School of Rock the Musical (Sumber gambar: Instagram/artpreneur)

Review Pertunjukan School of Rock the Musical: Emosional & Penuh Nostalgia

27 July 2024   |   20:00 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Emosional dan penuh nostalgia adalah dua kata yang mungkin cocok untuk menggambarkan pertunjukan teater bertajuk School of Rock the Musical yang digelar di Ciputra Artpreneur, Jakarta. Pertunjukan ini sukses menjadi karya seni panggung yang menggugah lapis-lapis emosi penontonnya.

Drama musikal School of Rock the Musical dipentaskan oleh Ciputra Artpreneur yang berkolaborasi dengan Hi Jakarta Production. Pentas ini sudah mendapatkan lisensi Broadway resmi dari The Really Useful Group milik komposer legendaris Andrew Lloyd Webber.

Seperti judulnya, School of Rock the Musical merupakan versi drama musikal dari film legendaris School of Rock yang diperankan Jack Black. Cerita yang sudah ada sejak 2003 ini kemudian digubah menjadi pertunjukan teater musikal.

Baca Juga: Menilik Proses Kreatif di Balik Pertunjukan School of Rock the Musical di Jakarta

Drama musikal ini mengikuti kehidupan musisi rock yang sedang tidak beruntung dan kekurangan uang, Dewey Finn (Bran Vargas). Dia harus berpura-pura menyamar sebagai seorang guru pengganti di Horace Green, sebuah sekolah bergengsi di bawah pengawasan ketat kepala sekolah Rosalie Mullins (Bernice Nikki), demi membayar sewa tempat tinggalnya.
 

School of Rock the Musical (Sumber gambar: Instagram/artpreneur)

Pementasan Drama Musikal School of Rock the Musical oleh Ciputra Artprenuer & Hi Jakarta Production (Sumber gambar: Instagram/artpreneur)


Di set kelas ini, cerita perjalanan Dewey bermula. Kelas yang diampu Dewey cukup menarik, berisi siswa-siswa dengan karakter yang khas. Ada Summer yang berprestasi, Tomika yang pemalu, Billy yang penuh warna, dan Zack si anak jenius dengan banyak bakat.

Namun, keberagaman di kelas itu justru memusingkan Dewey. Tanpa pengalaman mengajar dan antipati dengan anak-anak, Dewey tidak peduli dengan apa yang akan dipelajari oleh para siswanya.

Hingga kemudian, sikapnya berubah ketika dia tidak sengaja mendengar para siswa akan tampil dalam musik klasik. Gairahnya pun kembali hidup. Dengan bakat musik siswanya, dirinya terpikir membuat sebuah band rock baru untuk mengikuti kontes Battle of the Bands.

Intrik dan konflik mulai muncul di atas panggung. Plot mengalir dengan mulus, ketika sebuah ambisi, bakat terpendam, dan keberanian muncul dan menyatu ke dalam koreagrafi dan musik yang ciamik.

Meski mengambil narasi tentang impian yang terpendam, pementasan ini tetap menyuguhkan banyak layer menarik untuk dikulik. Misalnya, tentang kekakuan sekolah memandang seni, hubungan orang tua dengan anak, hingga kebebasan menentukan pilihan yang seharusnya menjadi hak setiap orang.

Bran Vargas yang memerankan Dewey Finn tampil dengan baik untuk mewujudkan karakternya. Bran mampu mengeluarkan tingkat energi yang mengesankan dan menunjukkan gairah Dewey terhadap musik dengan presisi.

Jangkauan vokalnya yang presisi dan caranya menyeimbangkan peran patut jadi sorotan. Di lain hal, Bran juga punya timing komedi yang sempurna untuk membuat pertunjukan ini juga lebih menghibur.

Selain energinya yang besar, cara Bran berinteraksi dengan anak didiknya di atas panggung juga menarik. Dia membawa Dewey ke dalam interaksi yang dalam dengan para mudinya, dari mulanya guru dengan anak didik, kemudian batas itu melebur menjadi teman atau sahabat, hingga sekat tersebut benar-benar luruh ketika mereka hanyalah kumpulan orang yang sedang mencintai musik rock.

Bernice Nikki yang memerankan kepala sekolah Rosalie Mullins juga memikat penonton dengan vokalnya yang indah dan kemunculannya yang krusial. Dia mampu membawa karakter kepala sekolah yang tegas dan berwibawa, yang mengutamakan formalitas dan disiplin, pelan-pelan menjadi cair berkat musik.

Secara penyajian, pertunjukan akan terbagi menjadi dua babak besar, di mana setiap babaknya terdiri dari beberapa adegan. Setiap adegannya akan menampilkan set panggung dan kostum yang berbeda-beda.

Sementara itu, untuk menunjang pementasan, akan disuguhkan juga musik yang bervariatif sesuai dengan tema maupun suasana yang terjadi pada adegan tersebut.

Secara keseluruhan, production design pertunjukan ini juga patut diacungi jempol. Desain pencahayaan yang apik, kostum yang natural, dan set panggung seluruhnya tampak mendapat perlakuan khusus.
 

School of Rock the Musical (Sumber gambar: Instagram/artpreneur)

Pementasan Drama Musikal School of Rock the Musical oleh Ciputra Artprenuer & Hi Jakarta Production (Sumber gambar: Instagram/artpreneur)


Pada gilirannya, gabungan elemen tersebut memberikan penonton pengalaman mendalam secara visual dan suara. Utamanya, ketika lagu kebangsaan anak-anak dan Dewey, Stick It to the Man, dibawakan dengan megah.

School of Rock pada akhirnya adalah musikal yang menyenangkan bagi penonton. Pertunjukan ini memadukan humor, tarian, dan nyanyian ke dalam perjalanan emosi yang menggugah. Bagi yang pernah menonton versi filmnya pada 2003, rasanya akan ada layer-layer emosi berbeda yang dirasakannya.

Pertunjukan School of Rock the Musical bakal dipentaskan di Indonesia sebanyak dua kali pada 27 Juli 2024 di Ciputra Artpreneur Jakarta. Pertunjukan pertama berlangsung pukul 14.00 WIB dan pertunjukan kedua digelar pada 19.00 WIB.

Aksi panggung gubahan Andrew Lloyd Webber tersebut sebelumnya pernah dipentaskan di panggung Broadway, New York, AS, pada musim gugur 2015. Kini, pertunjukan musikal megah ini dibawa ke Indonesia lewat produksi Ciputra Artpreneur dan Hi Jakarta Production. 

Baca Juga: Antusiasme Penonton Tinggi, Tiket Pertunjukan School of Rock the Musical Hampir Sold Out

Editor: M. Taufikul Basari

SEBELUMNYA

Menilik Proses Kreatif di Balik Pertunjukan School of Rock the Musical di Jakarta

BERIKUTNYA

Spesifikasi Xiaomi TV A Pro 2025 Series, Televisi Bazel Tipis Berlayar Besar

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: