Kusukusu II merupakan bentuk perluasan dari pementasan KUSUKUSU I terutama dalam mengeksplorasi gerakan-gerakan binatang. (sumber gambar: Hypeabis.id/Fanny Kusumawardhani)

Tari Kusukusu II & Refleksi Ragam Gerak Fauna di SIPFEst 2024 Salihara

04 August 2024   |   14:22 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Apa yang terlintas di benak Genhype saat mendengar nama Pulau Rinca di Nusa Tenggara Timur? Sebagian besar orang kemungkinan besar langsung teringat komodo dan hewan liar lain yang sejak silam menghuni pulau yang kini menjadi destinasi wisata itu.

Walakin, bagaimana jadinya jika gerak-gerik komodo, babi liar, belalang, dan burung di pulau itu dialihwahanakan dalam bentuk tari? Impresif. Itulah satu kata yang tepat untuk menggambarkan pertunjukan Kusukusu II oleh Animal Pop di gelaran SIPFest 2024, Komunitas Salihara.

Baca juga: Animal Pop Siap Suguhkan Tari KUSUKUSU II di Pembukaan SIPFEst 2024

Kusukusu II dibuka dengan alunan bunyi didgeridoo, alat musik tiup yang langsung membawa imajinasi kita ke sabana luas penuh hewan liar. Arkian, satu sosok tubuh serba hitam muncul dalam pendar cahaya. Berpusing, mencitrakan gerak dalam bahasa purba. Kaku dan keras.

Tak menunggu lama, empat sosok lain muncul dari kegelapan. Alunan musik menghilang. Digantikan suara kaki dan tubuh yang menggebrak lantai panggung. Sesekali mulut mereka berkusu-kusu, mendesis, merisik dalam bahasa yang sulit dicerna. Namun ada kalanya memiliki makna.

Para penari Animal Pop saat gladi resik  pertunjukan Kusukusu II di Teater Salihara. (sumber gambar: Hypeabis.id/Fanny Kusumawardhani)

Para penari Animal Pop saat gladi resik pertunjukan Kusukusu II di Teater Salihara. (sumber gambar: Hypeabis.id/Fanny Kusumawardhani)


Setelah ini, impresi yang muncul adalah gerakan pejal dan trengginas, kaku dan keras. Kelima sosok itu menyudut, melencir, mengiris dalam koreografi yang serba keras. Bergulingan di lantai, bersalto di udara, dan berbual-bual dengan bahasa yang tidak dapat ditransliterasikan.

Monoton. Satu kata yang dapat menggambarkan pertunjukan ini jika hanya mendengarnya dari indra telinga saja. Sebab, penonton hanya diberi suguhan suara ritmis kaki menginjak lantai. Tak ada musik lebih dari 40 menit. Tak ada alur cerita. Semuanya seperti fragmen percakapan hewan-hewan langka.

Namun, durabilitas dari kelima aktor yang memainkan nomor pembuka SIPfest ini patut diacungi jempol. Dari awal hingga akhir pertunjukan performa mereka stagnan. Bergerak dalam tensi yang tak menurun, hingga tubuh berpeluh, hingga suara penonton sesekali terdengar keluh. Atau mendesah.

Fase sepenanakan nasi inilah yang, mungkin dapat merangkum citraan Kusukusu II. Hingga penonton dapat bernapas lega saat musik kembali mengalun. Dari laku yang keras, mereka beralih ke ritmis. Dari gerak yang melantai, mereka menyemampai. Setelahnya, adalah tepuk tangan tak berujung. Tirai panggung kembali bercahaya.

Semak Belukar

Kusukusu merupakan dialek dari Papua yang artinya 'rerumputan yang bercampur' atau 'semak belukar'. Ya, karya tari ini memang terinspirasi dari gerak-gerik binatang untuk menyusun koreografi dalam pertunjukan yang beberapa tahun sebelumnya sempat dipentaskan di Salihara itu.

Koreografer Jecko Siompo mengatakan, Kusukusu menyajikan salinan suara burung, ombak, keheningan malam hari, bunyi gesekan daun-rumput, hingga langkah-langkah dari kaki yang melaju. Para penari juga bisa beralih rupa menjadi berbagai hal, termasuk hewan hingga manusia.

Dia menjelaskan, Kusukusu pertama kali dipentaskan oleh Animal Pop pada 2022. Saat itu, karyanya masih dalam tahap work in progress, dan kali ini matang sebagai pertunjukan utuh setelah dua tahun menjalani proses latihan. Tari ini juga dibuat untuk menyambut wisatawan yang datang ke Pulau Rinca dan Komodo.

"Saya dengan teman-teman saat itu harus mendemonstrasi gerak ini kepada orang kampung disana. Dan saya bilang ini kalau gerakannya menurut mereka bagus, kita aman. Namun kalau menurut mereka tidak bagus pulang Kembali ke Jakarta. Meskipun akhirnya mereka suka," katanya.
 

ahah

Para penari Animal Pop saat gladi resik pertunjukan Kusukusu II di Teater Salihara. (sumber gambar: Hypeabis.id/Fanny Kusumawardhani)
 

Pemilihan lima orang penari dalam pertunjukan ini menurut Jecko juga bukan tanpa alasan. Lima orang penari tersebut merupakan idiom dari jumlah jari komodo, yang konon jika jumlah jari mereka lima tidak terlalu ganas. Ini berbeda dengan komodo yang berjari empat.

Dari segi proses, Jecko mengungkap untuk dapat membuat koreografi ini juga membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Bersama kelima penarinya, yakni Akbar Bare, Dedi Dedo, Kuno Ortek, Piank Mbeke, dan  Pythos Haris, mereka harus melihat dan merekonstruksi tubuh agar dapat merekam gerakan-gerakan binatang tersebut.

"Pertama, kami mengcopy gerakan-gerakan binatang. Jadi tubuh saya rusak. Maksudnya rusak dalam arti harus benar-benar sesuai gerakan binatang tersebut. Setelahnya, kita masukan spirit-spirit binatang itu yang menjadi akumulasi dari proses tadi," katanya. 

Pertunjukan Kusukusu II masih akan dihelat pada 4 Agustus 2024 di Teater Salihara pada gelaran SIPFest 2024. Selain pentas, Jecko juga mengadakan lokakarya tari yang dapat diikuti masyarakat. Bagi Genhype yang tertarik untuk menonton pertunjukan ini bisa membeli tiketnya di laman resmi Salihara. 

Baca juga: Rekomendasi Agenda Seni Agustus 2024, Ada SIPFest hingga ARTJOG

Editor: Puput Ady Sukarno

SEBELUMNYA

Eksplorasi Wewangian Tropis Dengan Sensasi Segar dan Eksotis

BERIKUTNYA

Strategi Bank Indonesia Dorong UMKM Bidik Pasar Ekspor

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: