diuji terus agar tidak kontradiktif dan harmonis dalam ekosistem tata kelola AI.

“Targetnya (selesai menjadi undang-undang) ya di masa pemerintahan sekarang, 3-2 bulan lagi,” ungkapnya.

Untuk mempercepat regulasi AI yang lebih rigid ini, Presiden Joko Widodo pun menambah Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, kemarin dalam reshuffle kabinetnya. Nezar mengatakan penambahan struktur ini juga bertujuan menyelesaikan pekerjaan rumah di kementerian yang masih ada. 
 

6 Prinsip Tata Kelola AI

Nezar menyampaikan salah satu dampak negatif AI yakni  teknologi deepfake. Penyalahgunaan kecerdasan buatan ini terjadi pada pemilihan presiden dan legislatif kemarin. 

Menggunakan teknologi facial recognition yang berbasis AI untuk memantau pergerakan warga negara, teknologi ini sekaligus mengumpulkan data pribadi yang digunakan untuk mengawasi hubungan sosial dan pandangan politik individu. 

Nezar menyebut sistem pengawasan ini dianggap berbahaya karena dapat mengancam hak privasi dan kebebasan ekspresi masyarakat. “Adopsi AI bisa meningkatkan pengawasan untuk state security, tetapi dia akan mengorbankan civil liberties,” tambahnya.

Agar pemanfaatan AI dapat digunakan secara bertanggung jawab dan produktif, Nezar menegaskan dibutuhkan tata kelola AI yang aman dan inklusif bagi penggunanya. Setidaknya, ada enam prinsip dalam tata kelola AI global.

Pertama, prinsip safe yang memastikan keselamatan dan keamanan developer atau deployer dan pengguna AI. Kedua, prinsip ethical yang berarti pengembangan penerapan dan penggunaan AI yang perlu memperhatikan prinsip-prinsip etik milik sosial dan asasi manusia. 

Ketiga adalah prinsip trustworthy yang memastikan bahwa sistem AI dapat dipercaya, diandalkan, dan dipertanggung jawabkan. Keempat, fairness dan non-discrimination yang memastikan bahwa pengembangan dan penempatan sistem AI dilakukan secara adil dan tidak diskriminatif demi menghindari potensi bias dari algoritma AI.

“Kita masih melihat produk-produk AI dengan bias yang cukup besar, masuk bias gender, masuk bias soal suku, bias soal agama. Tentu saja dia bisa memicu ataupun memproduksi information disorder karena bias-bias ini tadi,” jelas Nezar.

Prinsip kelima yakni inklusi dan partisipasi yang mengadvokasi kolaboratif dan inklusif terhadap pengembangan dan penerapan AI. Keenam, accountability yang meminta agar penyelenggara sistem elektronik harus bertanggung jawab atas tindakan dan hasil sistem AI demi mencegah penyalahgunaan AI, melindungi hak asasi manusia, dan meningkatkan kepercayaan publik.

Baca juga: Perusahan Elon Musk Rilis Chatbox AI Grok 2 dan Grok 2 Mini, Bisa Apa Saja?

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Rakhano Luncurkan Single Ketiga Berjudul "Sempat Tak Sempat"

BERIKUTNYA

Ini Fungsi Fitur ABS yang Banyak Terpasang di Sepeda Motor

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: