Ekshibisi ini menampilkan kaya dua pematung dari dua generasi dan dua latar tradisi kultural yang berbeda. (sumber gambar: Hypeabis.id/Fanny Kusumawardhani)

Pameran Patung dan Aktivisme Resmi Dibuka, Tampilkan Karya Dolorosa Sinaga & Budi Santoso

19 July 2024   |   21:38 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Pameran seni Patung dan Aktivisme Dolorosa Sinaga dan Budi Santoso resmi dibuka di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta. Ajang seni ini berlangsung pada 19 Juli-19 Agustus 2024 di Gedung A Galeri Nasional. Pembukaan pameran diawali dengan penampilan paduan suara komunitas Dialita.

Ekshibisi ini menampilkan kaya dua pematung dari dua generasi dan dua latar tradisi kultural yang berbeda. Dolorosa Sinaga dan Budi Santoso bertemu pertama kali pada 2000, hingga akhirnya dia nyantrik di studio Somalaing milik Dolorosa Sinaga, di Jakarta.

Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid. yang membuka pameran mengatakan, pameran ini merupakan buah kerjasama dalam rentang yang panjang antar kedua seniman. Lewat pameran ini publik diajak untuk menyimak dialog antara guru dan murid, sekaligus sahabat yang sudah lama berkolaborasi. 

Baca juga: Menikmati Ekspresi Kegelisahan Tiga Seniman Muda dalam Pameran Ad Maiora

Menurut Hilmar, keduanya bersama-sama menjelajahi perjalanan sejarah Indonesia lewat berbagai peristiwa. Seperti sosial dan politik, krisis ekonomi, kekerasan massal, krisis iklim, hingga lingkungan hidup. Mereka juga menyoroti ketidakadilan, penindasan, dan kemunafikan dalam struktur sosial masyarakat.

"Hal yang paling luar biasa adalah kebersamaan pertemuan ini. Ini tidak mudah untuk mempertemukan semua yang hadir kali ini. Ini semua karena Dolo dan Budi. Pameran ini adalah representasi dari sejarah perjalanan Indonesia dengan segala luka-lukanya," katanya, Jumat (19/7/24).
 

Salah satu karya Dolorosa Sinaga dalam pameran Patung dan Aktivisme

Salah satu karya Dolorosa Sinaga dalam pameran Patung dan Aktivisme (sumber gambar: Hypeabis.id/Fanny Kusumawardhani)

Selaras, kurator pameran Alexander Supartono mengatakan, karya-karya yang ditampilkan dalam pameran ini mengusung pesan yang selama ini disuarakan oleh Dolorosa Sinaga dan Budi. Konsistensi tersebut tidak terlepaskan dari latar belakang mereka sebagai aktivis hak asasi manusia yang terlibat dalam gerakan-gerakan sosial. 

Di samping itu, hubungan keduanya sebagai guru dan murid justru bukan menjadi landasan utama untuk berkarya, melainkan bentuk capaian artistik yang justru mengedepankan semangat kesetaraan sebagai metode, yakni saat sang guru melihat produksi seni dan artistik sebagai sesuatu yang kolektif dan kolaboratif. 

"Karena itu pula Ketika Dolo mendapat kesempatan untuk berpameran tunggal di GNI mengatakan bahwa dia tidak mau berpameran sendiri. Saya ingin mengajak anak didik saya. Karena tugas seorang maestro itu mendidik," tutur Alex. 
 

Sejarah Kelam

Memasuki pelataran Galeri Nasional, publik akan disambut tiga karya Dolorosa dan dua karya Budi Santoso. Penempatan patung-patung di luar ruang ini juga untuk menghadirkan sepilihan monumen yang bisa langsung dicerap publik dengan lugas mengenai peristiwa-peristiwa kelam di Tanah Air.

Salah satunya adalah karya Dolo berjudul Monumen Penghilangan Paksa di Indonesia (fiberglass, 326x161x300 cm, 2024). Patung ini mengimak sosok suami istri yang duduk tepekur memegang frame kosong yang cukup besar. Citra yang ditampilkan seolah menampilkan para orang tua yang berdemo membawa frame foto anak mereka yang dihilangkan paksa oleh rezim penguasa.
 

karya Dolorosa Sinaga berjudul Monumen Penghilangan Paksa di Indonesia (sumber gambar: Hypeabi.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Karya Dolorosa Sinaga berjudul Monumen Penghilangan Paksa di Indonesia (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Ada pula Monumen Pembantaian Massal Indonesia 1965-1966 (fiberglass, 351x276x147 cm, 2024). Karya ini menampilkan sosok wanita yang tertelungkup di atas peti mati dan buku tebal berwarna kuning bertuliskan "Indonesian History of Mass Murdered 1965-1966' yang secara gamblang menyampaikan apa yang ingin diutarakan sang seniman. 

Lantas, mengapa dia menggunakan metafora buku dan peti mati? "Kita memang harus mulai memperkenalkan bahwa Indonesia memiliki sejarah yang suram. Salah satunya dengan membacanya lewat buku. Sebab, kalau tidak generasi muda akan trauma. Bukan trauma keluarga tapi trauma nasional,' imbuh Alex.

Budi Santoso Lain lagi. Dia menghadirkan patung luar ruang berjudul Dialog dengan Tuhan (metal and resin, 120x120x165 cm, 2024). Karya yang terdiri atas tiga sosok patung anak kecil ini merupakan hasil dialog antara sang seniman dan anaknya, Ning yang berusia 6 tahun mengenai Tuhan yang Maha Pencinta. 
 

Karya Budi Santoso berjudul Dialog dengan Tuhan (

Karya Budi Santoso berjudul Dialog dengan Tuhan (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Namun, saat menjelaskan hal tersebut sang anak bertanya. Kenapa jika Tuhan Maha Pencinta hingga saat ini masih ada perang berkecamuk di dunia? Meski terdengar naif, tapi menurut Alexander apa yang terjadi dan ditanyakan oleh buah hati Budi itu benar. Sebab, momen-momen angkara murka di muka bumi itulah yang ditakutkan oleh Ning. 

Sementara itu, saat memasuki galeri, publik akan disambut ratusan karya dengan berbagi medium yang dikerjakan oleh kedua seniman.  Ada pula garis linimasa pertemuan Budi Santoso dengan sang guru, serta persinggungan mereka dengan seniman-seniman lain, seperti S Teddy, dan kerja kolaborasi antar keduanya dalam membuat patung di Tanah Air dan luar negeri.

Dolorosa mengungkap, pameran ini juga memberi kegembiraan tersendiri baginya. Sebab dia mendapat banyak energi dengan antusiasme publik seni yang ingin menikmati karya-karya mereka. Termasuk inspirasi dari Dialita yang terus bernyanyi dalam senyap mengenai nasib para tahanan politik di Tanah Air.

"Saat saya mengantar seseorang untuk menikmati pameran, dia mengatakan bahwa karya-karya saya dalam sekali. Kau tidak pernah berhenti memberi inspirasi pada orang, ucapnya. Itu yang membuat saya melihatmu tidak pernah tua, katanya. Namun kelompok seperti Dialita inilah yang terus membuat saya tak berhenti berkarya," katanya.

Baca juga: Seniman Amerika-Pantai Gading Aboudia Gelar Pameran Tunggal di ArtMoments Jakarta 2024

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Microsoft Down, Layanan Bandara di Indonesia Terganggu?

BERIKUTNYA

Tiga Arsitek Indonesia Pamer Karya di Crossing Horizons: Cities in Dialogue Barcelona

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: