Sistem Blockchain Bikin Karya Seni Terlindungi Meski Berubah Bentuk, Atasi Plagiarisme
10 August 2024 |
17:30 WIB
Teknologi blockchain dianggap bisa menjadi jawaban untuk menghentikan plagiarisme atau penjiplakan karya seni di era digital. Dengan sistem ini, kepemilikan karya seni juga jadi lebih transparan serta terjamin. Pasalnya, setiap karya seni memiliki kode unik yang membedakan satu sama lain.
Blockchain adalah teknologi yang makin dikenal luas tidak hanya mengubah cara bertransaksi, tetapi juga membawa dampak signifikan pada perlindungan karya seni. Dengan sistem ini, setiap transaksi akan dicatat dalam sebuah blok yang kemudian dihubungkan dengan blok sebelumnya, membentuk rantai chain yang aman dan tak bisa diubah.
Teknologi ini menggunakan kriptografi untuk memastikan setiap data tercatat aman. Tak hanya itu, sistem ini juga menjamin hanya bisa diakses oleh pihak yang memiliki wewenang saja, misalnya pemilik seni.
Virtual Economic & Metaverse Strategist Pungkas Riandika mengatakan blockchain bisa menjadi jawaban dalam melindungi karya seni di masa depan. Sistem ini bisa membuat kepemilikan seni si era maya menjadi lebih jelas dan tak lagi abu-abu. Sistem ini pun bisa mencegah plagiarisme.
"Karya seni NFT di blockchain itu punya karakter yang khas, yakni shape shifting. Meskipun dia nanti berubah bentuk, bisa tetap terlacak karena punya smart contract canggih," kata Pungkas kepada Hypeabis.id seusai diskusi The Challenge of Media Art Ownership, di Artmoments Jakarta, Sabtu (16/8/2024).
Baca Juga: ArtMoments Jakarta 2024 Resmi Dibuka, Hadirkan Karya Seniman Indonesia & Mancanegara
Pungkas mengatakan teknologi ini membuat kepemilikan karya seni lebih aman. Sebab, semuanya kini tercatat ke dalam satu sistem besar yang semua orang akan memantaunya. Dengan demikian, tak ada lagi kemungkinan untuk mengubah data yang ada.
Di sisi lain, teknologi ini juga membuat karya seni jadi lentur. Dalam artian, ketika berubah bentuk, masih bisa terlacak. Ini yang juga bisa mencegah plagiarisme.
Sementara itu, Artistic Director of Artmoments Sudjud Dartanto mengatakan seni kontemporer adalah sebuah diskusi yang selalu menarik. Menurutnya, seiring perkembangan teknologi, seni kontemporer juga akan terus berkembang menemukan bentuk-bentuk baru.
Sudjud mengatakan di era serba maya ini, semua orang juga bisa menjadi seniman. Secara kekaryaan pun menjadi melimpah. Untuk itulah, diskusi mengenai kepemilikan dan jaminan atas karya seni juga terus berkembang.
Dalam hal ini sistem baru blockchain memang menjadi satu opsi yang menarik. Sebab, di tengah banjirnya karya di era kontemporer ini, memang perlu adanya sistem yang bisa menjamin setiap karya bisa berdiri sendiri dengan baik.
"Saya setuju dengan itu, karena ini bisa melindungi karya si seniman. Ini hal yang memang menarik," imbuhnya.
Director of Acrolabs Jeong ok Jeon menuturkan saat ini orang-orang terus memproduksi hal-hal baru, termasuk di ekosistem teknologi. Seni, kata dia, mau tidak mau pun mesti juga turut beradaptasi dengan itu.
Alih-alih mengutuk, seniman bisa turut belajar dan mengeksploitasinya. Khususnya, kata Jeong, pada hal-hal yang membantu seniman dalam melindungi karya-karya mereka.
"Ketika berbicara masalah ini, artis-artis muda tidak seharusnya hanya duduk di studio, tetapi mengikuti apa yang sedang terjadi," tuturnya.
Baca Juga: Tak Perlu Repot Legalisir, WIR Group Manfaatkan Blockchain Untuk Autentikasi Ijazah
Editor: M. Taufikul Basari
Blockchain adalah teknologi yang makin dikenal luas tidak hanya mengubah cara bertransaksi, tetapi juga membawa dampak signifikan pada perlindungan karya seni. Dengan sistem ini, setiap transaksi akan dicatat dalam sebuah blok yang kemudian dihubungkan dengan blok sebelumnya, membentuk rantai chain yang aman dan tak bisa diubah.
Teknologi ini menggunakan kriptografi untuk memastikan setiap data tercatat aman. Tak hanya itu, sistem ini juga menjamin hanya bisa diakses oleh pihak yang memiliki wewenang saja, misalnya pemilik seni.
Virtual Economic & Metaverse Strategist Pungkas Riandika dalam The Challenge of Media Art Ownership, di Art Moments Jakarta, Sabtu (16/8/2024). (Sumber gambar: Abdurrachman/hypeabis.id)
Virtual Economic & Metaverse Strategist Pungkas Riandika mengatakan blockchain bisa menjadi jawaban dalam melindungi karya seni di masa depan. Sistem ini bisa membuat kepemilikan seni si era maya menjadi lebih jelas dan tak lagi abu-abu. Sistem ini pun bisa mencegah plagiarisme.
"Karya seni NFT di blockchain itu punya karakter yang khas, yakni shape shifting. Meskipun dia nanti berubah bentuk, bisa tetap terlacak karena punya smart contract canggih," kata Pungkas kepada Hypeabis.id seusai diskusi The Challenge of Media Art Ownership, di Artmoments Jakarta, Sabtu (16/8/2024).
Baca Juga: ArtMoments Jakarta 2024 Resmi Dibuka, Hadirkan Karya Seniman Indonesia & Mancanegara
Pungkas mengatakan teknologi ini membuat kepemilikan karya seni lebih aman. Sebab, semuanya kini tercatat ke dalam satu sistem besar yang semua orang akan memantaunya. Dengan demikian, tak ada lagi kemungkinan untuk mengubah data yang ada.
Di sisi lain, teknologi ini juga membuat karya seni jadi lentur. Dalam artian, ketika berubah bentuk, masih bisa terlacak. Ini yang juga bisa mencegah plagiarisme.
Sementara itu, Artistic Director of Artmoments Sudjud Dartanto mengatakan seni kontemporer adalah sebuah diskusi yang selalu menarik. Menurutnya, seiring perkembangan teknologi, seni kontemporer juga akan terus berkembang menemukan bentuk-bentuk baru.
Sudjud mengatakan di era serba maya ini, semua orang juga bisa menjadi seniman. Secara kekaryaan pun menjadi melimpah. Untuk itulah, diskusi mengenai kepemilikan dan jaminan atas karya seni juga terus berkembang.
Dalam hal ini sistem baru blockchain memang menjadi satu opsi yang menarik. Sebab, di tengah banjirnya karya di era kontemporer ini, memang perlu adanya sistem yang bisa menjamin setiap karya bisa berdiri sendiri dengan baik.
"Saya setuju dengan itu, karena ini bisa melindungi karya si seniman. Ini hal yang memang menarik," imbuhnya.
Director of Acrolabs Jeong ok Jeon dalam The Challenge of Media Art Ownership, di Art Moments Jakarta, Sabtu (16/8/2024). (Sumber gambar: Abdurrachman/hypeabis.id)
Director of Acrolabs Jeong ok Jeon menuturkan saat ini orang-orang terus memproduksi hal-hal baru, termasuk di ekosistem teknologi. Seni, kata dia, mau tidak mau pun mesti juga turut beradaptasi dengan itu.
Alih-alih mengutuk, seniman bisa turut belajar dan mengeksploitasinya. Khususnya, kata Jeong, pada hal-hal yang membantu seniman dalam melindungi karya-karya mereka.
"Ketika berbicara masalah ini, artis-artis muda tidak seharusnya hanya duduk di studio, tetapi mengikuti apa yang sedang terjadi," tuturnya.
Baca Juga: Tak Perlu Repot Legalisir, WIR Group Manfaatkan Blockchain Untuk Autentikasi Ijazah
Editor: M. Taufikul Basari
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.