Hypereport: Memberi Nilai Bagi Banyak Orang Lewat Seni Rupa
22 April 2024 |
06:35 WIB
Perjuangan Raden Ajeng (R.A) Kartini dalam upayanya menciptakan kesetaraan antara wanita dan pria – tidak bisa dimungkiri – memberikan dampak yang luas sampai saat ini. Para perempuan Indonesia bisa berkarya dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara, termasuk melalui seni rupa.
Kini, para Kartini muda Indonesia pun mulai memainkan peran penting yang berusaha memberikan dampak positif terhadap sesama. Banyak wanita Indonesia menunjukkan kemampuan dan perannya dalam banyak hal yang sangat penting dalam kehidupan.
Salah satu di antaranya adalah seniman Hana Alfikih atau yang kerap dikenal dengan nama Hana Madness. Wanita yang lahir di Jakarta pada 1992 silam itu telah malang melintang di dunia seni rupa.
Dia telah mengerjakan berbagai macam proyek dengan skala internasional dan berinteraksi dengan banyak orang di luar negeri, tidak terbatas terhadap gender. Bagi Hana, semua yang dilakukan dan kebebasan yang diimiliki pada saat ini tidak terlepas dari peran seorang R.A Kartini pada masa lampau.
“Kalau tidak ada peran Kartini, mungkin saya tidak akan bisa jadi istri yang berkarya, jadi ibu yang juga berkarya atau bersuara menyuarakan keresahan-keresahan. Mungkin saya tidak bisa melakukan kegiatan di luar rumah, terus enggak akan bisa mengerjakan proyek internasional dengan lawan jenis,” ujarnya.
Baca juga: Hypereport: Deretan Perempuan Terkaya di Indonesia
Dalam berkarya, Hana kerap mengusung tema-tema yang berhubungan dengan kesehatan mental. Karya-karya yang dihasilkannya banyak berbicara tentang stigma, diskriminasi, disabilitas, keadilan, disability justice, dan sebagainya.
Semua karya itu merupakan hasil dari personal, dan sampai pada akhirnya menjadi universal lantaran pengalaman yang dimiliki terhubung dengan pengalaman banyak orang di luar sana meskipun presentasenya berbeda.
Ya, perjalanan karier Hana sebagai seorang seniman memiliki tantangan yang tidak mudah. Sebagai seorang wanita, perjalanan kariernya sangat struggling karena lingkungan keluarga yang kerap melarang pilihannya sebagai seniman.
Bukan tanpa alasan, larangan itu muncul mengingat seniman dipandang sebagai profesi yang tidak menjanjikan untuk kehidupan. Dia kerap tidak mendapatkan dukungan ketika berprestasi dalam bidang seni.
Tidak hanya itu, lingkungan keluarga juga menanamkan pesimisme dan pandangan negatif dalam dirinya dalam waktu yang tidak sebentar, yakni belasan tahun sampai akhirnya mendapatkan suami yang selalu mendukungnya.
Berbeda dengan orang tua, sang suami selalu memberikan dorongan dan kepercayaan agar Hana bisa terus mencapai potensi maksimalnya.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi informasi, konsistensi, serta suami yang mendukung dan memberikan nilai-nilai positif, orang tua yang pada awalnya menolak pada akhirnya dapat menerima profesinya.
Orang tua bisa mengetahui bahwa banyak content creator, seniman ilustrator, atau aktivis, bisa berdaya dengan apa yang diciptakan dan disuarakan.
Berperan sebagai seorang seniman, ibu, dan juga istri bukan perkara mudah - terlebih dia memiliki disabilitas mental. Namun, itu semua dapat dilaluinya dengan saling mengerti dan membantu dengan pasangan. Sang suami kerap mengerjakan tanggung jawab yang biasanya diemban oleh sang istri ketika ada kegiatan seperti menjadi pembicara atau harus melakukan pameran.
Selain itu, Hanya juga kerap memberikan dukungan terhadap sang suami yang bekerja, bersosialisasi dengan teman-temannya, dan sebagainya.
Dalam berkarier sebagai seorang seniman, bakat, kerja keras, dan passion merupakan faktor-faktor yang dapat menunjang kesuksesan. Namun, di luar itu semua, koneksi juga menjadi sangat penting dalam meraih kesuksesan.
Baginya, percuma jika seorang seniman jago membuat karya, tetapi hanya ada di depan laptop dan hanya dinikmati sendiri. Dia menilai lebih baik memiliki satu karakter yang menjadi signature-nya. Namun, individu itu memiliki jaringan yang luas baik secara luring maupun daring.
Kondisi tersebut akan membuat seseorang yang memiliki koneksi dan jaringan luas bisa sukses dalam berkarier. “Kamu punya koneksi dan apply funding sehingga ada yang ‘nyangkut’ satu dan merembet ke mana-mana. Kamu bisa menjadi besar,” katanya.
Kesempatan bisa terbuka dari koneksi dan relasi yang dibangun. Seorang seniman perlu saling mengapresiasi dengan sesama seniman lainnya, berbincang antara satu dengan lainnya, berdiskusi dengan kurator, memperkenalkan diri, dan sebagainya.
Baca juga: Hypereport: Mendorong Keterwakilan Perempuan & Menghapus Stigma Lewat Karya Film
Bagi Hana, makna sukes adalah ketika suara yang diutarakan bisa didengar. Karya yang dibuat bisa dilihat dan diapresiasi. Dengan kata lain, karya tersebut bisa memiliki nilai bagi orang di sekitar seperti keluarga dan juga banyak orang selain diri sendiri.
Contoh value dalam karya yang dibuatnya adalah pandangan pribadi terhadap diri sendiri dan banyak hal tentangnya sudah mengalami perubahan. Lewat seni, dia bertemu dengan banyak orang dan kelompok yang rentan terhadap kesehatan mental.
Pertemuan itu menghasilkan narasi-narasi yang dituangkan dalam karya. Pada gilirannya, karya itu dilihat oleh keluarga dan membuat hubungan yang terjalin menjadi lebih baik.
“Ternyata saya bisa bersuara, saya berdaya, saya punya tempat enggak hanya di nasional mungkin beberapa kali juga commission international dan ternyata ya keluarga aku akhirnya melihat. Dari situ, hubungan kami menjadi baik dan sangat harmonis,” ujarnya.
Pada saat ini, Hana memiliki cita-cita dan target yang ingin diraih dalam berkarya, yakni melakukan pameran tunggal di luar negeri. Kesempatan itu selalu ada, tetapi tantangan untuk melaksanakannya ada dalam diri sendiri.
Energi yang ada dalam diri kerap terkuras dengan disabilitas mental yang dimiliki dan hadapi setiap hari. Selain itu, dia juga memiliki target untuk dapat membawa sang buah hati ketika membuat project ke luar negeri.
Editor: Fajar Sidik
Kini, para Kartini muda Indonesia pun mulai memainkan peran penting yang berusaha memberikan dampak positif terhadap sesama. Banyak wanita Indonesia menunjukkan kemampuan dan perannya dalam banyak hal yang sangat penting dalam kehidupan.
Salah satu di antaranya adalah seniman Hana Alfikih atau yang kerap dikenal dengan nama Hana Madness. Wanita yang lahir di Jakarta pada 1992 silam itu telah malang melintang di dunia seni rupa.
Dia telah mengerjakan berbagai macam proyek dengan skala internasional dan berinteraksi dengan banyak orang di luar negeri, tidak terbatas terhadap gender. Bagi Hana, semua yang dilakukan dan kebebasan yang diimiliki pada saat ini tidak terlepas dari peran seorang R.A Kartini pada masa lampau.
“Kalau tidak ada peran Kartini, mungkin saya tidak akan bisa jadi istri yang berkarya, jadi ibu yang juga berkarya atau bersuara menyuarakan keresahan-keresahan. Mungkin saya tidak bisa melakukan kegiatan di luar rumah, terus enggak akan bisa mengerjakan proyek internasional dengan lawan jenis,” ujarnya.
Baca juga: Hypereport: Deretan Perempuan Terkaya di Indonesia
Dalam berkarya, Hana kerap mengusung tema-tema yang berhubungan dengan kesehatan mental. Karya-karya yang dihasilkannya banyak berbicara tentang stigma, diskriminasi, disabilitas, keadilan, disability justice, dan sebagainya.
Semua karya itu merupakan hasil dari personal, dan sampai pada akhirnya menjadi universal lantaran pengalaman yang dimiliki terhubung dengan pengalaman banyak orang di luar sana meskipun presentasenya berbeda.
Ya, perjalanan karier Hana sebagai seorang seniman memiliki tantangan yang tidak mudah. Sebagai seorang wanita, perjalanan kariernya sangat struggling karena lingkungan keluarga yang kerap melarang pilihannya sebagai seniman.
Bukan tanpa alasan, larangan itu muncul mengingat seniman dipandang sebagai profesi yang tidak menjanjikan untuk kehidupan. Dia kerap tidak mendapatkan dukungan ketika berprestasi dalam bidang seni.
Tidak hanya itu, lingkungan keluarga juga menanamkan pesimisme dan pandangan negatif dalam dirinya dalam waktu yang tidak sebentar, yakni belasan tahun sampai akhirnya mendapatkan suami yang selalu mendukungnya.
Berbeda dengan orang tua, sang suami selalu memberikan dorongan dan kepercayaan agar Hana bisa terus mencapai potensi maksimalnya.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi informasi, konsistensi, serta suami yang mendukung dan memberikan nilai-nilai positif, orang tua yang pada awalnya menolak pada akhirnya dapat menerima profesinya.
Orang tua bisa mengetahui bahwa banyak content creator, seniman ilustrator, atau aktivis, bisa berdaya dengan apa yang diciptakan dan disuarakan.
Berperan sebagai seorang seniman, ibu, dan juga istri bukan perkara mudah - terlebih dia memiliki disabilitas mental. Namun, itu semua dapat dilaluinya dengan saling mengerti dan membantu dengan pasangan. Sang suami kerap mengerjakan tanggung jawab yang biasanya diemban oleh sang istri ketika ada kegiatan seperti menjadi pembicara atau harus melakukan pameran.
Selain itu, Hanya juga kerap memberikan dukungan terhadap sang suami yang bekerja, bersosialisasi dengan teman-temannya, dan sebagainya.
Dalam berkarier sebagai seorang seniman, bakat, kerja keras, dan passion merupakan faktor-faktor yang dapat menunjang kesuksesan. Namun, di luar itu semua, koneksi juga menjadi sangat penting dalam meraih kesuksesan.
Baginya, percuma jika seorang seniman jago membuat karya, tetapi hanya ada di depan laptop dan hanya dinikmati sendiri. Dia menilai lebih baik memiliki satu karakter yang menjadi signature-nya. Namun, individu itu memiliki jaringan yang luas baik secara luring maupun daring.
Kondisi tersebut akan membuat seseorang yang memiliki koneksi dan jaringan luas bisa sukses dalam berkarier. “Kamu punya koneksi dan apply funding sehingga ada yang ‘nyangkut’ satu dan merembet ke mana-mana. Kamu bisa menjadi besar,” katanya.
Kesempatan bisa terbuka dari koneksi dan relasi yang dibangun. Seorang seniman perlu saling mengapresiasi dengan sesama seniman lainnya, berbincang antara satu dengan lainnya, berdiskusi dengan kurator, memperkenalkan diri, dan sebagainya.
Baca juga: Hypereport: Mendorong Keterwakilan Perempuan & Menghapus Stigma Lewat Karya Film
Bagi Hana, makna sukes adalah ketika suara yang diutarakan bisa didengar. Karya yang dibuat bisa dilihat dan diapresiasi. Dengan kata lain, karya tersebut bisa memiliki nilai bagi orang di sekitar seperti keluarga dan juga banyak orang selain diri sendiri.
Contoh value dalam karya yang dibuatnya adalah pandangan pribadi terhadap diri sendiri dan banyak hal tentangnya sudah mengalami perubahan. Lewat seni, dia bertemu dengan banyak orang dan kelompok yang rentan terhadap kesehatan mental.
Pertemuan itu menghasilkan narasi-narasi yang dituangkan dalam karya. Pada gilirannya, karya itu dilihat oleh keluarga dan membuat hubungan yang terjalin menjadi lebih baik.
“Ternyata saya bisa bersuara, saya berdaya, saya punya tempat enggak hanya di nasional mungkin beberapa kali juga commission international dan ternyata ya keluarga aku akhirnya melihat. Dari situ, hubungan kami menjadi baik dan sangat harmonis,” ujarnya.
Pada saat ini, Hana memiliki cita-cita dan target yang ingin diraih dalam berkarya, yakni melakukan pameran tunggal di luar negeri. Kesempatan itu selalu ada, tetapi tantangan untuk melaksanakannya ada dalam diri sendiri.
Energi yang ada dalam diri kerap terkuras dengan disabilitas mental yang dimiliki dan hadapi setiap hari. Selain itu, dia juga memiliki target untuk dapat membawa sang buah hati ketika membuat project ke luar negeri.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.