Anak Juga Bisa Stres, Cek Gejala & Cara Mengawal Kesehatan Mental Si Kecil
16 July 2024 |
09:00 WIB
Tak hanya orang tua, anak-anak pun memiliki kecenderungan mengalami stres. Kondisi ini acap kali diabaikan akibat anggapan beban hidup anak yang sering dinilai belum terlalu berat. Kesulitan dalam mengelola rutinitas bisa mengakibatkan stres yang berujung pada memburuknya kesehatan mental.
Psikolog Klinis A. Kasandra Putranto mengatakan, anak-anak dan remaja masuk dalam kelompok rentan mengalami gangguan kesehatan mental. Masalah ini sudah bisa dimulai dari usia 9 tahun, tetapi mereka yang beranjak pada usia remaja yakni 15 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi.
Melansir CDC, sebanyak 3 dari 4 anak usia 3-17 tahun yang mengalami depresi juga mengalami masalah kecemasan. Sayangnya, mereka yang berada pada rentang usia tersebut jarang memprioritaskan kesehatan mental.
Baca juga: 5 Langkah Mempersiapkan Anak Pertama Kali Masuk Sekolah
Oleh karena itu, Kasandra menyebutkan bahwa dukungan orang tua mengawal kesehatan mental anak diperlukan pada usia-usia ini. Bahkan, Kasandra berpendapat bahwa mereka yang sudah menunjukkan gejala terkait gangguan kesehatan mental agar segera melakukan skrining.
Masalahnya, mereka yang berada pada rentang usia ini khawatir dicap buruk saat melakukan kesehatan skrining mental. Pandangan sosial mengepung mereka sehingga tak ingin mengambil tindakan.
Terlebih, pandangan dan dukungan orang tua yang mendukung persepsi anak terhadap kesehatan mental itu sendiri. Padahal, melakukan skrining kesehatan mental tak ubahnya sebagai langkah positif untuk mencegah kemungkinan terburuk.
“Jika gejalanya sudah mengganggu aktivitas sehari-hari, maka segera konsultasi,” katanya. Gejala demikian bisa saja terjadi pada anak. Peran orang tua untuk memantau dan mengawasi kesehatan mental anak berdampak penting bagi kehidupan mereka mendatang.
Gangguan kesehatan mental pada anak bisa terjadi karena berbagai faktor, termasuk faktor eksternal yang tak bisa dikontrol seperti suasana lingkungan, hingga permasalahan keluarga. Namun pada anak dengan kondisi lingkungan yang normal pun, gangguan mental bisa saja terjadi yang diawali dari stres.
Padatnya aktivitas anak-anak, lingkungan sekolah yang tidak nyaman, tuntutan nilai akademik, hingga pekerjaan rumah dan les yang menumpuk turut menciptakan ketidakseimbangan antara belajar dan bermain yang sama-sama dibutuhkan anak. Sebab, kesehatan fisik dan mental merupakan suatu kesatuan yang sama-sama perlu dikelola.
Kesehatan fisik anak juga ditentukan dari kemampuan anak menghadapi stres dan tekanan di lingkungan sosialnya. Tekanan di sekitar anak terkadang tak terlihat, sehingga keterbukaan anak kepada orang tuanya diperlukan agar anak jujur dengan masa-masa sulit dan senangnya.
Psikolog Anak Nadia Emanuella Gideon menyebut, orang tua perlu membantu anak mengatasi stres dan kecemasan mereka. Keluarga memiliki peranan besar dalam memberi dukungan emosional dan konseling. Sebab, anak-anak dan remaja masih sulit mengidentifikasi perasaan mereka sendiri. Bahkan, terkadang anak bingung dengan kondisi stress atau ketidakstabilan suasana hati yang dialaminya. Anak-anak memerlukan validasi mengenai kondisi stres yang dialaminya.
Dengan pengertian dan bantuan orang tua, anak bisa memahami kondisinya dengan lebih tenang. “Anak kesulitan memahami apa yang dirasakan, maka respons mereka juga jadi sulit kita pahami,” kata Nadia.
Hal ini sudah merupakan lampu merah bahwa anak kesulitan meregulasi emosi mereka. Kondisi stres akibat tekanan bisa membuat anak makin tertutup, atau justru makin impulsif. Peran orang tua mengarahkan anak dapat dimulai dengan terkoneksi dan berkomunikasi dengan baik.
Anak perlu terbuka, sementara orang tua perlu mengerti. Melalui komunikasi yang jelas, orang tua juga bisa membantu memberikan batas-batas kontrol dan tidak terkontrol pada anak, sehingga anak bisa berfokus pada hal-hal di dalam kontrolnya agar stres bisa diminimalisir.
Dengan demikian, orang tua bisa memahami kesulitan yang membuat anak stress, membantu memvalidasi perasaan anak saat mengalami kesulitan, hingga membantu anak meredam stress dengan mendampingi mereka melewati masa stresnya.
Melansir laman Ayo Sehat Kemkes, orang tua punya peranan penting melakukan pencegahan stres pada anak mulai dari membuat waktu berkualitas dengan anak, berusaha menjadi pendengar yang baik, hingga memberikan suasana yang nyaman dan pendampingan anak di segala kondisi.
Orang tua juga perlu memperhatikan gejala stres pada anak, misalnya anak yang bersikap rewel tidak mau sekolah, tampak tidak bersemangat, senang menyendiri, hingga penurunan prestasi dan tidak percaya diri.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Psikolog Klinis A. Kasandra Putranto mengatakan, anak-anak dan remaja masuk dalam kelompok rentan mengalami gangguan kesehatan mental. Masalah ini sudah bisa dimulai dari usia 9 tahun, tetapi mereka yang beranjak pada usia remaja yakni 15 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi.
Melansir CDC, sebanyak 3 dari 4 anak usia 3-17 tahun yang mengalami depresi juga mengalami masalah kecemasan. Sayangnya, mereka yang berada pada rentang usia tersebut jarang memprioritaskan kesehatan mental.
Baca juga: 5 Langkah Mempersiapkan Anak Pertama Kali Masuk Sekolah
Oleh karena itu, Kasandra menyebutkan bahwa dukungan orang tua mengawal kesehatan mental anak diperlukan pada usia-usia ini. Bahkan, Kasandra berpendapat bahwa mereka yang sudah menunjukkan gejala terkait gangguan kesehatan mental agar segera melakukan skrining.
Masalahnya, mereka yang berada pada rentang usia ini khawatir dicap buruk saat melakukan kesehatan skrining mental. Pandangan sosial mengepung mereka sehingga tak ingin mengambil tindakan.
Terlebih, pandangan dan dukungan orang tua yang mendukung persepsi anak terhadap kesehatan mental itu sendiri. Padahal, melakukan skrining kesehatan mental tak ubahnya sebagai langkah positif untuk mencegah kemungkinan terburuk.
“Jika gejalanya sudah mengganggu aktivitas sehari-hari, maka segera konsultasi,” katanya. Gejala demikian bisa saja terjadi pada anak. Peran orang tua untuk memantau dan mengawasi kesehatan mental anak berdampak penting bagi kehidupan mereka mendatang.
Berawal dari Stres
Ilustrasi anak (Sumber gambar: Keren Fedida/Unsplash)
Padatnya aktivitas anak-anak, lingkungan sekolah yang tidak nyaman, tuntutan nilai akademik, hingga pekerjaan rumah dan les yang menumpuk turut menciptakan ketidakseimbangan antara belajar dan bermain yang sama-sama dibutuhkan anak. Sebab, kesehatan fisik dan mental merupakan suatu kesatuan yang sama-sama perlu dikelola.
Kesehatan fisik anak juga ditentukan dari kemampuan anak menghadapi stres dan tekanan di lingkungan sosialnya. Tekanan di sekitar anak terkadang tak terlihat, sehingga keterbukaan anak kepada orang tuanya diperlukan agar anak jujur dengan masa-masa sulit dan senangnya.
Psikolog Anak Nadia Emanuella Gideon menyebut, orang tua perlu membantu anak mengatasi stres dan kecemasan mereka. Keluarga memiliki peranan besar dalam memberi dukungan emosional dan konseling. Sebab, anak-anak dan remaja masih sulit mengidentifikasi perasaan mereka sendiri. Bahkan, terkadang anak bingung dengan kondisi stress atau ketidakstabilan suasana hati yang dialaminya. Anak-anak memerlukan validasi mengenai kondisi stres yang dialaminya.
Dengan pengertian dan bantuan orang tua, anak bisa memahami kondisinya dengan lebih tenang. “Anak kesulitan memahami apa yang dirasakan, maka respons mereka juga jadi sulit kita pahami,” kata Nadia.
Hal ini sudah merupakan lampu merah bahwa anak kesulitan meregulasi emosi mereka. Kondisi stres akibat tekanan bisa membuat anak makin tertutup, atau justru makin impulsif. Peran orang tua mengarahkan anak dapat dimulai dengan terkoneksi dan berkomunikasi dengan baik.
Anak perlu terbuka, sementara orang tua perlu mengerti. Melalui komunikasi yang jelas, orang tua juga bisa membantu memberikan batas-batas kontrol dan tidak terkontrol pada anak, sehingga anak bisa berfokus pada hal-hal di dalam kontrolnya agar stres bisa diminimalisir.
Dengan demikian, orang tua bisa memahami kesulitan yang membuat anak stress, membantu memvalidasi perasaan anak saat mengalami kesulitan, hingga membantu anak meredam stress dengan mendampingi mereka melewati masa stresnya.
Melansir laman Ayo Sehat Kemkes, orang tua punya peranan penting melakukan pencegahan stres pada anak mulai dari membuat waktu berkualitas dengan anak, berusaha menjadi pendengar yang baik, hingga memberikan suasana yang nyaman dan pendampingan anak di segala kondisi.
Orang tua juga perlu memperhatikan gejala stres pada anak, misalnya anak yang bersikap rewel tidak mau sekolah, tampak tidak bersemangat, senang menyendiri, hingga penurunan prestasi dan tidak percaya diri.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.