Strategi Brand Lokal Hadapi Perang Harga dan Gempuran Impor Ilegal
07 July 2024 |
06:00 WIB
Genhype tentu sering menemukan berbagai produk fesyen maupun kosmetik di platform e-commerce dengan harga yang relative murah. Hati-hati ya, bisa saja produk tersebut merupakan produk yang diimpor secara illegal ke Indonesia.
Yup, gempuran dari berbagai produk impor illegal tersebut memang menjadi suatu tantangan yang besar bagi para pelaku brand. Sebab sering kali produk-produk tersebut sering kali ditawarkan dengan harga lebih murah dan tanpa memenuhi standar kualitas serta peraturan yang berlaku, meresahkan pelaku industri yang telah mengikuti regulasi dengan ketat.
Baca juga: Strategi Brand Lokal yang Sering Dikira Produk Asing Bertahan Puluhan Tahun
Haryanto Pratantara, Sekjen HIPPINDO mengungkapkan meski sulit diberantas 100%, impor ilegal bisa diminimalisir dengan strategi yang tepat salah satunya dengan mengurangi dan membatasi peredarannya.
Pasalnya, saat ini produk-produk impor ilegal tersebut bisa dengan mudah ditemukan di pasaran dan dijual secara bebas baik melalui marketplace maupun platform media sosial.
Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk menghadapi perang harga dari gempuran produk-produk illegal tersebut.
Dengan membuat peredaran barang ilegal sulit ditemui dan dibatasi pasarnya maka secara otomatis impor barang ilegal juga akan berkurang. Selain itu, perlu adanya penegakan hukum yang ketat misalnya dengan membentuk satuan tugas khusus yang fokus pada penutupan jalur masuk barang-barang ilegal.
Menurutnya, ada dua jalur utama yang perlu diawasi yakni pelabuhan pintu masuk ilegal dan pelabuhan resmi yang mungkin disusupi oknum-oknum tertentu. Selain itu, barang-barang ilegal yang sudah beredar harus disita dan penjual serta distributornya harus ditindak tegas.
“Peraturan apapun tanpa penegakan hukum yang kuat, pasti tidak akan efektif. Dengan strategi yang tepat dan penegakan hukum yang kuat, impor ilegal bisa ditekan, memberikan ruang bagi industri dalam negeri untuk berkembang,” kata Haryanto.
Untuk menghadapi situasi ini, para pelaku usaha lokal juga perlu mengembangkan pendekatan strategis sehingga dapat bertahan dan berkembang di tengah perang harga yang semakin agresif. Salah satu cara terbaik untuk bersaing dengan produk impor ilegal adalah dengan menawarkan produk berkualitas tinggi dan memastikan bahwa setiap barang yang mereka jual memiliki standar yang lebih tinggi daripada produk ilegal.
Melisa Andriani, General Manager Luxcrime, menyatakan bahwa perang harga pasti akan terjadi di semua sektor, terutama sektor fast moving atau FMCG, seperti industri kecantikan. Karena itu brand harus berinovasi dalam produk dan pemasaran untuk tetap relevan dan kompetitif.
“Banyak brand masuk dengan menawarkan harga murah dengan klaim yang tidak kalah hebat. Namun, bukan berarti kita sebagai brand harus terbawa arus dengan melakukan strategi yang sama,” tuturnya.
Luxcrime, salah satu brand dalam portofolio Hypefast, percaya bahwa dalam menjual kosmetik, brand harus terus berinovasi menghadirkan produk berkualitas dengan mengetahui siapa target konsumennya dan apa yang konsumen inginkan.
Dengan menargetkan konsumen dewasa muda yang kritis dan aktif di media sosial, Luxcrime membuat inovasi produk lewat bentuk kemasan yang unik dan mudah dikenali. Pendekatan ini terbukti efektif, dengan tingkat loyalitas pelanggan yang tinggi.
Meskipun produk Luxcrime bukan yang termurah, brand ini tetap tumbuh pesat dengan tingkat loyalitas pelanggan yang tinggi. Data dari Shopee menunjukkan bahwa 37% pelanggan Luxcrime yang membeli di platform tersebut adalah pelanggan loyal. “Pada akhirnya, pelanggan loyal adalah aset pemasaran terbaik dari brand itu sendiri,” ungkap Melisa.
Denny Gunawan, Co-Founder Nyonya Piyama, menekankan pentingnya strategi inovatif dan berfokus pada nilai dalam menghadapi perang harga. Brand lokal harus mampu terus berinovasi dan memastikan produk yang ditawarkan tak hanya sesuai dengan kebutuhan konsumen, tapi juga terus memiliki peningkatan dan nilai produk yang kuat.
“Product market fit sangatlah penting. Tidak ada istilah brand dapat menjual produknya ke semua orang dari seluruh kalangan,” tuturnya.
Strategi bisnis Nyonya Piyama yang berfokus pada nilai mendapatkan respons positif dari para konsumen, dengan peningkatan penjualan yang signifikan.Hal ini dibuktikan dari peningkatan penjualan produk-produk Nyonya Piyama yang melonjak hampir 50% dibandingkan tahun lalu.
“Sebagai pemilik brand lokal, saya sangat menghindari perang harga yang tidak akan ada habisnya, dan justru mementingkan perang nilai yang berfokus untuk memberikan penawaran dan pelayanan terbaik bagi konsumen,” ucapnya.
Menurutnya, dalam value war, harga hanya salah satu senjata sementara itu masih banyak senjata lainnya yang dapat diberikan. Misalnya, brand dapat memberikan penawaran unik yang sulit untuk ditandingi kompetitor.
“Konsumen yang dimenangkan lewat perang harga cenderung tidak setia, tetapi konsumen yang dimenangkan dari perang nilai punya loyalitas yang jauh lebih tinggi karena mereka tak sekadar mempertimbangkan harga murah,” jelasnya.
CEO dan pendiri Hypefast, Achmad Alkatiri, menyatakan bahwa inovasi dan efisiensi dalam setiap aspek operasional menjadi kata kunci. Brand lokal harus mampu menciptakan nilai unik yang sulit ditandingi oleh kompetitor, baik sesama produk lokal maupun komoditi impor.
Nilai ini dapat tercermin dari kualitas dan penawaran produk hingga bagaimana brand berinteraksi dengan para pelanggannya. Dengan strategi-strategi ini, brand dan peritel lokal di Indonesia dapat lebih siap dan tangguh dalam menghadapi gempuran produk impor ilegal dan perang harga, memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan dan perlindungan bagi industri dalam negeri.
“Inilah yang akan membuat brand lokal tidak hanya bertahan tetapi juga mampu berkembang pesat di tengah persaingan yang semakin ketat," jelas Achmad Alkatiri.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Yup, gempuran dari berbagai produk impor illegal tersebut memang menjadi suatu tantangan yang besar bagi para pelaku brand. Sebab sering kali produk-produk tersebut sering kali ditawarkan dengan harga lebih murah dan tanpa memenuhi standar kualitas serta peraturan yang berlaku, meresahkan pelaku industri yang telah mengikuti regulasi dengan ketat.
Baca juga: Strategi Brand Lokal yang Sering Dikira Produk Asing Bertahan Puluhan Tahun
Haryanto Pratantara, Sekjen HIPPINDO mengungkapkan meski sulit diberantas 100%, impor ilegal bisa diminimalisir dengan strategi yang tepat salah satunya dengan mengurangi dan membatasi peredarannya.
Pasalnya, saat ini produk-produk impor ilegal tersebut bisa dengan mudah ditemukan di pasaran dan dijual secara bebas baik melalui marketplace maupun platform media sosial.
Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk menghadapi perang harga dari gempuran produk-produk illegal tersebut.
1. Perketat Aturan dan Pembatasan Peredaran
Dengan membuat peredaran barang ilegal sulit ditemui dan dibatasi pasarnya maka secara otomatis impor barang ilegal juga akan berkurang. Selain itu, perlu adanya penegakan hukum yang ketat misalnya dengan membentuk satuan tugas khusus yang fokus pada penutupan jalur masuk barang-barang ilegal.Menurutnya, ada dua jalur utama yang perlu diawasi yakni pelabuhan pintu masuk ilegal dan pelabuhan resmi yang mungkin disusupi oknum-oknum tertentu. Selain itu, barang-barang ilegal yang sudah beredar harus disita dan penjual serta distributornya harus ditindak tegas.
“Peraturan apapun tanpa penegakan hukum yang kuat, pasti tidak akan efektif. Dengan strategi yang tepat dan penegakan hukum yang kuat, impor ilegal bisa ditekan, memberikan ruang bagi industri dalam negeri untuk berkembang,” kata Haryanto.
2. Tawarkan Produk Berkualitas
Untuk menghadapi situasi ini, para pelaku usaha lokal juga perlu mengembangkan pendekatan strategis sehingga dapat bertahan dan berkembang di tengah perang harga yang semakin agresif. Salah satu cara terbaik untuk bersaing dengan produk impor ilegal adalah dengan menawarkan produk berkualitas tinggi dan memastikan bahwa setiap barang yang mereka jual memiliki standar yang lebih tinggi daripada produk ilegal.Melisa Andriani, General Manager Luxcrime, menyatakan bahwa perang harga pasti akan terjadi di semua sektor, terutama sektor fast moving atau FMCG, seperti industri kecantikan. Karena itu brand harus berinovasi dalam produk dan pemasaran untuk tetap relevan dan kompetitif.
“Banyak brand masuk dengan menawarkan harga murah dengan klaim yang tidak kalah hebat. Namun, bukan berarti kita sebagai brand harus terbawa arus dengan melakukan strategi yang sama,” tuturnya.
Luxcrime, salah satu brand dalam portofolio Hypefast, percaya bahwa dalam menjual kosmetik, brand harus terus berinovasi menghadirkan produk berkualitas dengan mengetahui siapa target konsumennya dan apa yang konsumen inginkan.
Dengan menargetkan konsumen dewasa muda yang kritis dan aktif di media sosial, Luxcrime membuat inovasi produk lewat bentuk kemasan yang unik dan mudah dikenali. Pendekatan ini terbukti efektif, dengan tingkat loyalitas pelanggan yang tinggi.
Meskipun produk Luxcrime bukan yang termurah, brand ini tetap tumbuh pesat dengan tingkat loyalitas pelanggan yang tinggi. Data dari Shopee menunjukkan bahwa 37% pelanggan Luxcrime yang membeli di platform tersebut adalah pelanggan loyal. “Pada akhirnya, pelanggan loyal adalah aset pemasaran terbaik dari brand itu sendiri,” ungkap Melisa.
3. Fokus Pada Value Product
Denny Gunawan, Co-Founder Nyonya Piyama, menekankan pentingnya strategi inovatif dan berfokus pada nilai dalam menghadapi perang harga. Brand lokal harus mampu terus berinovasi dan memastikan produk yang ditawarkan tak hanya sesuai dengan kebutuhan konsumen, tapi juga terus memiliki peningkatan dan nilai produk yang kuat.“Product market fit sangatlah penting. Tidak ada istilah brand dapat menjual produknya ke semua orang dari seluruh kalangan,” tuturnya.
Strategi bisnis Nyonya Piyama yang berfokus pada nilai mendapatkan respons positif dari para konsumen, dengan peningkatan penjualan yang signifikan.Hal ini dibuktikan dari peningkatan penjualan produk-produk Nyonya Piyama yang melonjak hampir 50% dibandingkan tahun lalu.
“Sebagai pemilik brand lokal, saya sangat menghindari perang harga yang tidak akan ada habisnya, dan justru mementingkan perang nilai yang berfokus untuk memberikan penawaran dan pelayanan terbaik bagi konsumen,” ucapnya.
Menurutnya, dalam value war, harga hanya salah satu senjata sementara itu masih banyak senjata lainnya yang dapat diberikan. Misalnya, brand dapat memberikan penawaran unik yang sulit untuk ditandingi kompetitor.
“Konsumen yang dimenangkan lewat perang harga cenderung tidak setia, tetapi konsumen yang dimenangkan dari perang nilai punya loyalitas yang jauh lebih tinggi karena mereka tak sekadar mempertimbangkan harga murah,” jelasnya.
4. Terus Berinovasi dan Ciptakan Nilai Unik
CEO dan pendiri Hypefast, Achmad Alkatiri, menyatakan bahwa inovasi dan efisiensi dalam setiap aspek operasional menjadi kata kunci. Brand lokal harus mampu menciptakan nilai unik yang sulit ditandingi oleh kompetitor, baik sesama produk lokal maupun komoditi impor.Nilai ini dapat tercermin dari kualitas dan penawaran produk hingga bagaimana brand berinteraksi dengan para pelanggannya. Dengan strategi-strategi ini, brand dan peritel lokal di Indonesia dapat lebih siap dan tangguh dalam menghadapi gempuran produk impor ilegal dan perang harga, memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan dan perlindungan bagi industri dalam negeri.
“Inilah yang akan membuat brand lokal tidak hanya bertahan tetapi juga mampu berkembang pesat di tengah persaingan yang semakin ketat," jelas Achmad Alkatiri.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.