pameran Macet merupakan kumpulan metafora visual yang kaya di dalam dunia yang terus bergerak semakin cepat. (sumber gambar: dokumentasi pribadi seniman)

Ekspresi Gegar Budaya Macet Dalam Seni Rupa Ala Kurt D. Peterson

02 July 2024   |   20:31 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Nama Kurt D. Peterson di dunia seni mungkin lebih dikenal sebagai musisi eksperimental. Namun, ekspatriat asal Amerika Serikat yang kini menetap di Bogor itu sepertinya mulai menjajaki diri sebagai seniman visual, alih-alih hanya mengekspresikan diri lewat musik.

Hasil eksplorasi inilah yang terefleksi dalam pameran tunggalnya, Macet, pada 8 Juni sampai 27 Juli 2024 di Art Agenda, Jakarta. Total, Peterson memboyong 24 karya seni, baik dua dan tiga dimensi yang dipacak di salah satu galeri, di Wisma Geha, Jakarta.

Baca juga: Kompetisi Seni Rupa UOB Painting of The Year 2024 Memanggil Kembali Seniman Muda 

Memasuki ruang pamer, pengunjung akan disambut dengan sebuah plang nama toko atau jenama yang kerap dilihat di film-film koboi. Yaitu karya berjudul Buffalo Bill with Durian Frame (handmade teak wood frame, glass, cigarette paper cover, nails, chain, 27x50x3 cm, 2024).

Sebelum melewati plang ini, publik juga akan mendengar bunyi "tuing, tuing" yang seperti menyensor gerak pengunjung. Uniknya, saat mendongakkan kepala, kita akan melihat deretan bungkus kertas tembakau dengan jenama yang sama, yang cukup karib di kalangan perokok.
 

karya Kurt D. Peterson berjudul Time Tension (sumber gambar: Art Agenda)

karya Kurt D. Peterson berjudul Time Tension (sumber gambar: Art Agenda)
 

Bagi Peterson, merek kertas itu mungkin sebuah hal yang lucu. Sebab, bagaimana mungkin sebuah ikon pertunjukan teater tentang koboi di AS dan Eropa, dapat menjadi pilihan branding untuk kertas tembakau di Indonesia?

Namun, lentingan-lentingan pertanyaan itulah yang sepertinya ingin dibagi Peterson pada pengunjung. Sebagai ekspatriat, dia memang menyerap kehidupan masyarakat di sekitarnya. Pengalaman itu pun diracik menjadi peristiwa yang cukup estetik di ruang pamer.

Misalnya lewat karya berjudul Time Tension (keruing wood, etched mirror and modified plastic toy carriage, 29x57 cm, 2024). Dalam karya ini sang seniman membuat semacam kapstok cermin yang dilukis lanskap pegunungan serta bentangan sawahnya yang asri menggunakan tinta putih.

Uniknya, di depan cermin tersebut tutut dipacak mainan anak-anak dimodifikasi ulang oleh Peterson, sehingga menimbulkan ketaksaan makna. Mainan tersebut adalah dua gerobak yang ditarik berlawanan oleh kuda dan motor balap, sebagai bentuk tegangan masa silam dan sekarang.
 
Keunikan lain dari pameran ini adalah, sang seniman mengeksplorasi sepilihan material kayu terbakar yang kemudian dimaknai ulang olehnya. Misalnya, dalam karya berjudul Fallen (charcoalized fallen willow and broken mirror, 179x34x88 cm, 2021). Sepintas karya ini seolah merefleksikan sosok tubuh yang berusaha bangkit dari posisi tengkurap.
 

karya berjudul Fallen

karya Kurt D. Peterson berjudul Fallen (sumber gambar: Art Agenda)


Corak kayu terbakar yang hanya menyisakan arang, hingga pecahan cermin yang disusun membentuk bayangan kayu juga menghadirkan impresi visual yang autentik. Seperti elan untuk menghadapi dunia yang carut marut di tengah kemacetan, dan mengabarkan liyan bahwa tubuh masih kuat untuk menghantam dunia yang congkak.

Kurt mengatakan, gegar budayanya terhadap kemacetan dimulai pada suatu hari pada 2017. Saat itu, dia terjebak dalam kemacetan lalu lintas Jakarta, yang akhirnya membawanya pada sebuah kontemplasi. Kurt juga menceritakan hal ini dalam puisi berjudul Macet (Puisi Pagi untuk Jakarta) yang dipacak di pameran.

"Aku ingat pertama kali di suatu malam saat diajak keliling Jakarta oleh teman istriku. Di situlah aku merasakan apa yang disebut macet, dan aku menuliskannya sebagai sebuah kontemplasi dalam bentuk puisi," katanya.


Bukan Sekadar Macet

Kurator pameran Fajar Abadi mengatakan, baik secara tersurat maupun tersirat, pameran Macet merupakan kumpulan metafora visual yang kaya di dalam dunia yang terus bergerak semakin cepat. Ekshibisi ini juga menjelajahi dengan mendalam tentang berbagi bentuk macet yang dialami masyarakat sehari-hari.

Misalnya, terefleksi dalam karya berjudul Bebeks (clothes hanger, cable ties, clothes pin and kite string, 29x29 cm). Karya bertarikh 2024 yang terdiri dari sembilan objek bebek berbaris secara acak ini juga bisa merefleksikan bagaimana unggas itu memaknai macet secara lebih teratur dalam sebuah rombongan.

Sebagai seniman folk kontemporer, Kurt juga berkarya dengan cerita-cerita yang diserap dari kehidupan sehari-hari di Jakarta. Yaitu lewat fenomena kemacetan lalu lintas yang telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari,  lalu dituangkan dalam berbagai bentuk metafora visual, salah satunya Thirteen Wild Dogs (teak wood and wood stain, each approx, 6x9x1 cm, 2024).
 

karya Kurt D. Peterson berjudul Bebeks  (sumber gambar: Art Agenda)

karya Kurt D. Peterson berjudul Bebeks (sumber gambar: Art Agenda)


Fajar menjelaskan, Macet dalam tema pameran ini juga bukan hanya tentang berhentinya  aliran kendaraan atau hambatan fisik di jalan raya. Lebih dari itu, Peterson menurutnya melihat fenomena macet sebagai dongeng kompleks yang menceritakan tentang kebuntuan dalam pikiran perasaan, dan rohaniah manusia.

Baca juga: Hypereport: Memberi Nilai Bagi Banyak Orang Lewat Seni Rupa

Pameran ini juga mengundang pengunjung untuk melihat ke dalam diri sendiri, dan menghidupkan kembali ingatan-ingatan dalam mengurai kebuntuan. "Selain juga membayangkan ulang perjalanan dari suatu pemahaman dari titik muasal, yang pilihannya antara mundur atau melaju ke depan, hingga kembali ke titik nol," katanya.

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Review Anime Kimetsu No Yaiba Tutup Musim Kelima dengan Spektakuler

BERIKUTNYA

Reality Show Komedi LOL Indonesia Yang Ketawa Kalah Bakal Tayang 11 Juli 2024

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: