Intip Dapur Studio Seni Adi Gunawan, Heri Dono, Nana Tedja & Dolorosa Sinaga
19 February 2024 |
08:09 WIB
Studio merupakan ruang krusial bagi para seniman dan ekosistem seni secara keseluruhan. Di tempat ini, mereka menuangkan ide untuk selanjutnya menjadi karya bernilai tinggi, baik itu lukisan, patung, maupun instalasi. Tidak sedikit para maestro membuat studio mereka sebagai wadah bagi masyarakat untuk belajar hingga berdiskusi guna meningkatkan kecintaan terhadap seni.
Seperti kata pematung Adi Gunawan, studio bagaikan dapur bagi seorang seniman. Di ruang itu, mereka meracik, mengolah, dan mewujudkan ide-ide yang muncul di benak. “Buat saya pribadi, studio itu sangat penting,” ujarnya.
Diketahui pada 2022, kontribusi para kreator dan seniman Indonesia terhadap PDB mencapai Rp1.134,9 triliun. Sementara itu, pada 2017, subsektor seni rupa turut menyumbang PDB sebesar Rp2,238 triliun menurut laporan yang diterbitkan Badan Ekonomi Kreatif dan British Council pada 2022. Angka tersebut didapat berkat 26.415 seniman yang menjual karyanya dari hasil proses kreatif di studio seni.
Baca juga: Hypereport: Pasangan Seniman yang Merayakan Cinta Lewat Seni Rupa
Menurut pelukis asal Yogyakarta Nana Tedja, mayoritas studio seni yang dimiliki para seniman merupakan ruang privat. Namun, ada pula seniman yang menjadikan studionya sebagai ruang pembelajaran, terutama tempat magang para pelajar dari sekolah seni.
Beberapa seniman pun sengaja membuka studio khusus yang bukan hanya sebagai tempat belajar, namun bereksplorasi bagi mereka yang datang berkunjung. Semua dilakukan untuk menambah wawasan seni masyarakat.
Kendati demikian, open studio yang memang bisa dikunjungi masyarakat umum ini belum terlalu banyak. Padahal, untuk membuka studio, menurut Nana, tidak harus dilakukan seniman terkenal atau yang punya banyak uang. “Tapi rata-rata kan memang sangat private. Jadi memang dari kesadaran masing-masing,” tuturnya.
Ingin berkontribusi memperluas minat seni, Nana sedang membuat studio baru yang lebih besar di Yogyakarta agar bisa dikunjungi masyarakat dengan nyaman dan menjadi ruang pajang untuk karya-karyanya. Akan tetapi, untuk membuat open studio sebaiknya tidak asal.
Jebolan Institut Seni Indonesia Yogyakarta itu berharap yang datang mereka yang benar-benar tertarik pada seni dan ingin belajar. Andai kata terlalu ramai, tentu akan mengganggu para seniman dalam berkreasi. Oleh karena itu, kunjungan akan dibuat secara berkala karena pengelolaannya pun private, tidak dibiayai negara maupun lembaga. “Seniman juga punya waktu privacy untuk segera berkarya nanti. Mengganggu sekali kalau semua orang bisa masuk,” sebut Nana.
Sejauh ini studio Nana jarang dijadikan tempat transaksi karya. Dia menyebut para kolektor lebih banyak memesan lukisan yang dipostingnya di media sosial maupun pameran baik di galeri maupun perhelatan acara seni. Ya, galeri menjadi tempat utama untuk jual beli. Kalaupun ada kolektor yang datang ke studionya untuk membeli karya, semua atas sepengetahuan galeri seni, termasuk soal harga.
“Kita harus menghormati harga galeri karena nggak bisa kita jual di bawah harga galeri seni. Nanti galeri nggak laku dong. Jadi harus ada kesinambungan antara keduanya,” jelas peraih Winsor Newton Millennium Painting of the World Award pada 1999 itu.
Bicara soal tren bursa seni, Nana berpendapat pasar ini tidak akan pernah mati. Pada Covid-19 saja, banyak kolektor yang memburu karya seni untuk investasi maupun koleksi. Trennya pun terbilang positif seiring waktu. Terlihat dari banyaknya acara hajatan untuk seniman baik lokal maupun internasional seperti Art Jakarta.
Nana menilai semakin banyak anak muda yang melek terhadap seni dan melihat potensinya sebagai barang bernilai tinggi. Masyarakat Indonesia menurutnya semakin menghargai kesenian seperti negara-negara maju lainnya, walaupun beberapa diantaranya masih datang ke galeri atau pameran karena ingin memiliki foto yang bagus untuk diunggah ke media sosial.
Sementara itu, Nana menilai lukisan dan patung tetap menjadi tren seni pada tahun ini. Pasalnya, karya ini tidak terlalu berat untuk dimengerti khususnya oleh masyarakat awam. “Kalau instalasi kan kadang memang membutuhkan pengertian yang lebih daripada sekitar melihat lukisan dan patung,” tutur wanita yang akan menggelar pameran tunggalnya di Paris pertengahan Juli 2024.
Seniman Heri Dono menilai studio kini tidak lagi hanya untuk memproduksi karya seni, tetapi membangun pengetahuan dengan berbagai macam kegiatan seperti pameran, simposium, hingga workshop. Dengan demikian, ada perdagangan wacana seni yang terbarukan melalui kegiatan ini hingga terbentuknya komunitas-komunitas baru.
Hal inilah yang ditanamkan dalam Studio Kalahan yang didirikannya sejak 2014 lalu di Sleman, Yogyakarta. Bekas rumah residensi polisi Belanda yang sempat digunakan untuk pembuatan keramik dan sekolah dasar itu, dibuka sebagai wadah seniman muda tampil untuk menggelar pameran hingga diskusi.
.
Heri Dono menyampaikan sejak dibuka untuk publik 2015 lalu, banyak masyarakat dari luar kota hingga luar negeri yang berkunjung untuk mendapat pengetahuan tentang seni baik itu lukisan hingga seni instalasi kontemporer.
Studio Kalahan diketahui menyimpan arsip tentang seni mulai dari 1979 hingga ragam karya yang diciptakan Heri Dono sampai saat ini. “Jadi orang ke sini (Studio Kalahan) tidak hanya melihat karya seni, tetapi mereka belajar dari apa yang ada pada konsep yang saya buat sebelumnya,” ujar Heri Dono.
Dia berpendapat minat terhadap seni menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun. Tak ayal studio hingga galeri seni terbilang ramai dikunjungi dalam beberapa waktu terakhir.
Antusiasme masyarakat terbilang tinggi, selain secara kebudayaan banyak orang Indonesia senang mengoleksi karya. Oleh karena itu, Heri berpendapat studio seni, galeri, maupun art fair akan terus menjamur.
Kendati demikian, dia berharap agar studio seni yang ada saat ini maupun yang akan didirikan dibuat lebih menarik lagi dengan memperbanyak ruang display. Data-data karya mulai dari hardcopy maupun softcopy disusun lebih rigid agar pengunjung yang datang bisa mengenal karya yang ditampilkan dengan lebih baik.
Perlu disiapkan ruang desain, ruang arsip, ruang perpustakaan, dan ruang perbaikan karya yang bersifat eksploratif. Kemudian, penting juga mengadakan ruang inovatif, simposium, hingga diskusi, di luar ruang kerja seniman itu sendiri. “Ruang multimedia untuk pemutaran film tentang studio seni juga menjadi penting,” tambah Heri Dono.
Mimpi Sejuta Sekolah Seni
Jika studio menjadi ‘tanggung jawab’ para seniman, Maestro patung Indonesia, Dolorosa Sinaga berpendapat, bisnis seni di Indonesia akan semakin berkembang apabila negara membangun infrastruktur seni agar. Infrastruktur ini dibutuhkan agar akses, pengetahuan, minat, serta cinta terhadap seni juga bisa berkembang.
Sesuai dengan tujuan pemerintah meningkatkan pendapatan negara melalui industri kreatif, infrastruktur seni yang perlu dibangun yakni seperti sekolah seni, gedung pementasan seni, galeri dan museum, dan perpustakaan seni di semua kota besar hingga kabupaten.
Selain itu, kegiatan ekspresi kreatif yang berkesinambungan seperti kegiatan tahunan seni perlu digalakkan, termasuk memfasilitasi kegiatan ekspresi yang berskala internasional. Dengan demikian, the new master atau maestro seni rupa akan selalu mengisi medan seni rupa Indonesia.
Bicara sekolah seni, memang menurutnya perlu diperbanyak untuk mengajar dan mendidik, serta mengembangkan minat masyarakat di berbagai disiplin ekspresi seni, termasuk seni rupa. Selain meminta pemerintah mewujudkannya, Dolorosa pun memiliki rencana untuk membangun sejuta sekolah seni di Tanah Air.
Baca juga: Hypereport: Pasangan Seniman Terkenal di Dunia
Pematung kelahiran Sibolga Sumatra Utara ingin lebih banyak lagi generasi yang tumbuh menyadari bahwa seni mencerdaskan, seni mendidik orang untuk menghormati perbedaan, seni mengajarkan memahami potensi kreatif yang ada di dalam diri, seni mengajar untuk mencipta, menggunakan imajinasi dan menjadi produktif. “Seni mendidik kita memiliki sikap mandiri, merdeka, dan hormat pada nilai-nilai hak asasi manusia,” katanya.
Editor: Fajar Sidik
Seperti kata pematung Adi Gunawan, studio bagaikan dapur bagi seorang seniman. Di ruang itu, mereka meracik, mengolah, dan mewujudkan ide-ide yang muncul di benak. “Buat saya pribadi, studio itu sangat penting,” ujarnya.
Diketahui pada 2022, kontribusi para kreator dan seniman Indonesia terhadap PDB mencapai Rp1.134,9 triliun. Sementara itu, pada 2017, subsektor seni rupa turut menyumbang PDB sebesar Rp2,238 triliun menurut laporan yang diterbitkan Badan Ekonomi Kreatif dan British Council pada 2022. Angka tersebut didapat berkat 26.415 seniman yang menjual karyanya dari hasil proses kreatif di studio seni.
Baca juga: Hypereport: Pasangan Seniman yang Merayakan Cinta Lewat Seni Rupa
Menurut pelukis asal Yogyakarta Nana Tedja, mayoritas studio seni yang dimiliki para seniman merupakan ruang privat. Namun, ada pula seniman yang menjadikan studionya sebagai ruang pembelajaran, terutama tempat magang para pelajar dari sekolah seni.
Beberapa seniman pun sengaja membuka studio khusus yang bukan hanya sebagai tempat belajar, namun bereksplorasi bagi mereka yang datang berkunjung. Semua dilakukan untuk menambah wawasan seni masyarakat.
Kendati demikian, open studio yang memang bisa dikunjungi masyarakat umum ini belum terlalu banyak. Padahal, untuk membuka studio, menurut Nana, tidak harus dilakukan seniman terkenal atau yang punya banyak uang. “Tapi rata-rata kan memang sangat private. Jadi memang dari kesadaran masing-masing,” tuturnya.
Ingin berkontribusi memperluas minat seni, Nana sedang membuat studio baru yang lebih besar di Yogyakarta agar bisa dikunjungi masyarakat dengan nyaman dan menjadi ruang pajang untuk karya-karyanya. Akan tetapi, untuk membuat open studio sebaiknya tidak asal.
Jebolan Institut Seni Indonesia Yogyakarta itu berharap yang datang mereka yang benar-benar tertarik pada seni dan ingin belajar. Andai kata terlalu ramai, tentu akan mengganggu para seniman dalam berkreasi. Oleh karena itu, kunjungan akan dibuat secara berkala karena pengelolaannya pun private, tidak dibiayai negara maupun lembaga. “Seniman juga punya waktu privacy untuk segera berkarya nanti. Mengganggu sekali kalau semua orang bisa masuk,” sebut Nana.
Sejauh ini studio Nana jarang dijadikan tempat transaksi karya. Dia menyebut para kolektor lebih banyak memesan lukisan yang dipostingnya di media sosial maupun pameran baik di galeri maupun perhelatan acara seni. Ya, galeri menjadi tempat utama untuk jual beli. Kalaupun ada kolektor yang datang ke studionya untuk membeli karya, semua atas sepengetahuan galeri seni, termasuk soal harga.
“Kita harus menghormati harga galeri karena nggak bisa kita jual di bawah harga galeri seni. Nanti galeri nggak laku dong. Jadi harus ada kesinambungan antara keduanya,” jelas peraih Winsor Newton Millennium Painting of the World Award pada 1999 itu.
Bicara soal tren bursa seni, Nana berpendapat pasar ini tidak akan pernah mati. Pada Covid-19 saja, banyak kolektor yang memburu karya seni untuk investasi maupun koleksi. Trennya pun terbilang positif seiring waktu. Terlihat dari banyaknya acara hajatan untuk seniman baik lokal maupun internasional seperti Art Jakarta.
Nana menilai semakin banyak anak muda yang melek terhadap seni dan melihat potensinya sebagai barang bernilai tinggi. Masyarakat Indonesia menurutnya semakin menghargai kesenian seperti negara-negara maju lainnya, walaupun beberapa diantaranya masih datang ke galeri atau pameran karena ingin memiliki foto yang bagus untuk diunggah ke media sosial.
Sementara itu, Nana menilai lukisan dan patung tetap menjadi tren seni pada tahun ini. Pasalnya, karya ini tidak terlalu berat untuk dimengerti khususnya oleh masyarakat awam. “Kalau instalasi kan kadang memang membutuhkan pengertian yang lebih daripada sekitar melihat lukisan dan patung,” tutur wanita yang akan menggelar pameran tunggalnya di Paris pertengahan Juli 2024.
Seniman Heri Dono menilai studio kini tidak lagi hanya untuk memproduksi karya seni, tetapi membangun pengetahuan dengan berbagai macam kegiatan seperti pameran, simposium, hingga workshop. Dengan demikian, ada perdagangan wacana seni yang terbarukan melalui kegiatan ini hingga terbentuknya komunitas-komunitas baru.
Hal inilah yang ditanamkan dalam Studio Kalahan yang didirikannya sejak 2014 lalu di Sleman, Yogyakarta. Bekas rumah residensi polisi Belanda yang sempat digunakan untuk pembuatan keramik dan sekolah dasar itu, dibuka sebagai wadah seniman muda tampil untuk menggelar pameran hingga diskusi.
.
Heri Dono menyampaikan sejak dibuka untuk publik 2015 lalu, banyak masyarakat dari luar kota hingga luar negeri yang berkunjung untuk mendapat pengetahuan tentang seni baik itu lukisan hingga seni instalasi kontemporer.
Studio Kalahan diketahui menyimpan arsip tentang seni mulai dari 1979 hingga ragam karya yang diciptakan Heri Dono sampai saat ini. “Jadi orang ke sini (Studio Kalahan) tidak hanya melihat karya seni, tetapi mereka belajar dari apa yang ada pada konsep yang saya buat sebelumnya,” ujar Heri Dono.
Dia berpendapat minat terhadap seni menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun. Tak ayal studio hingga galeri seni terbilang ramai dikunjungi dalam beberapa waktu terakhir.
Antusiasme masyarakat terbilang tinggi, selain secara kebudayaan banyak orang Indonesia senang mengoleksi karya. Oleh karena itu, Heri berpendapat studio seni, galeri, maupun art fair akan terus menjamur.
Kendati demikian, dia berharap agar studio seni yang ada saat ini maupun yang akan didirikan dibuat lebih menarik lagi dengan memperbanyak ruang display. Data-data karya mulai dari hardcopy maupun softcopy disusun lebih rigid agar pengunjung yang datang bisa mengenal karya yang ditampilkan dengan lebih baik.
Perlu disiapkan ruang desain, ruang arsip, ruang perpustakaan, dan ruang perbaikan karya yang bersifat eksploratif. Kemudian, penting juga mengadakan ruang inovatif, simposium, hingga diskusi, di luar ruang kerja seniman itu sendiri. “Ruang multimedia untuk pemutaran film tentang studio seni juga menjadi penting,” tambah Heri Dono.
Mimpi Sejuta Sekolah Seni
Jika studio menjadi ‘tanggung jawab’ para seniman, Maestro patung Indonesia, Dolorosa Sinaga berpendapat, bisnis seni di Indonesia akan semakin berkembang apabila negara membangun infrastruktur seni agar. Infrastruktur ini dibutuhkan agar akses, pengetahuan, minat, serta cinta terhadap seni juga bisa berkembang.
Sesuai dengan tujuan pemerintah meningkatkan pendapatan negara melalui industri kreatif, infrastruktur seni yang perlu dibangun yakni seperti sekolah seni, gedung pementasan seni, galeri dan museum, dan perpustakaan seni di semua kota besar hingga kabupaten.
Selain itu, kegiatan ekspresi kreatif yang berkesinambungan seperti kegiatan tahunan seni perlu digalakkan, termasuk memfasilitasi kegiatan ekspresi yang berskala internasional. Dengan demikian, the new master atau maestro seni rupa akan selalu mengisi medan seni rupa Indonesia.
Bicara sekolah seni, memang menurutnya perlu diperbanyak untuk mengajar dan mendidik, serta mengembangkan minat masyarakat di berbagai disiplin ekspresi seni, termasuk seni rupa. Selain meminta pemerintah mewujudkannya, Dolorosa pun memiliki rencana untuk membangun sejuta sekolah seni di Tanah Air.
Baca juga: Hypereport: Pasangan Seniman Terkenal di Dunia
Pematung kelahiran Sibolga Sumatra Utara ingin lebih banyak lagi generasi yang tumbuh menyadari bahwa seni mencerdaskan, seni mendidik orang untuk menghormati perbedaan, seni mengajarkan memahami potensi kreatif yang ada di dalam diri, seni mengajar untuk mencipta, menggunakan imajinasi dan menjadi produktif. “Seni mendidik kita memiliki sikap mandiri, merdeka, dan hormat pada nilai-nilai hak asasi manusia,” katanya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.