Ekspor Mebel ke Eropa Menurun, HIMKI Sasar Pasar Baru India & China
13 July 2024 |
09:00 WIB
Industri mebel dan kerajinan Indonesia memiliki tantangan besar di tengah perlambatan ekonomi dunia. Situasi krisis geopolitik global akibat perang Rusia-Ukraina, dan Israel-Palestina disebut menjadi salah satu penyebab bisnis ini kembang kempis.
Ketua Umum Himpunan Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Abdul Sobur mengatakan, nilai ekspor industri mebel dan kerajinan Tanah Air pada 2023 mencapai US$2,32 miliar. Artinya, mengalami kemerosotan hingga 24 persen dibandingkan dengan 2022 yang sebesar US$3,72 miliar.
Baca juga: 8 Tren Desain Furnitur Tahun 2024: Garis Lembut hingga Unsur Emas
Krisis jalur laut merah yang selama ini menjadi jalur kapal kontainer untuk sarana pengiriman ekspor mebel dan kerajinan (logistik) juga terganggu karena sasaran perompak. Tak ayal, rute pengiriman barang jadi lebih jauh sehingga ongkos pengiriman membengkak dan membutuhkan waktu lama.
Kendati demikian, Sobur optimistis kinerja ekspor industri mebel dan kerajinan pulih pada semester II/2024. Sebab, beberapa negara tujuan ekspor sudah mulai kehabisan stok. Perluasan pasar ekspor juga terus dilakukan lewat ajang Indonesia International Furniture Expo (Ifex) yang digelar setiap tahun.
"Kondisi geopolitik belum pulih sehingga belum mengembalikan situasi pasar mebel dan kerajinan di pasar utama. Namun, Ifex cukup membantu penguatan pasar baik tradisional maupun bagi emerging market yang harus mulai serius digarap." katanya.
Sobur menjelaskan, saat ini pihaknya juga terus melakukan berbagai strategi untuk meningkatkan ekspor. Yaitu dengan menggeser sementara tujuan pasar non-tradisional, seperti India, Timur Tengah, dan China, meski bersamaan masih tetap mempertahankan pasar tradisional Eropa.
Selain itu, diversifikasi pemanfaatan saluran atau jaringan media pemasaran melalui online marketing, marketplace dan pameran langsung juga terus digenjot. Ini dilakukan untuk mempertahankan aktivitas operasional produksi dalam upaya menghindari idle capacity yang berlebih di dalam negeri.
Selaras, Founder Satori Rattan, Satori mengatakan, selain mengalami tren ekspor akibat melemahnya ekonomi dunia, para pelaku usaha furnitur rotan di Cirebon juga mengalami kelangkaan bahan baku. Dia menduga, kelangkaan bahan baku karena adanya penyelundupan rotan ke luar negeri.
Dia mengungkap, sejumlah negara yang tidak memiliki hutan rotan, tetap mampu mengekspor furnitur rotan. Padahal, sekitar 80 persen jenis rotan dunia ada di Indonesia, yang tersebar di Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua dengan potensi sekitar 622.000 ton per tahun.
Kendati larangan ekspor bahan baku rotan masih diberlakukan, tapi berdasarkan data trademap.org, negara eksportir terbesar produk berbahan baku rotan dari 5 HS code adalah China. Kondisi inilah menurutnya yang membuat bahan baku rotan semakin sulit di pasaran, terutama bagi perajin di Cirebon.
Kelangkaan bahan baku juga turut mengurangi produksi dan ekspor furnitur rotan. Kementerian Perindustrian mencatat, nilai ekspor furnitur rotan pada Januari–Mei 2020 sekitar US$37,6 juta. Pada 2019, nilai ekspornya tercatat US$81,3 juta yang sebagian besar untuk pasar Eropa.
Satori menjelaskan, jika masalah tersebut tidak segera ditangani oleh pemerintah akan membuat operasional pabrik terganggu. Ini dikarenakan potensi permintaan produk furnitur rotan pasar dunia masih terbuka lebar. Namun akibat kelangkaan material, para perajin akhirnya tidak menyanggupi pesanan.
Baca juga: Cek Jenis Produk Furnitur yang Banyak Diminati Pasar Ekspor
"Dari data yang ada dari tahun 2019-2023, ekspor China berbahan baku rotan sebanyak tujuh kali dari ekspor Indonesia. Ini menandakan penyelundupan bahan baku rotan sangat masif," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Ketua Umum Himpunan Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Abdul Sobur mengatakan, nilai ekspor industri mebel dan kerajinan Tanah Air pada 2023 mencapai US$2,32 miliar. Artinya, mengalami kemerosotan hingga 24 persen dibandingkan dengan 2022 yang sebesar US$3,72 miliar.
Baca juga: 8 Tren Desain Furnitur Tahun 2024: Garis Lembut hingga Unsur Emas
Krisis jalur laut merah yang selama ini menjadi jalur kapal kontainer untuk sarana pengiriman ekspor mebel dan kerajinan (logistik) juga terganggu karena sasaran perompak. Tak ayal, rute pengiriman barang jadi lebih jauh sehingga ongkos pengiriman membengkak dan membutuhkan waktu lama.
Kendati demikian, Sobur optimistis kinerja ekspor industri mebel dan kerajinan pulih pada semester II/2024. Sebab, beberapa negara tujuan ekspor sudah mulai kehabisan stok. Perluasan pasar ekspor juga terus dilakukan lewat ajang Indonesia International Furniture Expo (Ifex) yang digelar setiap tahun.
"Kondisi geopolitik belum pulih sehingga belum mengembalikan situasi pasar mebel dan kerajinan di pasar utama. Namun, Ifex cukup membantu penguatan pasar baik tradisional maupun bagi emerging market yang harus mulai serius digarap." katanya.
Sobur menjelaskan, saat ini pihaknya juga terus melakukan berbagai strategi untuk meningkatkan ekspor. Yaitu dengan menggeser sementara tujuan pasar non-tradisional, seperti India, Timur Tengah, dan China, meski bersamaan masih tetap mempertahankan pasar tradisional Eropa.
Selain itu, diversifikasi pemanfaatan saluran atau jaringan media pemasaran melalui online marketing, marketplace dan pameran langsung juga terus digenjot. Ini dilakukan untuk mempertahankan aktivitas operasional produksi dalam upaya menghindari idle capacity yang berlebih di dalam negeri.
Kelangkaan Bahan Baku
Selaras, Founder Satori Rattan, Satori mengatakan, selain mengalami tren ekspor akibat melemahnya ekonomi dunia, para pelaku usaha furnitur rotan di Cirebon juga mengalami kelangkaan bahan baku. Dia menduga, kelangkaan bahan baku karena adanya penyelundupan rotan ke luar negeri.Dia mengungkap, sejumlah negara yang tidak memiliki hutan rotan, tetap mampu mengekspor furnitur rotan. Padahal, sekitar 80 persen jenis rotan dunia ada di Indonesia, yang tersebar di Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua dengan potensi sekitar 622.000 ton per tahun.
Kendati larangan ekspor bahan baku rotan masih diberlakukan, tapi berdasarkan data trademap.org, negara eksportir terbesar produk berbahan baku rotan dari 5 HS code adalah China. Kondisi inilah menurutnya yang membuat bahan baku rotan semakin sulit di pasaran, terutama bagi perajin di Cirebon.
Kelangkaan bahan baku juga turut mengurangi produksi dan ekspor furnitur rotan. Kementerian Perindustrian mencatat, nilai ekspor furnitur rotan pada Januari–Mei 2020 sekitar US$37,6 juta. Pada 2019, nilai ekspornya tercatat US$81,3 juta yang sebagian besar untuk pasar Eropa.
Satori menjelaskan, jika masalah tersebut tidak segera ditangani oleh pemerintah akan membuat operasional pabrik terganggu. Ini dikarenakan potensi permintaan produk furnitur rotan pasar dunia masih terbuka lebar. Namun akibat kelangkaan material, para perajin akhirnya tidak menyanggupi pesanan.
Baca juga: Cek Jenis Produk Furnitur yang Banyak Diminati Pasar Ekspor
"Dari data yang ada dari tahun 2019-2023, ekspor China berbahan baku rotan sebanyak tujuh kali dari ekspor Indonesia. Ini menandakan penyelundupan bahan baku rotan sangat masif," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.