Dosen dan kurator Asmudjo Jono Irianto. (Sumber gambar: Hypeabis.id/ Himawan L. Nugraha)

Tantangan Museum dalam Memperkuat Pemahaman Seni di Indonesia

12 August 2024   |   12:52 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Museum merupakan bagian penting dalam ekosistem seni di Indonesia karena menjadi tempat bagi masyarakat untuk belajar dan paham tentangnya. Dengan keberadaan museum, masyarakat bisa lebih memahami nilai-nilai yang ada di balik sebuah karya dan tidak hanya sekadar estetika.

Dosen dan kurator Asmudjo Jono Irianto mengungkapkan bahwa pada saat ini banyak kolektor yang memilih karya seni lantaran faktor estetika. Padahal, kolektor yang baik tidak sekadar melihat dari estetika saja.

Kondisi tersebut dapat terjadi lantaran edukasi tentang karya seni terhadap masyarakat tidak ada mengingat museum yang merupakan tempat untuk memberikan pengetahuan kepada individu masih sangat terbatas. “Kalau kolektor yang baik, ya dia akan memilih lukisan, memilih juga new media, dan sebagainya,” ujarnya kepada Hypeabis.id.

Baca juga: Sistem Blockchain Bikin Karya Seni Terlindungi Meski Berubah Bentuk, Atasi Plagiarisme

Dia menjelaskan, individu bisa memahami nilai-nilai yang ada dalam suatu karya seni lewat museum atau pelajaran di sekolah. Ketiadaan pelajaran tentang karya seni atau masih terbatasnya keberadaan museum membuat ada jarak yang tercipta antara karya seni dengan pemahaman tentang nilai yang ada.

Ketiadaan banyak museum di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pandangan para pemangku kepentingan dan semua pihak di dalam negeri yang tidak menganggap museum sebagai bagian yang penting.

Jumlah museum yang masih sangat terbatas pada akhirnya menjadi risiko bagi para seniman di dalam negeri. Dia mengungkapkan, individu bisa saja menjadikan seniman sebagai profesi, sehingga membuat karya yang disenangi kolektor dan tidak usah terlalu berpikir banyak hal tentang nilai-nilai yang ada.

“Tapi kalo itu terjadi, pendidikan tinggi seni terlalu mewah untuk itu,” kata Asmudjo.

Dia juga menegaskan bahwa individu tidak perlu menempuh pendidikan sekolah seni jika hanya membuat karya yang disenangi kolektor tanpa berpikir tentang nilai lain di balik karyanya. Mereka dapat melihat tren yang ada pada saat ini.

Asmudjo mengungkapkan, individu yang menempuh pendidikan seni seharusnya lebih dari sekadar memikirkan pasar dalam membuat karya. Seniman seharusnya mampu mengisi museum dengan karya-karya yang dihasilkan karena museum adalah wajah dan identitas sebuah bangsa.

Tidak hanya itu, museum juga merupakan wujud sebuah bangsa berbudaya atau tidak. Dia menuturkan, sejumlah negara pada saat ini memiliki Galeri Nasional yang lebih bagus jika dibandingkan dengan Indonesia.


Fragmentasi Seni

Sementara itu, dia mengungkapkan bahwa seni mengalami perubahan atau terfragmentasi pada saat ini lantaran realita masyarakat modern dan juga arus globalisasi yang terjadi. Kondisi ini membuat apa saja bisa menjadi seni lantaran sudah tidak ada lagi batas-batas definisi.

Dia menuturkan bahwa terfragmentasinya seni pada saat ini membuka kemungkinan yang sangat kaya tentangnya, sehingga tidak ada satu teori untuk semua. “Teori macam-macam, apa saja bisa, teori feminisme, lingkungan, imajinasi, apa pun itu bisa,” katanya.

Di sisi lain, perubahan terhadap seni juga dapat menjadi kesulitan dan bisa mendatangkan kebingungan. Untuk, dia menilai perlu pemetaan dan konteks untuk memahaminya.

Baca juga: Membumikan Karya Maestro S Sudjojono, dari Lukisan Bermetamorfosis ke Fesyen

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

 

SEBELUMNYA

Maudy Ayunda Kenang Hangatnya Persahabatan Sekolah di Single Terbaru Hari Itu

BERIKUTNYA

Klasemen Akhir Medali Olimpiade Paris 2024, Indonesia Peringkat 39

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: