Sanggar Bumi Tarung merupakan sebuah komunitas perupa yang didirikan pada tahun 1961 di Gampingan, Yogyakarta (sumber gambar: Hypeabis.id/Himawan L Nugraha)

Cek 5 Karya Perlawanan 'Terakhir' Sanggar Bumi Tarung dalam Pameran Sampai Batas Tarung

24 June 2024   |   16:57 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Sanggar Bumi Tarung (SBT), sanggar yang telah mengukir sejarah panjang dalam dunia seni rupa Indonesia kembali menggelar pameran. Mengangkat tajuk Sampai Batas Tarung, ekshibisi ini dihelat di Museum dan Cagar Budaya Unit Galeri Nasional Indonesia (GNI) pada 21 Juni-12 Juli 2024. 

Menjadi pameran ke-5, ekshibisi ini diperkirakan bakal menjadi pameran terakhir Sanggar Bumi Tarung. Sebab, sebagian besar pelukis anggota sanggar berhaluan kiri itu sudah meninggal. Kini, Sanggar Bumi Tarung hanya menyisakan dua anggota, yakni Misbach Tamrin (83), dan Gumelar (81). 

Sanggar Bumi Tarung merupakan sebuah komunitas perupa yang didirikan pada 1961 di Gampingan, Yogyakarta. Para anggotanya terdiri dari mahasiswa-mahasiswa ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia), seperti Amrus Natalsya, Misbach Tamrin, Djoko Pekik, NG Sembiring, Isa Hassanda, dan perupa lainnya. 

Baca juga: Pameran Seni Sanggar Bumi Tarung Resmi Dibuka di Galeri Nasional

Secara organisasi, Sanggar Bumi Tarung disebut berkaitan dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Oleh karena itu, setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965, anggota-anggota sanggar tersebut ditangkap dan dipenjarakan karena dianggap terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). 

Sesuai dengan ideologi yang mereka yakini, mayoritas karya pelukis anggota sanggar itu bercorak realis, dan mengisahkan tentang rakyat kecil yang terpinggirkan. Sebelum berkarya, para anggota Sanggar Bumi Tarung kerap melakukan metode turun ke bawah (turba) untuk melihat secara langsung kondisi masyarakat.

"Amrus Natalsya sebagai pendiri Sanggar Bumi Tarung pernah mengatakan pada saya setelah [kami] bebas dari tahanan. Kalau kawan-kawan tidak melukiskan pengalaman penderitaan [rakyat] pada masa rezim orde baru, lebih baik jadi kambing saja," kata Misbach Tamrin. 

Lantas, seperti apa saja karya-karya pada pameran 'terakhir' Sanggar Bumi Tarung di Galeri Nasional Indonesia? Dihimpun Hypeabis.id selama mengunjungi pameran, berikut 5 di antaranya yang pantang untuk dilewatkan. 
 

1. Diskusi dalam Sanggar Bumi Tarung 

Karya Diskusi dalam Bumi Tarung (cat minyak pada kanvas, 150x200 cm) (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Karya Diskusi dalam Bumi Tarung (cat minyak pada kanvas, 150x200 cm) (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Lukisan ini merupakan salah satu ikon Sanggar Bumi Tarung. Dibuat Misbach Tamrin pada 2009, karya menggunakan media cat minyak di atas kanvas berukuran 150x200 cm itu menggambarkan sebagian besar anggota sanggar yang sedang berdiskusi. Di depan tempat duduk mereka tersuguh, cangkir, teko, dan dua buku, yang kemungkinan besar karya Pramoedya Ananta Toer.

Keunikan lain dari lukisan ini adalah adanya latar belakang karya-karya dari anggota sanggar yang mewarnai sejarah seni rupa Indonesia. Beberapa di antaranya seperti lukisan Berburu Celeng (1998) dari Djoko Pekik, lukisan Peristiwa Jengkol (1961) karya Amrus Natalsya, dan potret-potret peristiwa keseharian masyarakat yang dilukis oleh mereka. 
 

2. Perkampungan Petani

Perkampungan Petani merupakan lukisan kayu karya Amrus Natalsya. Namun, alih-alih hanya melukis, dalam karya berdimensi 84x245 cm itu, Amrus juga memahat kayu tersebut sehingga menghadirkan relief yang unik, yaitu menggambarkan suasana di pedesaan dengan suasana yang guyub, dan masyarakat saling bergotong royong. 
 

Lukisan kayu Perkampungan Petani karya Amrus Natalsya (

Lukisan kayu Perkampungan Petani karya Amrus Natalsya (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Dibuat pada 2017, citra gambar yang dibuat Amrus juga sangat naratif, sehingga memberi gambaran cerita yang utuh. Di dalamnya tampak berbagai adegan yang saling berkait, petani yang mengairi sawah, polisi dan bidan yang bercengkrama dengan masyarakat, hingga suasana pasar yang riuh dan hangat.

Dari era pengkaryaan, lukisan kayu Amrus dimulai pada 1973 setelah dia bebas dari penjara. Ihwal pembuatan karya ini terjadi saat karya-karya patung dan lukisannya takut dikoleksi publik lantaran berstatus sebagai eks tapol. Namun, di sinilah Amrus justru menemukan ciri khas karya-karya lukisannya yang bergaya pecinan. 
 

3. Kerja dan Matahari

Kerja dan Matahari merupakan karya Misbach yang menggambarkan kegiatan para tahanan politik saat dipaksa membangun jalan di Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan. Dibuat pada 2016, lukisan menggunakan media cat minyak pada kanvas berukuran 100x140 cm itu menampilkan kenangannya saat menjadi tapol selama 13 tahun tanpa pengadilan.
 

karya berjudul Kerja dan Matahari (cat minyak pada kanvas, 100x140 cm, 2016)

Karya berjudul Kerja dan Matahari (cat minyak pada kanvas, 100x140 cm, 2016) (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Misbach menuturkan, saat itu dia sempat dipekerjakan bersama sekitar 80 tahanan politik lain untuk membangun pengerasan jalan. Namun dia hanya melakoni pekerjaan tersebut selama empat tahun. Saat tentara mengetahui dia bisa melukis, dia dimasukkan ke dalam sel tahanan yang tidak dipekerjakan, dan diminta untuk melukis. 

"Setelah itu saya lebih banyak diminta untuk membuat karya-karya yang nantinya dijual keluar. Hasilnya dibagi antara aparat yang menahan kami dengan saya, untuk beli gula, rokok, dan sebagainya," katanya. 
 

4. Pasar Ikan di Pantai

Karya Amrus Natalsya berjudul Pasar Ikan di Pantai (cat minyak pada kanvas, 130x190 cm, 2020)

Karya Amrus Natalsya berjudul Pasar Ikan di Pantai (cat minyak pada kanvas, 130x190 cm, 2020) (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Dibuat Amrus Natalsya pada 2020, lukisan berdimensi 130x190cm menggunakan media cat minyak pada kanvas ini menampilkan potret keriuhan pasar ikan di sebuah pantai pada pagi hari. Tampak para pedagang ikan, tengkulak, dan pembeli saling bernegosiasi untuk membawa pulang hasil tangkapan nelayan yang ada di lima keranjang besar yang terbuat dari bambu.

Selama hidupnya (1933-2024), Amrus memang banyak menggambar suasana kerakyatan, khususnya lukisan yang bertema pasar. Beberapa di antaranya adalah Pasar di Pantai (2010) yang dibuat menggunakan teknik tatah di atas kayu, kemudian Pasar di Tepi kali Cisadane (2004), Pasar Jembatan Besi (2005), dan masih banyak lagi. 
 

5. Pak Moyo Berkisah di Bawah Purnama

Ini merupakan lukisan karya Misbach Tamrin saat melakukan aksi turba di Pantai Trisik, Kulon Progo, Yogyakarta pada 1963. Saat itu, dia datang bersama seniman-seniman sesama anggota Sanggar Bumi Tarung untuk mencerap secara langsung apa yang terjadi di masyarakat, untuk kemudian dibuat sebagai inspirasi karya. 
 

ahah

Lukisan berjudul Pak Moyo Berkisah di Bawah Purnama. (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Arkian, dia bertemu Pak Moyo, seorang petani yang tanahnya dirampas oleh tuan tanah sehingga tidak memiliki alat kerja untuk berproduksi. Momen kisah tersebut dilukiskan Misbach dengan realistis, terutama saat pak Moyo menceritakan apa yang dialaminya dengan wajah murung di depan belasan anggota sanggar yang duduk melingkari api unggun di tepi pantai. 

Baca juga: Pameran Betawi Punyé Gayé Bakal Hadirkan Lukisan Pergumulan Budaya di Jakarta

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Mengenal Festival Midsommar, Banyak Jadi Inspirasi Lagu sampai Film

BERIKUTNYA

5 Kiat Merakit PC Gaming Agar Terlihat Rapi dan Berfungsi Baik

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: