Instagram Stories Bisa Bikin Kecanduan, Kenapa Sih?
08 May 2021 |
09:30 WIB
Setiap dari kita setidaknya pernah membuka aplikasi media sosial Instagram di gawai masing-masing dan seringkali menjumpai deretan lingkaran berwarna gradasi merah-kuning atau hijau.
Kadang kalau kita klik lingkaran itu, yang tadinya mau lihat hanya satu atau dua Stories orang yang kita ikuti malah jadinya keterusan sampai habis.
Lingkaran-lingkaran yang berisi cuplikan foto atau video berdurasi 15 detik yang terpublikasi selama 24 jam itu memang asyik banget, tapi pernah enggak terpikir kenapa fitur berbagi ini bisa jadi candu ketika berselancar di Instagram?
Menurut psikolog konseling serta direktur klinis dan founder dari Theraphy Central, Raffaello Antonio menjelaskan bahwa Instagram Story yang bekerja secara cepat membuatnya lebih menarik untuk ditonton terus menerus antara satu Stories dengan yang lainnya.
"Pengembang mungkin tidak sadar mereka membuat sebuah siklus seperti kecanduan obat-obatan yang membuat pengguna berakhir menjadi lebih rentan dengan substansi yang disalahgunakan," jelas Antonio sebagaimana dilansir dari Healthline.
Ia juga mempertanyakan kalau pengguna Instagram bisa kecanduan sebagai bagian dari desain persuasif yang dikembangkan pengembang teknologi.
Alasan lainnya kenapa Instagram Stories memang candu banget adalah karena pengguna menginterpretasi Stories sebagai konten yang lebih mendekatkan dan ringan bagi pengikutnya sehingga berpotensi membuat banyak orang mengekliknya atau menyempatkan diri untuk menontonnya.
Lalu, gimana dampak kesehatannya?
Kecemasan dan depresi adalah dua masalah kesehatan mental yang meroket tajam sebagai dampak dari adanya fitur Stories.
Kalau bingung kenapa bisa terjadi, coba tanya ke diri sendiri: pernah enggak merasa kehilangan eksistensi diri hanya karena foto atau video orang lain yang bikin kalian berpikir, "Wah, keren banget" atau "Cantik banget?"
Ini yang akhirnya bikin sebagian dari Genhype merasa enggak percaya diri atau bahkan menbandingkan diri sendiri dengan orang lain ketika berhadapan dengan penampilan fisik.
Ujung-ujungnya bisa memengaruhi kepercayaan diri ketika berbagi foto-foto atau video diri sendiri, misalnya rasa bersalah atau malu ketika harus berbagi foto tanpa filter.
Bahkan, bisa saja karena enggak percaya diri ini juga memicu munculnya pemikiran untuk melakukan operasi plastik demi mendapatkan wajah yang mirip dengan tampilan diri yang telah di-filter.
Terus, harus bagaimana dong?
Antonio menjelaskan kuncinya ada pada keseimbangan kesehatan dengan sadar akan dampak media sosial hingga ke tingkatan individu.
Ia juga kasih tiga bahan yang bisa jadi refleksi diri sendiri:
1. Seberapa penting media sosial bagi diri kita dibandingkan dengan membangun hubungan dengan cara yang lebih tradisional?
2. Seberapa signifikan, memuaskan, dan bermakna interaksi yang dibangun melalui media sosial?
3. Apa yang membuat kita terhalang untuk melakukan kegiatan lain selain meluangkan waktu di media sosial?
Jadi, coba deh kurangin waktu untuk memantau Stories orang lain dan pikirin lagi dampaknya bagi diri kita.
Editor: Fajar Sidik
Kadang kalau kita klik lingkaran itu, yang tadinya mau lihat hanya satu atau dua Stories orang yang kita ikuti malah jadinya keterusan sampai habis.
Lingkaran-lingkaran yang berisi cuplikan foto atau video berdurasi 15 detik yang terpublikasi selama 24 jam itu memang asyik banget, tapi pernah enggak terpikir kenapa fitur berbagi ini bisa jadi candu ketika berselancar di Instagram?
Menurut psikolog konseling serta direktur klinis dan founder dari Theraphy Central, Raffaello Antonio menjelaskan bahwa Instagram Story yang bekerja secara cepat membuatnya lebih menarik untuk ditonton terus menerus antara satu Stories dengan yang lainnya.
"Pengembang mungkin tidak sadar mereka membuat sebuah siklus seperti kecanduan obat-obatan yang membuat pengguna berakhir menjadi lebih rentan dengan substansi yang disalahgunakan," jelas Antonio sebagaimana dilansir dari Healthline.
Ia juga mempertanyakan kalau pengguna Instagram bisa kecanduan sebagai bagian dari desain persuasif yang dikembangkan pengembang teknologi.
Alasan lainnya kenapa Instagram Stories memang candu banget adalah karena pengguna menginterpretasi Stories sebagai konten yang lebih mendekatkan dan ringan bagi pengikutnya sehingga berpotensi membuat banyak orang mengekliknya atau menyempatkan diri untuk menontonnya.
Ilustrasi penggunaan filter di Instagram Stories. (cottonbro dari Pexels)
Lalu, gimana dampak kesehatannya?
Kecemasan dan depresi adalah dua masalah kesehatan mental yang meroket tajam sebagai dampak dari adanya fitur Stories.
Kalau bingung kenapa bisa terjadi, coba tanya ke diri sendiri: pernah enggak merasa kehilangan eksistensi diri hanya karena foto atau video orang lain yang bikin kalian berpikir, "Wah, keren banget" atau "Cantik banget?"
Ini yang akhirnya bikin sebagian dari Genhype merasa enggak percaya diri atau bahkan menbandingkan diri sendiri dengan orang lain ketika berhadapan dengan penampilan fisik.
Ujung-ujungnya bisa memengaruhi kepercayaan diri ketika berbagi foto-foto atau video diri sendiri, misalnya rasa bersalah atau malu ketika harus berbagi foto tanpa filter.
Bahkan, bisa saja karena enggak percaya diri ini juga memicu munculnya pemikiran untuk melakukan operasi plastik demi mendapatkan wajah yang mirip dengan tampilan diri yang telah di-filter.
Ilustrasi penggunaan fitur teks Instagram Stories. (Georgia de Lotz dari Unsplash)
Terus, harus bagaimana dong?
Antonio menjelaskan kuncinya ada pada keseimbangan kesehatan dengan sadar akan dampak media sosial hingga ke tingkatan individu.
Ia juga kasih tiga bahan yang bisa jadi refleksi diri sendiri:
1. Seberapa penting media sosial bagi diri kita dibandingkan dengan membangun hubungan dengan cara yang lebih tradisional?
2. Seberapa signifikan, memuaskan, dan bermakna interaksi yang dibangun melalui media sosial?
3. Apa yang membuat kita terhalang untuk melakukan kegiatan lain selain meluangkan waktu di media sosial?
Jadi, coba deh kurangin waktu untuk memantau Stories orang lain dan pikirin lagi dampaknya bagi diri kita.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.