Wisatawan Dilarang Pengelola Hotel ke Pantai, Menparekraf Ingatkan Pantai Wilayah Publik
06 June 2024 |
18:00 WIB
Wisatawan ribut dengan pemilik hotel ribut gara-gara tidak boleh berkunjung ke pantai, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno ingatkan pengusaha bahwa pantai adalah milik negara. Jadi, mereka tidak boleh melakukan privatisasi.
Sebuah video viral di media sosial TikTok menunjukkan bahwa seseorang dilarang oleh pengelola sebuah hotel berselancar di laut dekat sebuah pulau di Sumba, Nusa Tenggara Timur. Pengelola mengeklaim bahwa perusahaan memiliki izin pemanfaatan dari pemerintah daerah.
Perselisihan itu terjadi pada 25 Mei 2024 antara wisatawan dan pihak hotel di Desa Soba Wawi, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat. Perselisihan terjadi setelah pihak hotel melarang wisatawan yang hendak melakukan kegiatan berselancar di tempat itu.
Baca Juga: Indonesia Jadi Destinasi Terbaik Pilihan Wisatawan Muslim Dunia
Terkait kejadian tersebut, Sandiaga menuturkan bahwa aturan kepemilikan dan pemanfaat fungsi pantai sendiri sudah diatur oleh negara secara tegas dalam Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai.
Beleid ini menyebutkan bahwa pantai adalah area publik dan merupakan tanah milik negara, sehingga dilarang untuk dijadikan sebagai area privat atau diprivatisasi.
"Kami menyampaikan di forum ini bahwa kawasan pantai adalah kawasan publik. Jadi perlu digarisbawahi adalah investor harus tetap memperhatikan aturan-aturan garis pantai. Tidak ada yang namanya pantai pribadi. Semuanya adalah kawasan publik,” katanya dalam siaran pers pada Rabu, 5 Juni 2024.
Dia menambahkan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan terus berkoordinasi dan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk melakukan sosialisasi terkait dengan hal itu. Dengan begitu, para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif memberikan akses bagi publik selama tidak mengganggu ketertiban dan keamanan.
Dia juga mengimbau seluruh stakeholders untuk terus menerapkan prinsip pariwisata berkualitas dan berkelanjutan, mulai dari pengelolaan berkelanjutan (bisnis pariwisata), ekonomi berkelanjutan jangka panjang (sosio ekonomi), keberlanjutan budaya yang harus selalu dikembangkan dan dijaga (sustainable culture), serta aspek lingkungan terjaga dan terpelihara dengan baik (environment sustainability).
Sementara itu, dalam laman Setkab, penetapan batas sempadan pantai ini dilakukan untuk melindungi dan menjaga kelestarian fungsi ekosistem dan segenap sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; kehidupan masyarakat di wilayah pesisir dan wilayah-wilayah kecil dari ancaman bencana alam; alokasi ruang untuk akses publik melewati pantai; dan alokasi ruang untuk saluran air dan limbah.
Perpres ini juga menegaskan, penetapan batas sempadan pantai oleh Pemerintah Daerah itu dilakukan berdasarkan perhitungan batas sempadan pantai, yang harus disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan lain yang terkait.
Baca Juga: Hypereport: Negara-negara Populer Tujuan Wisatawan Muslim Dunia
Editor: M. Taufikul Basari
Sebuah video viral di media sosial TikTok menunjukkan bahwa seseorang dilarang oleh pengelola sebuah hotel berselancar di laut dekat sebuah pulau di Sumba, Nusa Tenggara Timur. Pengelola mengeklaim bahwa perusahaan memiliki izin pemanfaatan dari pemerintah daerah.
Perselisihan itu terjadi pada 25 Mei 2024 antara wisatawan dan pihak hotel di Desa Soba Wawi, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat. Perselisihan terjadi setelah pihak hotel melarang wisatawan yang hendak melakukan kegiatan berselancar di tempat itu.
Baca Juga: Indonesia Jadi Destinasi Terbaik Pilihan Wisatawan Muslim Dunia
Terkait kejadian tersebut, Sandiaga menuturkan bahwa aturan kepemilikan dan pemanfaat fungsi pantai sendiri sudah diatur oleh negara secara tegas dalam Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai.
Beleid ini menyebutkan bahwa pantai adalah area publik dan merupakan tanah milik negara, sehingga dilarang untuk dijadikan sebagai area privat atau diprivatisasi.
"Kami menyampaikan di forum ini bahwa kawasan pantai adalah kawasan publik. Jadi perlu digarisbawahi adalah investor harus tetap memperhatikan aturan-aturan garis pantai. Tidak ada yang namanya pantai pribadi. Semuanya adalah kawasan publik,” katanya dalam siaran pers pada Rabu, 5 Juni 2024.
@ishakmaja20 apakah pantas kita orang lokal di larang untuk main surfing di pulau kita sendiri? bagaimana menurut teman teman? #mafiaombak #mafia @ir.jokowi_dodo @.btpahok @_prabowo.subianto_real @dinaspariwisata13 ? suara asli - Ishak maja
Dia menambahkan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan terus berkoordinasi dan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk melakukan sosialisasi terkait dengan hal itu. Dengan begitu, para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif memberikan akses bagi publik selama tidak mengganggu ketertiban dan keamanan.
Dia juga mengimbau seluruh stakeholders untuk terus menerapkan prinsip pariwisata berkualitas dan berkelanjutan, mulai dari pengelolaan berkelanjutan (bisnis pariwisata), ekonomi berkelanjutan jangka panjang (sosio ekonomi), keberlanjutan budaya yang harus selalu dikembangkan dan dijaga (sustainable culture), serta aspek lingkungan terjaga dan terpelihara dengan baik (environment sustainability).
Sementara itu, dalam laman Setkab, penetapan batas sempadan pantai ini dilakukan untuk melindungi dan menjaga kelestarian fungsi ekosistem dan segenap sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; kehidupan masyarakat di wilayah pesisir dan wilayah-wilayah kecil dari ancaman bencana alam; alokasi ruang untuk akses publik melewati pantai; dan alokasi ruang untuk saluran air dan limbah.
Perpres ini juga menegaskan, penetapan batas sempadan pantai oleh Pemerintah Daerah itu dilakukan berdasarkan perhitungan batas sempadan pantai, yang harus disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan lain yang terkait.
Baca Juga: Hypereport: Negara-negara Populer Tujuan Wisatawan Muslim Dunia
Editor: M. Taufikul Basari
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.