Mengenang Amrus Natalsya, Seniman Realisme Sosialis Pendiri Sanggar Bumi Tarung
01 February 2024 |
13:41 WIB
Publik seni mengasosiasikan Amrus Natalsya sebagai salah satu pendiri Sanggar Bumi Tarung, yaitu kelimun seniman dengan pengaruh besar dalam perkembangan seni di Indonesia. Saat mendengar namanya, pikiran pertama yang muncul dari penikmat seni tentu saja kredo seni untuk rakyat.
Selama lebih lima dekade bergelut di kesenian, Amrus telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan di bidang seni rupa. Dia berhasil mengagitasi khalayak seni dengan karya-karyanya yang progresif, dan kelak menandai babak baru perjalanan sejarah seni rupa Indonesia modern.
Tak hanya itu, tema-tema sosial dan kesulitan hidup sehari-hari kalangan akar rumput juga kerap menjadi fokus karya-karya Amrus. Misalnya, terepresentasi lewat patung berjudul Orang Buta yang Terlupakan, yang dibeli Presiden Sukarno dalam Lustrum Pertama Asri di Sono Budoyo, Yogyakarta pada 1955.
Baca juga: Profil dan Kiprah Djoko Pekik, Seniman Kelas Dunia dari Yogyakarta
Keberhasilan tersebut tak ayal mulai melambungkan nama Amrus dan kian memantapkannya untuk menapaki jalur seni. Bahkan, Presiden Soekarno juga mengoleksi karya-karya Amrus lain meski sempat disingkirkan Orba, termasuk Lukisan Kawan-kawanku (1957), yang terhimpun dalam buku Koleksi Lukisan Patung Presiden RI Sukarno Seri III.
Arkian, karya-karya Amrus kerap ditampilkan dalam berbagai ekshibisi. Seperti Pameran tunggal di Taman Merdeka Utara, Jakarta (1955); Pameran Lukisan di Wina, Austria (1955); Pameran "Konferensi Asia Afrika" di Bandung (1955); Pameran Bersama mahasiswa ASRI (1961-1963); Pameran Tunggal di Galeri Lontar, Jakarta (1995) dan sebagainya.
Perjalanan Amrus kemudian mempertemukannya dengan beberapa seniman lain dari ASRI, di antaranya seperti Isa Hasanda, Misbach Thamrin, dan Djoko Pekik yang juga memiliki kecenderungan yang sama dalam memandang kesenian lewat kredo realisme sosialis.
Pada 1961, empat sekawan itu akhirnya mendirikan Lembaga Seni bernama Sanggar Bumi Tarung, yang berafiliasi dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Amrus, sebagai nahkoda Sanggar Bumi Tarung juga banyak memberikan pengaruh besar dalam perkembangan seni di Indonesia pada masa itu.
Mengutip data repositori Kemdikbud 50 tahun Sanggar Bumi Tarung, lembaga ini memang memiliki etos realisme dan romantisme revolusioner. Kelak, etos inilah yang juga menjadi counter culture untuk menghadapi pendangkalan dan pelumpuhan kebudayaan nasional terutama untuk memenangkan revolusi.
Namun, karena keterlibatannya dengan PKI, Amrus menjadi tahanan politik setelah pecah tragedi 1965. Amrus yang sempat kabur ke Jakarta, tapi ditangkap dalam Operasi Kalong pada 1968 di rumah di Grogol, Jakarta Barat."Jam 12 malam rumah saya digedor. Saat anak-anak tidur, saya diseret ke markas dan tak pernah kembali,"kata Amrus.
Penangkapan Amrus juga bebarengan dengan Isa Hasanda, Adrianus Gumelar, dan Dj. M. Gultom, yang aktif di Sanggar Bumi Tarung hingga dibebaskan pada 1973. Hal ini tak ayal membuatnya kesulitan untuk berpartisipasi dalam kegiatan seni selama beberapa waktu, atau sebelum reformasi bergolak pada 1998.
Pada 2008, Amrus bersama dengan beberapa seniman yang sebelumnya aktif di Sanggar Bumi Tarung mengadakan Pameran Seni Rupa ke-2 di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta. Pameran ini menjadi momen penting dalam mengangkat kembali karya-karya mereka dan menunjukkan eksistensi mereka setelah melalui masa kesulitan.
Namun, jalan pedang kesenian Amrus harus berakhir pada Rabu (31/1/24) pada umur 91 tahun. Kabar kepergiannya pun diwartakan kurator seni, salah satunya Asikin Hasan lawat laman Instagramnya. "Amrus Natalsya adalah perupa yang memenuhi bidang kanvas , lukisan , kau, dan patungnya dengan cerita orang-orang kecil," tulisnya.
Selama hidupnya, Amrus juga telah melakukan pameran baik di dalam dan luar negeri. Karya-karyanya juga telah dikoleksi pemerintah kota Jeddah, Arab Saudi dan kolektor berkelas lain. Tak hanya itu, lewat prestasinya yang luar biasa, namanya pun akan tetap dikenang meski dia telah tiada. Selamat jalan Amrus.
Baca juga: Obituari Pelukis Hardi, Seniman Progresif dengan Karya Fenomenal
Editor: Puput Ady Sukarno
Selama lebih lima dekade bergelut di kesenian, Amrus telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan di bidang seni rupa. Dia berhasil mengagitasi khalayak seni dengan karya-karyanya yang progresif, dan kelak menandai babak baru perjalanan sejarah seni rupa Indonesia modern.
Kiprah Amrus
Lahir di Medan, Sumatera Utara pada 21 Oktober 1933, Amrus memulai pendidikan seni di ASRI Yogyakarta pada dekade 1950-an. Dalam perjalanan kreatifnya, Amris juga dikenal karena gaya melukisnya yang menggabungkan teknik memahat dengan elemen khas batak, dengan citra realisme.Tak hanya itu, tema-tema sosial dan kesulitan hidup sehari-hari kalangan akar rumput juga kerap menjadi fokus karya-karya Amrus. Misalnya, terepresentasi lewat patung berjudul Orang Buta yang Terlupakan, yang dibeli Presiden Sukarno dalam Lustrum Pertama Asri di Sono Budoyo, Yogyakarta pada 1955.
Baca juga: Profil dan Kiprah Djoko Pekik, Seniman Kelas Dunia dari Yogyakarta
Keberhasilan tersebut tak ayal mulai melambungkan nama Amrus dan kian memantapkannya untuk menapaki jalur seni. Bahkan, Presiden Soekarno juga mengoleksi karya-karya Amrus lain meski sempat disingkirkan Orba, termasuk Lukisan Kawan-kawanku (1957), yang terhimpun dalam buku Koleksi Lukisan Patung Presiden RI Sukarno Seri III.
Arkian, karya-karya Amrus kerap ditampilkan dalam berbagai ekshibisi. Seperti Pameran tunggal di Taman Merdeka Utara, Jakarta (1955); Pameran Lukisan di Wina, Austria (1955); Pameran "Konferensi Asia Afrika" di Bandung (1955); Pameran Bersama mahasiswa ASRI (1961-1963); Pameran Tunggal di Galeri Lontar, Jakarta (1995) dan sebagainya.
Perjalanan Amrus kemudian mempertemukannya dengan beberapa seniman lain dari ASRI, di antaranya seperti Isa Hasanda, Misbach Thamrin, dan Djoko Pekik yang juga memiliki kecenderungan yang sama dalam memandang kesenian lewat kredo realisme sosialis.
Sanggar Bumi Tarung
Pada 1961, empat sekawan itu akhirnya mendirikan Lembaga Seni bernama Sanggar Bumi Tarung, yang berafiliasi dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Amrus, sebagai nahkoda Sanggar Bumi Tarung juga banyak memberikan pengaruh besar dalam perkembangan seni di Indonesia pada masa itu.Mengutip data repositori Kemdikbud 50 tahun Sanggar Bumi Tarung, lembaga ini memang memiliki etos realisme dan romantisme revolusioner. Kelak, etos inilah yang juga menjadi counter culture untuk menghadapi pendangkalan dan pelumpuhan kebudayaan nasional terutama untuk memenangkan revolusi.
Namun, karena keterlibatannya dengan PKI, Amrus menjadi tahanan politik setelah pecah tragedi 1965. Amrus yang sempat kabur ke Jakarta, tapi ditangkap dalam Operasi Kalong pada 1968 di rumah di Grogol, Jakarta Barat."Jam 12 malam rumah saya digedor. Saat anak-anak tidur, saya diseret ke markas dan tak pernah kembali,"kata Amrus.
Penangkapan Amrus juga bebarengan dengan Isa Hasanda, Adrianus Gumelar, dan Dj. M. Gultom, yang aktif di Sanggar Bumi Tarung hingga dibebaskan pada 1973. Hal ini tak ayal membuatnya kesulitan untuk berpartisipasi dalam kegiatan seni selama beberapa waktu, atau sebelum reformasi bergolak pada 1998.
Pada 2008, Amrus bersama dengan beberapa seniman yang sebelumnya aktif di Sanggar Bumi Tarung mengadakan Pameran Seni Rupa ke-2 di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta. Pameran ini menjadi momen penting dalam mengangkat kembali karya-karya mereka dan menunjukkan eksistensi mereka setelah melalui masa kesulitan.
Amrus Berpulang
Di balik sikap kritisnya, Amrus juga telah membuat karya-karya lukis dan patung populer di Indonesia yang saat ini terus diburu kolektor. Salah satunya yang terkenal adalah lukisan berjudul Diskusi di sanggar Bumi Tarung (2008) yang sempat dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia.Namun, jalan pedang kesenian Amrus harus berakhir pada Rabu (31/1/24) pada umur 91 tahun. Kabar kepergiannya pun diwartakan kurator seni, salah satunya Asikin Hasan lawat laman Instagramnya. "Amrus Natalsya adalah perupa yang memenuhi bidang kanvas , lukisan , kau, dan patungnya dengan cerita orang-orang kecil," tulisnya.
Selama hidupnya, Amrus juga telah melakukan pameran baik di dalam dan luar negeri. Karya-karyanya juga telah dikoleksi pemerintah kota Jeddah, Arab Saudi dan kolektor berkelas lain. Tak hanya itu, lewat prestasinya yang luar biasa, namanya pun akan tetap dikenang meski dia telah tiada. Selamat jalan Amrus.
Baca juga: Obituari Pelukis Hardi, Seniman Progresif dengan Karya Fenomenal
Editor: Puput Ady Sukarno
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.