Amrus Natalsya di Mata Seniman & Kolektor Seni Syakieb Sungkar
01 February 2024 |
15:30 WIB
Kabar duka menyelimuti dunia seni Indonesia. Amrus Natalsya, salah satu perupa legendaris Indonesia meninggal dunia pada Rabu (31/1/2024). Kepergiannya menyisakan luka yang mendalam, tak hanya bagi keluarga yang ditinggalkan tapi juga para seniman hingga tokoh publik dalam negeri.
Berdasarkan informasi yang diterima Hypeabis.id, Amrus mengembuskan napas terakhir pada pukul 19.30 WIB di rumah putranya, di Cibinong, Jawa Barat. Saat ini jenazah sang seniman telah dimakamkan di tempat pemakaman umum pada pukul 10.00 WIB pada Kamis (1/2/2024).
Baca juga: Mengenang Amrus Natalsya, Seniman Realisme Sosialis Pendiri Sanggar Bumi Tarung
Kabar kematian pelopor Sanggar Bumi Tarung itu juga disampaikan oleh sejumlah seniman dan kurator Tanah Air. Salah satunya kurator Asikin Hasan. "Amrus Natalsya adalah perupa yang memenuhi bidang kanvas , lukisan , kayu, dan patungnya dengan cerita orang-orang kecil," tulis Asikin di akun Instagram-nya.
Seniman sekaligus kolektor Syakieb Sungkar juga menyampaikan duka cita yang mendalam atas kepergian sang maestro. Di mata Syakieb, Amrus adalah sosok seniman yang sadar bagaimana cara memvisualkan realitas kehidupan kalangan akar rumput. Bahkan dia menyebutnya sebagai Sukarnois sejati.
"Pada pameran mahasiswa di Museum Sonobudoyo, patung kayunya yang diberi judul Seorang Buta yang Terlupakan dibeli oleh presiden Soekarno. Di sanalah pertautan dan kecintaannya kepada Sukarno bermula," papar Syakieb.
Di mata Syakieb, Amrus juga dikenal sebagai sosok yang keras dan teguh dalam memperjuangkan kehendak rakyat. Hal itu pun banyak terepresentasi lewat lukisan atau karya-karya patungnya yang dibuat dengan melakukan riset langsung ke masyarakat lewat slogan Turba alias turun ke bawah.
Menurutnya, memang sempat 'mengerem' untuk bersikap kritis pada masa Orde Baru, dan beralih pada karya-karya patung dengan nuansa etnik Tionghoa. Namun, setelah kekuasaan Soeharto tumbang pada 1998, Amrus kembali berkutat pada karya-karya dengan tema keadilan, atau kembali pada wujud yang selama ini menjadi etos kerjanya.
"Setelah dibebaskan dari penjara pada tahun 1973, dia bekerja di Pasar Seni Ancol. Tetapi karyanya tidak lagi politis. Sebagian besar menggambarkan suasana pecinaan dalam medium relief kayu, yang menjadi sangat populer di kalangan kolektor," imbuhnya.
Koleksi Lukisan Peristiwa Jengkol
Menurut Syakieb, salah satu momentum penting dari masa hidup Amrus adalah saat dia bersama Misbach Tamrin, Kuslan Budiman, dan Adrianus Gumelar, mendirikan bengkel seni Bumi Tarung di Jakarta pada 1961. Pada saat yang sama, dia juga mengikuti kegiatan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang berada di bawah naungan Partai Komunis Indonesia.
Sebagai kolektor, dia pun memiliki salah satu karya Amrus yang dibuat pada periode ini, yakni lukisan berjudul Peristiwa Jengkol (1961). Secara umum, lukisan tersebut menggambarkan perjuangan petani di desa Jengkol mempertahankan tanahnya dari buldoser, lewat objek seperti roda kendaraan tank, ibu yang terkapar, serta petani yang menahan bayonet tentara.
Syahdan, Syakieb juga sempat bertemu kembali dengan Amrus pada 2017, dan sang seniman menanyakan kabar lukisan tersebut padanya. Saat itu kondisi sang seniman sudah tidak lagi sehat dan tangkas seperti sebelumnya. Bahkan, dia lebih banyak terdiam dengan pandangan mata yang nanar.
Saat itu, Amrus juga sempat menawarkan untuk menukar lukisan berukuran dua meter itu dengan 10 karyanya yang baru dengan ukuran yang sama. "Permintaan itu saya tolak, karena karya-karya barunya tidak lagi seheroik lukisan buatan tahun 1961 itu," terangnya.
Baca juga: Djoko Pekik di Mata Seniman Eko Nugroho: Sosok yang Mau Ngemong Semua Generasi
Editor: Dika Irawan
Berdasarkan informasi yang diterima Hypeabis.id, Amrus mengembuskan napas terakhir pada pukul 19.30 WIB di rumah putranya, di Cibinong, Jawa Barat. Saat ini jenazah sang seniman telah dimakamkan di tempat pemakaman umum pada pukul 10.00 WIB pada Kamis (1/2/2024).
Baca juga: Mengenang Amrus Natalsya, Seniman Realisme Sosialis Pendiri Sanggar Bumi Tarung
Kabar kematian pelopor Sanggar Bumi Tarung itu juga disampaikan oleh sejumlah seniman dan kurator Tanah Air. Salah satunya kurator Asikin Hasan. "Amrus Natalsya adalah perupa yang memenuhi bidang kanvas , lukisan , kayu, dan patungnya dengan cerita orang-orang kecil," tulis Asikin di akun Instagram-nya.
Seniman sekaligus kolektor Syakieb Sungkar juga menyampaikan duka cita yang mendalam atas kepergian sang maestro. Di mata Syakieb, Amrus adalah sosok seniman yang sadar bagaimana cara memvisualkan realitas kehidupan kalangan akar rumput. Bahkan dia menyebutnya sebagai Sukarnois sejati.
"Pada pameran mahasiswa di Museum Sonobudoyo, patung kayunya yang diberi judul Seorang Buta yang Terlupakan dibeli oleh presiden Soekarno. Di sanalah pertautan dan kecintaannya kepada Sukarno bermula," papar Syakieb.
Di mata Syakieb, Amrus juga dikenal sebagai sosok yang keras dan teguh dalam memperjuangkan kehendak rakyat. Hal itu pun banyak terepresentasi lewat lukisan atau karya-karya patungnya yang dibuat dengan melakukan riset langsung ke masyarakat lewat slogan Turba alias turun ke bawah.
Menurutnya, memang sempat 'mengerem' untuk bersikap kritis pada masa Orde Baru, dan beralih pada karya-karya patung dengan nuansa etnik Tionghoa. Namun, setelah kekuasaan Soeharto tumbang pada 1998, Amrus kembali berkutat pada karya-karya dengan tema keadilan, atau kembali pada wujud yang selama ini menjadi etos kerjanya.
"Setelah dibebaskan dari penjara pada tahun 1973, dia bekerja di Pasar Seni Ancol. Tetapi karyanya tidak lagi politis. Sebagian besar menggambarkan suasana pecinaan dalam medium relief kayu, yang menjadi sangat populer di kalangan kolektor," imbuhnya.
Koleksi Lukisan Peristiwa Jengkol
Menurut Syakieb, salah satu momentum penting dari masa hidup Amrus adalah saat dia bersama Misbach Tamrin, Kuslan Budiman, dan Adrianus Gumelar, mendirikan bengkel seni Bumi Tarung di Jakarta pada 1961. Pada saat yang sama, dia juga mengikuti kegiatan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang berada di bawah naungan Partai Komunis Indonesia.
Sebagai kolektor, dia pun memiliki salah satu karya Amrus yang dibuat pada periode ini, yakni lukisan berjudul Peristiwa Jengkol (1961). Secara umum, lukisan tersebut menggambarkan perjuangan petani di desa Jengkol mempertahankan tanahnya dari buldoser, lewat objek seperti roda kendaraan tank, ibu yang terkapar, serta petani yang menahan bayonet tentara.
Lukisan Peristiwa Jengkol (1961) karya Amrus Natalsya (sumber gambar koleksi pribadi Syakieb Sungkar)
Saat itu, Amrus juga sempat menawarkan untuk menukar lukisan berukuran dua meter itu dengan 10 karyanya yang baru dengan ukuran yang sama. "Permintaan itu saya tolak, karena karya-karya barunya tidak lagi seheroik lukisan buatan tahun 1961 itu," terangnya.
Baca juga: Djoko Pekik di Mata Seniman Eko Nugroho: Sosok yang Mau Ngemong Semua Generasi
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.