Penyakit Jantung Mulai Didominasi Kalangan Muda, Ini Pentingnya Deteksi Dini
30 June 2024 |
10:30 WIB
Indonesia masih berjibaku melawan penyakit jantung. Pasalnya, penyakit yang menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia ini dikenal sebagai pembunuh diam-diam (silent killer). Sebutan silent killer ini tersemat pada penyakit jantung karena banyaknya temuan keterlambatan penanganan.
Data Riskesdas 2018 menunjukkan kasus kematian akibat penyakit jantung koroner di Indonesia didominasi oleh masyarakat kota pada usia produktif. Sekitar 15 dari 1.000 orang Indonesia disebut mengalami penyakit jantung.Hal ini terjadi diakibatkan oleh berbagai faktor pencetus.
Pada Survei Kesehatan Indonesia (2023), Kementerian Kesehatan RI menemukan temuan tingginya prevalensi penyakit hipertensi dan diabetes melainkan faktor risiko utama penyakit jantung dan pembuluh darah.
Baca juga: Waspadai Trigliserida, Lemak Darah yang Bisa Memicu Penyakit Jantung dan Strok
Apabila dibandingkan dengan Riskesdas 2018, SKI 2023 menunjukkan penurunan prevalensi hipertensi yang dilihat berdasarkan diagnosis dokter maupun pengukuran tekanan darah. Meski demikian, bukan berarti penyakit jantung mencatat tren yang aman. Sebab, hipertensi hanyalah sebagian kecil dari faktor pencetus terjadinya penyakit jantung. Dalam laporan terbaru tersebut, prevalensi penyakit jantung Indonesia berada pada angka 0,85% pada 2023.
Perilaku gaya hidup masyarakat yang tidak sehat, paparan lingkungan, dan peningkatan faktor risiko kesehatan merupakan faktor yang mendominasi kasus kematian akibat penyakit jantung di Indonesia. Pergeseran kasus kardiovaskuler pada kelompok usia lanjut ke kelompok usia muda juga mulai menjadi perhatian khusus.
Dokter Spesialis Jantung & Pembuluh Darah Johan Winata menjelaskan, penyakit jantung memiliki dampak yang signifikan bagi kelompok muda. Selain meningkatkan risiko kematian dini, penyakit jantung membuat terjadinya penurunan kualitas hidup, keterbatasan aktivitas fisik, dan risiko komplikasi penyakit yang lebih serius.
“Ini turut berdampak pada kesehatan mental dan meningkatkan beban finansial,” kata Johan.
Kelompok muda perlu memperketat upaya preventif seperti menerapkan gaya hidup sehat dan mengelola faktor risiko menjadi hal penting yang tak boleh dilewatkan. Johan menyarankan, kelompok usia muda dengan kesadaran kesehatan yang baik juga perlu melakukan pemeriksaan kesehatan jantung secara rutin demi mencegah risiko penyakit ini.
Semakin berkembangnya teknologi, upaya deteksi dini harusnya makin mudah dilakukan. Dalam dunia medis, pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) mulai banyak diterapkan untuk metode preventif kesehatan. Meski demikian, teknologi tidak serta merta menyingkirkan kerja dokter dalam mendiagnosis. Teknologi bisa membantu dokter dalam menegakkan diagnosis menjadi lebih efektif dan efisien.
Misalnya, salah satu teknologi deteksi gangguan jantung yang cukup mutakhir, The New Revolutionary CT Scan 512 Slice with AI digunakan untuk mendeteksi plak di pembuluh darah yang bisa menyebabkan penyakit jantung.
Teknologi yang sudah ada di RS Pondok Indah - Puri Indah ini akan mendeteksi plak yang membantu dokter untuk selanjutnya mengevaluasi struktur jaringan anatomi jantung dengan basis pencitraan kondisi pembuluh darah pasien secara detail.
Teknologi ini diunggulkan karena hanya membutuhkan waktu yang cepat yakni 0,23 detik saja. Waktu tersebut setara dengan 1-beat cardiac atau 1 degupan jantung. Waktu singkat ini bisa membuat pasien lebih nyaman dalam pemeriksaan jantung, termasuk pemeriksaan aritmia. Keunggulan lainnya, pemeriksaan ini sudah dapat dilakukan tanpa pasien perlu mengonsumsi obat beta blocker atau penstabil denyut jantung.
Dokter Spesialis Radiologi Rumah Sakit Pondok Indah - Puri Indah Kanovnegara menyebutkan, selain mendapat pengalaman scan time yang lebih cepat, pasien juga akan mendapat dosis radiasi yang lebih rendah dan dosis cairan kontras yang lebih sedikit.
“Keunggulan ini memberikan kesempatan kepada pasien dengan beragam kondisi untuk dapat melakukan pemeriksaan CT Scan dengan lebih nyaman,” kata Kanovnegara.
Kanovnegara menjelaskan, teknologi ini juga menjadi jawaban dari kebutuhan pasien yang sebelumnya tidak bisa melakukan pemeriksaan pencitraan karena berbagai alasan, seperti skor kalsium yang tinggi, adanya gangguan ginjal, pasien obesitas, gangguan irama jantung, hingga pasien yang memiliki riwayat pemasangan ring jantung. Kini, pasien kondisi medis penyerta tersebut tetap bisa menjalankan pemeriksaan CT Scan dengan lebih aman dan nyaman.
Lebih lanjut, teknologi berbasis AI ini dapat mengoreksi gerakan sehingga pasien bisa mendapatkan gambaran jantung yang presisi. Pencitraan visual dengan resolusi tinggi akan berguna untuk meningkatkan akurasi diagnosis dokter yang mencitra klasifikasi arteri koroner, plak, atau bagi pasien yang pernah dipasangi ring jantung.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Data Riskesdas 2018 menunjukkan kasus kematian akibat penyakit jantung koroner di Indonesia didominasi oleh masyarakat kota pada usia produktif. Sekitar 15 dari 1.000 orang Indonesia disebut mengalami penyakit jantung.Hal ini terjadi diakibatkan oleh berbagai faktor pencetus.
Pada Survei Kesehatan Indonesia (2023), Kementerian Kesehatan RI menemukan temuan tingginya prevalensi penyakit hipertensi dan diabetes melainkan faktor risiko utama penyakit jantung dan pembuluh darah.
Baca juga: Waspadai Trigliserida, Lemak Darah yang Bisa Memicu Penyakit Jantung dan Strok
Apabila dibandingkan dengan Riskesdas 2018, SKI 2023 menunjukkan penurunan prevalensi hipertensi yang dilihat berdasarkan diagnosis dokter maupun pengukuran tekanan darah. Meski demikian, bukan berarti penyakit jantung mencatat tren yang aman. Sebab, hipertensi hanyalah sebagian kecil dari faktor pencetus terjadinya penyakit jantung. Dalam laporan terbaru tersebut, prevalensi penyakit jantung Indonesia berada pada angka 0,85% pada 2023.
Perilaku gaya hidup masyarakat yang tidak sehat, paparan lingkungan, dan peningkatan faktor risiko kesehatan merupakan faktor yang mendominasi kasus kematian akibat penyakit jantung di Indonesia. Pergeseran kasus kardiovaskuler pada kelompok usia lanjut ke kelompok usia muda juga mulai menjadi perhatian khusus.
Dokter Spesialis Jantung & Pembuluh Darah Johan Winata menjelaskan, penyakit jantung memiliki dampak yang signifikan bagi kelompok muda. Selain meningkatkan risiko kematian dini, penyakit jantung membuat terjadinya penurunan kualitas hidup, keterbatasan aktivitas fisik, dan risiko komplikasi penyakit yang lebih serius.
“Ini turut berdampak pada kesehatan mental dan meningkatkan beban finansial,” kata Johan.
Kelompok muda perlu memperketat upaya preventif seperti menerapkan gaya hidup sehat dan mengelola faktor risiko menjadi hal penting yang tak boleh dilewatkan. Johan menyarankan, kelompok usia muda dengan kesadaran kesehatan yang baik juga perlu melakukan pemeriksaan kesehatan jantung secara rutin demi mencegah risiko penyakit ini.
Semakin berkembangnya teknologi, upaya deteksi dini harusnya makin mudah dilakukan. Dalam dunia medis, pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) mulai banyak diterapkan untuk metode preventif kesehatan. Meski demikian, teknologi tidak serta merta menyingkirkan kerja dokter dalam mendiagnosis. Teknologi bisa membantu dokter dalam menegakkan diagnosis menjadi lebih efektif dan efisien.
Misalnya, salah satu teknologi deteksi gangguan jantung yang cukup mutakhir, The New Revolutionary CT Scan 512 Slice with AI digunakan untuk mendeteksi plak di pembuluh darah yang bisa menyebabkan penyakit jantung.
Teknologi yang sudah ada di RS Pondok Indah - Puri Indah ini akan mendeteksi plak yang membantu dokter untuk selanjutnya mengevaluasi struktur jaringan anatomi jantung dengan basis pencitraan kondisi pembuluh darah pasien secara detail.
Teknologi ini diunggulkan karena hanya membutuhkan waktu yang cepat yakni 0,23 detik saja. Waktu tersebut setara dengan 1-beat cardiac atau 1 degupan jantung. Waktu singkat ini bisa membuat pasien lebih nyaman dalam pemeriksaan jantung, termasuk pemeriksaan aritmia. Keunggulan lainnya, pemeriksaan ini sudah dapat dilakukan tanpa pasien perlu mengonsumsi obat beta blocker atau penstabil denyut jantung.
Dokter Spesialis Radiologi Rumah Sakit Pondok Indah - Puri Indah Kanovnegara menyebutkan, selain mendapat pengalaman scan time yang lebih cepat, pasien juga akan mendapat dosis radiasi yang lebih rendah dan dosis cairan kontras yang lebih sedikit.
“Keunggulan ini memberikan kesempatan kepada pasien dengan beragam kondisi untuk dapat melakukan pemeriksaan CT Scan dengan lebih nyaman,” kata Kanovnegara.
Kanovnegara menjelaskan, teknologi ini juga menjadi jawaban dari kebutuhan pasien yang sebelumnya tidak bisa melakukan pemeriksaan pencitraan karena berbagai alasan, seperti skor kalsium yang tinggi, adanya gangguan ginjal, pasien obesitas, gangguan irama jantung, hingga pasien yang memiliki riwayat pemasangan ring jantung. Kini, pasien kondisi medis penyerta tersebut tetap bisa menjalankan pemeriksaan CT Scan dengan lebih aman dan nyaman.
Lebih lanjut, teknologi berbasis AI ini dapat mengoreksi gerakan sehingga pasien bisa mendapatkan gambaran jantung yang presisi. Pencitraan visual dengan resolusi tinggi akan berguna untuk meningkatkan akurasi diagnosis dokter yang mencitra klasifikasi arteri koroner, plak, atau bagi pasien yang pernah dipasangi ring jantung.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.