School of Rock the Musical (Sumber gambar: Instagram/artpreneur)

Menilik Proses Kreatif di Balik Pertunjukan School of Rock the Musical di Jakarta

27 July 2024   |   18:30 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Ciputra Artpreneur berkolaborasi dengan Hi Jakarta Production dalam mementaskan satu judul Broadway ternama bertajuk School of Rock the Musical. Pertunjukan ini telah mendapatkan lisensi Broadway resmi dari The Really Useful Group milik komposer legendaris Andrew Lloyd Webber.

Seperti judulnya, School of Rock the Musical merupakan versi drama musikal dari film legendaris produksi Paramount Film berjudul School of Rock. Versi film tersebut kemudian diadaptasi menjadi teater musikal, dengan musik dramanya digubah oleh komponis Andrew Lloyd Webber.

Aksi panggung gubahan Andrew Lloyd Webber tersebut sebelumnya pernah dipentaskan di panggung Broadway, New York, AS, pada musim gugur 2015. Kini, pertunjukan musikal megah ini dibawa ke Indonesia lewat produksi Ciputra Artpreneur dan Hi Jakarta Production.

Baca Juga: Antusiasme Penonton Tinggi, Tiket Pertunjukan School of Rock the Musical Hampir Sold Out

Pertunjukan School of Rock the Musical bakal dipentaskan di Indonesia sebanyak dua kali pada 27 Juli 2024 di Ciputra Artpreneur Jakarta. Pertunjukan pertama berlangsung pukul 14.00 WIB dan pertunjukan kedua digelar pada 19.00 WIB.
 

School of Rock the Musical (Sumber gambar: Instagram/artpreneur)

School of Rock the Musical (Sumber gambar: Instagram/artpreneur)


Produser Hi Jakarta Production Abby mengatakan butuh banyak persiapan untuk mementaskan satu judul Broadway ini. Abby bercerita proses persiapannya telah berjalan kurang lebih dari satu tahun yang lalu.

Semua berawal dari ide untuk menghadirkan perjuntukan School of Rock the Musical di Indonesia. Pihaknya kemudian melakukan pengajuan dan permintaan izin lisensi untuk mementaskan judul ini kepada The Really Useful Group.

Di dalam proses pengajuan tersebut, ada beberapa administrasi yang mesti dipenuhi, termasuk portofolio pementasan. Abby beryukur proses pengajuan lisensi ini berjalan lancar.

“Lisensi ini memang biasanya tidak akan langsung diterima dengan mudah. Namun, kita bisa dibilang cukup beruntung karena kita di-notice langsung oleh yang buat. Kita dapat lisensi untuk seluruh produksi, tidak hanya lagu, tetapi juga logo, penampilan artistik, dan sebagainya secara penuh,” ujar Abby kepada Hypeabis.id.

Setelah proses lisensi selesai, Abby kemudian mulai meramu naskah School of Rock the Musical. Dalam proses persiapannya, pihaknya juga selalu didampingi oleh supervisi dari The Really Useful Group.

Abby mengatakan proses kolaborasi dalam meramu naskahnya berjalan lancar. Di dalam pertunjukan nanti, pihaknya akan memunculkan beberapa hal yang identik dengan Indonesia. Namun, secara keseluruhan naskah teaternya masih sama dengan apa yang dipertunjukan di Broadway.

“Adaptasinya tentunya kolaborasi. Sebab, kita juga diberikan ruang terbuka karena memang ini kan proses kesenian ya, pastinya ada pandangan bisa disamakan, ada pula yang berbeda. Jadi, kita ruang terbuka untuk kita sebagai seniman bisa berekspresi dan berkarya,” tuturnya.

Abby mengatakan secara penyajian, pertunjukan akan terbagi menjadi dua babak besar, di mana setiap babaknya terdiri dari beberapa adegan. Setiap adegannya akan menampilkan set panggung dan kostum yang berbeda-beda.

Sementara itu, untuk menunjang pementasan, akan disuguhkan juga musik yang bervariatif sesuai dengan tema maupun suasana yang terjadi pada adegan tersebut.
 

School of Rock the Musical (Sumber gambar: Instagram/artpreneur)

School of Rock the Musical (Sumber gambar: Instagram/artpreneur)


Kendati proses produksi berjalan lancar, Abby bercerita ada beberapa aspek yang menjadi tantangan dalam mementaskan judul Broadway ini. Menurutnya, pementasan ini membutuhkan fokus yang tinggi pada hal-hal teknis.

Pasalnya, pementasan ini menggunakan alat musik secara langsung saat pertunjukan. Oleh karena itu, perlu ada keselarasan yang tinggi antara pemain musik dan pemeran di atas panggung.

Di pertunjukan ini, dirinya juga memainkan banyak elemen cahaya dan set yang beragam. Penggunaan set yang cukup banyak ini menuntut ketelitian dan kecepatan. Sebab, perpindahan set lokasi mesti berjalan mulus.

Pertunjukan musikal School of Rock memiliki benang merah yang sama dengan versi film. Kisahnya berawal dari tokoh Dewey Finn, seseorang yang bercita-citra menjadi penyanyi rock, tetapi menganggur.

Suatu ketika, Dewey kemudian beralih profesi menjadi guru karena tergoda oleh gaji yang ditawarkan. Namun, siapa sangka, mimpinya untuk menjadi penyanyi rock justru kembali muncul di sekolah ini.

Pasalnya, di sekolah tersebut dia melihat ada banyak murid berbakat di bidang musik. Akhirnya, Dewey dan para mudik membentuk grup musik. Terdiri dari siswa kelas lima, band ini kemudian ikut serta dalam kontes Battle of the Bands.

Tak sekedar ambisi pribadi, melalui musik rock, Dewey juga mengajarkan anak-anak didiknya untuk bisa lebih berani menyampaikan pendapat dan mengejar mimpinya secara terbuka. Kisah School of Rock yang menunjukkan kekuatan musik untuk mengubah hidup banyak orang.


Proses Membentuk Chemistry Antar Pemain

 

School of Rock the Musical (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)

Bran Vargas pemain School of Rock the Musical (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)


Bran Vargas, aktor yang memerankan Dewey Finn, mengatakan proses latihan yang sudah berjalan selama ini berjalan lancar. Proses pendalaman karakter setiap pemain juga terbentuk dengan baik.

Sebagai aktor dewasa dalam pertunjukan ini, Bran mengaku tak kesulitan saat harus beradu akting dengan anak-anak. Menurutnya, bisa satu panggung dengan anak-anak justru jadi pengalaman menarik baginya.

“Proses membangun chemistry pada pertunjukan kali ini tidak terlalu rumit. Pada saat aku gabung, anak-anak ini cukup seru, mereka kayak menganggap pertunjukan ini jadi wahana permainan baru,” ucap Bran kepada Hypeabis.id.

Proses inilah yang membuat pembentukan chemistry jadi berjalan lancar. Pasalnya, dirinya bisa dengan mudah melebur bersama anak-anak. Menurut Bran, anak-anak selalu ceria dan tak canggung ketika bermain dengan orang dewasa.

Bagi Bran, energi tersebut mengalir dengan luar biasa. Proses ini juga membuatnya merasa menemukan diri anak-anaknya kembali. Pada gilirannya, apa yang tersaji di atas panggung pun bisa lebih maksimal.

Menurut Bran, satu hal yang jadi tantangan terbesarnya adalah dirinya harus bisa menjadi sosok yang begitu ekstrovert di atas panggung. Bagi Bran, Dewey adalah pemuda yang punya gairah tinggi dan passion besar di dunia musik.

Kegilaan Dewey dan antusiasmenya terhadap musik tersebut harus bisa dimunculkan di atas panggung. Padahal, Bran mengaku dirinya sebenarnya adalah sosok yang tenang dan cenderung introvert.

Baca Juga: Pertunjukan School of Rock the Musical Siap Pentas 27 Juli 2024, Ini Kesiapannya

Editor: M. Taufikul Basari

SEBELUMNYA

Reality Club Tampil Lebih Pop & Ceria dalam Single Sunny Days

BERIKUTNYA

Review Pertunjukan School of Rock the Musical: Emosional & Penuh Nostalgia

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: