Gambaran polusi udara di Jakarta. (Sumber gambar : JIBI/Hypeabis/Fanny Kusumawardhani)

Warga Jabodetabek Berisiko Kena Masalah Mental Akibat Polusi Udara

01 July 2024   |   14:01 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Jakarta tidak bisa lepas dari polusi udara dalam beberapa waktu terakhir. Pagi ini, sekitar pukul 08.00 WIB, IQAir mencatat udara di Kota Jakarta masuk ke dalam peringkat empat kota paling berpolusi di dunia dengan konsentrasi PM2.5 sebesar 82 μg/m3 (kategori tidak sehat). Warga bisa melihat langsung betapa langit terlihat kelabu tertutup polusi. 

Hingga siang pukul 12.30, status udara di Jakarta masih merah alias tidak sehat. Konsentrasi PM2.5 turun sedikit, yakni sebesar 74,4 μg/m3 atau 14,9 kali lipat dari nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.  

Baca juga: Polusi Udara Bisa Picu Kasus Pubertas Dini pada Anak, Bagaimana Kaitannya?

Kualitas udara yang buruk tentu bisa berdampak pada kesehatan fisik, terutama terkait dengan pernapasan. Studi gabungan antara Nafas bersama Halodoc mengungkapkan terdapat risiko peningkatan kasus penyakit pernapasan sebesar 34 persen ketika terjadi kenaikan polusi PM2.5 sebesar 10 μg/m3. 

Kendati demikian, dampak polusi udara ternyata tidak hanya mempengaruhi kesehatan fisik, namun juga mental. Merujuk pada studi yang terbit pada PubMed Central, polusi udara berdampak pada berkurangnya tingkat kebahagiaan seseorang dan juga meningkatkan tingkat gejala depresi. 

Lebih lanjut, studi yang terbit pada jurnal Environmental Pollution juga mengungkapkan bahwa terdapat relevansi antara peningkatan risiko depresi dengan paparan jangka panjang terhadap PM2.5. Adapun PM 2.5 merupakan partikel polusi udara terkecil yang berbahaya bagi manusia karena partikel tersebut tidak dapat disaring oleh tubuh. 

Psikolog Patricia Elfira Vinny, mitra psikolog Halodoc menjelaskan, selain dapat menyebabkan dampak terhadap kesehatan fisik, paparan polutan udara secara jangka panjang dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, psikosis, dan bahkan demensia.

“Selain itu, terdapat juga indikasi bahwa anak-anak dan remaja yang terpapar polusi udara secara terus menerus pada tahap kritis perkembangan mental mereka, akan lebih berisiko mendapat masalah kesehatan mental di masa depan,” tutur Elfira dalam keterangannya, Senin (1/7/2024).

Risiko ini katanya akan jauh lebih mungkin dialami oleh masyarakat yang tinggal di kawasan metropolitan seperti Jabodetabek. Hal ini karena penduduk di kota metropolitan cenderung memiliki kondisi psikososial yang lebih kompleks. 

Sebut saja kemacetan yang dialami setiap hari di tengah kualitas udara yang buruk, hingga masalah finansial dan tekanan pekerjaan. “Ini menjadi faktor pendukung yang membuat masyarakat di wilayah metropolitan yang berpolusi udara tinggi lebih rentan terkena gangguan kesehatan mental,” imbuhnya.

Apabila polusi udara ini berlangsung secara terus menerus, maka jumlah penduduk di Indonesia yang mengalami gangguan kesehatan mental akan berpotensi terus meningkat. Saat ini, data dari Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan bahwa 1 dari 10 orang di Indonesia telah mengalami gangguan kesehatan mental. 

Di sisi lain, terdapat permintaan yang konsisten untuk layanan kesehatan mental di dalam platform Halodoc selama satu tahun terakhir. Psikolog Patricia menyebut ada beberapa gejala awal dari gangguan kesehatan mental, terutama gangguan depresi yang dapat dialami masyarakat.

Gejala gangguan mental tersebut antara lain menurunnya kemampuan berkonsentrasi, rasa tidak tenang, ketidakmampuan membuat keputusan, hingga gangguan tidur. Dalam jangka panjang, gangguan kesehatan mental akibat polusi udara yang tidak tertangani dengan baik juga berpotensi dapat menyebabkan bunuh diri. 

Studi National Bureau of Economic Research Cambridge mengungkapkan bahwa polusi udara meningkatkan jumlah kematian bunuh diri hingga 0,49 persen pada kasus bunuh diri harian setiap peningkatan 1 g/m3 PM2.5 harian. Oleh karena itu, Patricia menekankan pentingnya berkonsultasi dengan psikolog ataupun psikiater ketika merasa mengalami gejala-gejala awal dari gangguan kesehatan mental. 

“Untuk menjaga kesehatan mental di tengah kualitas udara yang buruk dan berbagai stressor lainnya, masyarakat diimbau tidak self-diagnose dan berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater supaya mendapatkan penanganan yang tepat,” tuturnya.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Cara Mudah Membuat Bubur Sumsum yang Lembut & Enak

BERIKUTNYA

Panduan Memilih Daging Segar & Berkualitas, Perhatikan Warnanya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: